Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, kasak-kusuk pengunduran waktu pengumuman rotasi, mutasi, dan promosi jabatan ditenggarai oleh kepentingan berbagai pihak, salah satunya bermuatan politik.
Dugaan lobi-lobi jabatan pun membutuhkan amunisi yang tidak sedikit. Apalagi jika menginginkan jabatan yang "basah" dan "strategis" maka daya tawarnya pun dibutuhkan "fasilitator" yang tepat.
Perbincangan saya dengan salah seorang pengamat politik di Kota Cilegon, saat ngopi bareng membuka skema bagaimana lobi-lobi mendapatkan jabatan yang harus dilakukan para ASN.
Dugaan pengaturan jabatan untuk para ASN pun terbagi menjadi sejumlah kluster.
Adanya kluster dimaksudnya sebagai ada pembagian jatah oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti dugaan keterlibatan partai politik dan pemain lama dari pemerintahan itu sendiri.
Inilah kemudian memunculkan adanya kepentingan politik menuju pemilu 2024. Sejumlah jabatan seperti lurah dan camat yang bisa mengkondisikan masyarakat secara langsung dalam pelaksanaan pemilu.
Skemanya jauh hingga mengkondisikan Pemilu 2024 oleh partai politik? Jika promosi jabatan sewajarnya, tentu tidak memakan waktu begitu panjang. Track record prestasi ASN jelas terdata untuk menentukan posisi.
Lalu, kabar yang beredar paling mengerikan adalah pihak-pihak yang mengkondisikan sebuah jabatan struktural pun tidak lepas dari adanya dugaan mahar.
Jika kita berpikir terbalik, gaji pokok dan tunjangan ASN sebenarnya tidaklah besar. Namun sejumlah jabatan "basah" memiliki potensi besar dari program atau proyek yang dapat dikerjakan. Ujung-ujungnya rela merogoh kocek demi cuan lebih besar demi jabatan itu.
Ini baru dugaan saja sih. Jangan sampai KPK ngintip persoalan ini dengan kemungkinan ada jual beli jabatan.
Apalagi baru-baru ini KPK membongkar kasus jual beli jabatan dan OTT yang melibatkan Walikota Bekasi, Bupati Nganjuk, Mantan Walikota Tanjungbalai, dan Bupati Probolinggo.