Dari kacamata Sarjana Pendidikan, melihat peristiwa ini mencoreng dunia pendidikan. Kota Cilegon dengan motonya Cilegon Bermartabat tapi dicoreng dengan aksi kriminal gengster cilik dari para pelajar.
Pendidikan bermartabat seharusnya membangun suasana pendidikan yang mampu mewujudkan rasa dan perlakuan yang humanis pada seluruh pelajar di Kota Cilegon.
Pendidikan sudah dikemas sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga kemudian Kemendikbud meluncurkan kurikulum Merdeka Belajar.
Kurikulum ini sebenarnya bagus, karena dapat membangun karakter anak sebagai pembelajar dengan mengembangkan potensinya, agar punya motivasi belajar, antusiasme, karakter positif, rasa ingin tahu, kritis, peka, punya cita-cita, kemauan yang kuat untuk berkembang dan memiliki dirinya secara utuh, sehingga memiliki rasa tanggungjawab atas kehidupan dirinya dan masyarakat.
Mewujudukan Kota Cilegon Bermartabat yang selalu digembor-gemborkan Kepala Daerah disetiap sambutannya di atas panggung, kini menemukan titik permasalahan yang harus dijadikan evaluasi dan aksi nyata dalam mengatasi gengster cilik ini.
Menjadi tanggungjawab semua pihak tentunya dalam persoalan ini. Jangan dilihat dari aksi tawurannya saja, tindakan persuasif harus kembali masih digalakkan di sekolah-sekolah dan pendidikan dalam keluarga.
Sejarah Kota Cilegon telah melahirkan darah para jawara yang berkorban untuk kemerdekaan, bukan melahirkan para gengster cilik yang menumpahkan darah dengan konyol untuk sebuah eksistensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H