Seperti kaca jatuh yang membuatnya terpecah menjadi banyak kepingan. Umpama yang bisa disematkan pada kondisi politik di Kota Cilegon saat ini.
Berawal dari curahan hati Pak Wakil Wali Kota Cilegon yang tidak dilibatkan dalam persoalan pembahasan, penempatan dan pelantikan ratusan pejabat di Lingkungan Pemkot Cilegon pekan lalu.
Akibatnya tak hanya menjawab kebenaran isu tidak harmonis dengan Pak Wali, tapi juga muncul kelompok-kelompok pendukung dan lawan di antara dua kubuh.
Saat ini seperti terbentuk ada kelompok kampret dan cebong. Ada pendukung Pak Wali yang membela dengan menyalahkan Pak Wakil, ada pula yang mendukung Pak Wakil dengan menuduh Pak Wali bersalah.
Konflik yang dibuat-buat ini pun dikhawatirkan menimbulkan pandangan apatis dari masyarakat. Program pembangunan minus dan realisasi janji kampanye kedodoran, malah kini dipertontonkan konflik internal Pak Wali dan Pak Wakil yang jadi konsumsi publik.
Jika sudah begini, apalah artinya semboyan Kota Cilegon, yaitu "Akur Sedulur Jujur Adil Makmur?"
Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2000 tentang lambang daerah, disebutkan bahwa semboyan "Akur Sedulur" memiliki arti wacana dan konfigurasi masyarakat Indonesia yang perlu tetap indah terjalin dalam wujud persatuan yang utuh, harmonis, saling mendukung, damai dengan sesama, rasa saling menghargai dalam kehidupan yang kosmopolitan dan multi etnis.
Semboyan yang dibuat sangat bagus untuk menyatukan persepsi kebersamaan dalam membangun Kota Cilegon, meski pada kenyataannya saat ini, realisasi tidak sesuai ekspektasi.
Menuju dua tahun kepemimpinan Pak Wali dan Pak Wakil banyak catatan merah dan nyaris tanpa adanya pembangunan yang berdampak pada manfaat kesejahteraan masyarakat.
Gagal lelang dan Silpa tinggi, serta ketidakmampuan Pemkot Cilegon memberikan pelayanan dasar pada masyarakat juga jadi catatan merah di tahun pertama menjabat.