Ribuan orang memiliki kartu itu, tapi siapa yang merasakan manisnya janji? Tidak tahu!
Tahun berganti, pernyataan prestasi membanjiri perayaan hari jadi kota tercinta. Teramat simpel masyarakat menyimpulkan, realisasi janji kesejahteraan lebih asik daripada tumpukan penghargaan yang dibanggakan pemimpin entah apa manfaatnya di masyarakat.
Sehingga kini, generasi muda yang bersikap masa bodoh dengan politik, disadarkan pada realitas yang ada didepannya.
Apalagi pesta politik 2024 nanti akan lebih banyak janji-janji berhamburan dari gambar-gambar yang tergantung di batang pohon dan tiang listrik.
Karakter anak muda yang hidup di daerah pesisir tidak perlu banyak berpikir dengan hal-hal politik yang rumit. Tidak apa-apa dianggap pragmatis. Sudah menjadi budaya menggerakkan politik dengan uang.
Kartu itu cukup sekali jadi pelajaran untuk kita semua. Janji tinggal janji. Petua mengatakan, janji adalah hutang. Pak Kiyai dalam khotbahnya berkata, hutang yang tidak dibayar di dunia bisa ditagih di akhirat.
Jadi nikmati saja pesta demokrasi seperti orkes dangdut lagu tentang cinta yang selalu diputar. Dengarkan saja janji-janji itu, tapi tidak perlu diresapi, khawatir berujung kecewa.Â
Seorang manusia sejati tidak akan lupa dengan janjinya. Seorang pemimpin sejati tidak perlu mengklaim penghargaan. Cukup masyarakat berterimakasih dengan tulus bukti keberhasilan janji pemimpinnya.
Tidak apa-apa melupakan KCS yang tidak pasti. Saatnya menjadi manusia waras ditengah gilanya pesta demokrasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H