Isu lingkungan menjadi salah satu masalah yang jika dibicarakan tidak akan ada habisnya. Isu lingkungan terdiri dari banyak hal, mulai dari bencana alam hingga kerusakan yang disebabkan oleh manusia baik yang disengaja maupun tidak. Salah satu isu lingkungan yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah kebakaran. Beberapa hari kebelakang kita dikejutkan oleh berita kebakaran TPA di Suwung, Denpasar yang terjadi pada 12 Oktober 2023 kemarin. Kemudian, disusul kebakaran pada TPA Temesi, Gianyar dan terakhir TPA Mandung, Tabanan. Hal ini tentu membuat banyak masalah terjadi. Tidak hanya pada lingkungan, namun juga aktivitas masyarakat sekitarnya.
Contohnya, kebakaran TPA Suwung yang membawa dampak yang besar terutama pada masyarakat di daerah Suwung, Sanur dan sekitarnya. Asap kabut yang dihasilkan kebakaran tersebut menutupi pandangan mata setidaknya selama 4 hari. Yang mana, hal ini membahayakan para pengendara baik motor dan mobil karena mengurangi jarak pandang mereka sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Selain itu, pernafasan penduduk sekitar juga terganggu karena polusi udara yang dihasilkan akibat pembakaran yang terjadi. Dilansir dari laman detik.com, kabut asap yang dihasilkan merupakan polutan yang dapat menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
Belum selesai dengan satu TPA, TPA lainnya yang berada di Temesi, Gianyar juga ikut terbakar. Padahal, saat itu walikota Denpasar sudah memberikan surat perizinan untuk pembuangan sampah akhir sementara pada TPA tersebut dan terpaksa mengalihkan pembuangan sementara TPA ke kabupaten Tabanan yang lebih jauh lagi. Kebakaran 2 TPA ini tentu membawa dampak yang luar biasa. TPS di Denpasar mulai dipenuhi oleh ledakan sampah karena kebakaran yang tidak kunjung surut. Belum lagi, TPA Mandung, Tabanan juga menyusul ikut terbakar. Lalu apa yang  sudah dilakukan untuk kejadian ini? Mengapa TPA terus terbakar bergantian? Apakah ada unsur kesengajaan didalamnya?
Terbakarnya beberapa TPA di Bali tentu membuat seluruh komponen masyarakat menjadi panik. Pemerintah sendiri lebih memfokuskan pada pemadaman api kebakaran agar tidak meluas dan mengakibatkan kabut asap berkepanjangan. Pemerintah Kabupaten Tabanan sendiri mengatakann bahwa api TPA Mandung sudah mulai padam. Sedangkan, TPA Suwung dan Temesi saat ini masih dalam proses pemadaman dan kabut asap sudah mulai menipis serta tidak terlalu menganggu. Selain pemadaman api, seperti yang sudah dikatakan diatas pemerintah juga mengupayakan pengalihan pembuangan sampah akhir pada TPA lain yang dapat menampung lebih banyak sampah.
Terbakarnya TPA secara bergantian diyakini sebagai akibat peningkatan suhu bumi dan membuat sampah yang mudah terbakar menimbulkan percikan api yang menjadi asal kebakaran TPA. Namun, masyarakat tidak puas dengan jawaban tersebut  dan mulai disambungkan dengan hal-hal yang berbau politik. Pemikiran masyarakat tersebut dilandasi dari singkatnya jarak waktu kebakaran antara satu TPA dengan TPA lainnya. Belum lagi dampak yang ditimbulkan  sangat banyak dan besar. Mulai dari, masalah gangguan pernafasan, risiko kecelakaan hingga mengganggu mata pencaharian masyarakat pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kejadian ini.
Namun, terlepas dari ada atau tidaknya kesengajaan dalam kejadian ini. Kita sebagai masyarakat yang terdampak seharusnya dapat membantu dalam penyelesaian masalah ini. Masyarakat dapat memulai dari hal-hal kecil. Seperti, menggunakan masker untuk mengurangi risiko terganggunya penafasan akibat kabut asap hasil pembakaran, mencari jalan alternatif agar tidak melewati kawasan tebal kabut asap untuk mengurangi risiko kecelakaan. Selain itu, untuk mengurangi ledakan sampah kita juga dapat melakukan pemilahan sampah di rumah masing-masing untuk mempercepat pengiriman sampah pada TPA sementara dan mengurangi penggunaan barang-barang sekali pakai yang membuat sampah menjadi menumpuk. Kejadian ini tentu tidak diharapkan oleh siapapun, namun kita sebagai bagian dari masyarakat sudah seharusnya membantu menyelesaikannya walaupun dengan hal-hal yang terkesan remeh dan kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H