Memiliki harapan terhadap sesuatu yang tidak pasti itu sangat melelahkan. Apalagi sebuah harapan yang dijanjikan untuk mewujudkan sebuah kesejahteraan dalam hidup.
Sehingga cara paling tepat adalah melepaskan semua harapan itu. sudah tidak perduli lagi dengan apapun dengan sebuah janji yang keluar dari produk politik.
Pembahasan politik di kalangan anak muda rupanya sudah memiliki cara pandangan yang berbeda dengan generasi di atasnya. Tema politik masih bisa masuk di wilayah obrolan tongkrongan anak muda dengan gaya yang lebih santai dan menyenangkan, yaitu dengan menjadikan sebuah janji politik itu lelucon.
Seperti di tengah obrolan malam di sebuah warung kopi di pinggir jalan protokol, seorang kawan melemparkan kartu yang sangat familiar, berlabel Kartu Cilegon Sejahtera (KCS).
Tanpa ada prolog set-up dan punchline yang kerap disampaikan para komika, tampilan kartu ajaib di Pilkada itu terasa menggelikan.
Bagaimana tidak, berkat kartu berwarna keemasan dengan foto dua sosok berwajah manusia yang tampak harmonis itu bisa menghipnotis masyarakat untuk memberikan suara dalam bilik TPS.
Kartu itu bisa dikatakan ajaib. Tak hanya bisa membantu mendongkrak suara unggul di kompetisi Pemilu, keberadaannya kerap menjadi perbincangan di masyarakat tanpa henti, hingga pada kebosanan sendiri.
Janji yang tertera di dalam kartu itu sangat menggiurkan. Pelaku usaha berharap mendapatkan bantuan modal usaha UMKM untuk menyokong permodalan usahanya.
Pengangguran yang dijanjikan terbukanya lapangan pekerjaan. Beasiswa full sarjana yang diidamkan anak sekolah yang telah lulus. Serta bantuan kesehatan yang ternyata ketua RT aja tidak bisa berobat ke rumah sakit tanpa kartu jaminan.
Puja puji janji itu sudah diklaim berhasil meningkatkan kesejahteraan. Realitanya, pernyataan tidak disertai validasi data yang bisa diakses semau orang.
Ribuan orang memiliki kartu itu, tapi siapa yang merasakan manisnya janji? Tidak tahu!
Tahun berganti, pernyataan prestasi membanjiri perayaan hari jadi kota tercinta. Teramat simpel masyarakat menyimpulkan, realisasi janji kesejahteraan lebih asik daripada tumpukan penghargaan yang dibanggakan pemimpin entah apa manfaatnya di masyarakat.
Sehingga kini, generasi muda yang bersikap masa bodoh dengan politik, disadarkan pada realitas yang ada didepannya.
Apalagi pesta politik 2024 nanti akan lebih banyak janji-janji berhamburan dari gambar-gambar yang tergantung di batang pohon dan tiang listrik.
Karakter anak muda yang hidup di daerah pesisir tidak perlu banyak berpikir dengan hal-hal politik yang rumit. Tidak apa-apa dianggap pragmatis. Sudah menjadi budaya menggerakkan politik dengan uang.
Kartu itu cukup sekali jadi pelajaran untuk kita semua. Janji tinggal janji. Petua mengatakan, janji adalah hutang. Pak Kiyai dalam khotbahnya berkata, hutang yang tidak dibayar di dunia bisa ditagih di akhirat.
Jadi nikmati saja pesta demokrasi seperti orkes dangdut lagu tentang cinta yang selalu diputar. Dengarkan saja janji-janji itu, tapi tidak perlu diresapi, khawatir berujung kecewa.Â
Seorang manusia sejati tidak akan lupa dengan janjinya. Seorang pemimpin sejati tidak perlu mengklaim penghargaan. Cukup masyarakat berterimakasih dengan tulus bukti keberhasilan janji pemimpinnya.
Tidak apa-apa melupakan KCS yang tidak pasti. Saatnya menjadi manusia waras ditengah gilanya pesta demokrasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H