Ada empat alasan kenapa masyarakat harus tetap sabar menunggu KCS yang menjadi janji politik Wali Kota Cilegon saat kampanye dahulu.
Pertama, Sabar melihat cara kerja Wali Kota Cilegon yang tidak esensial dan masih asik pada kegiatan ceremony belaka. Tepatnya pencitraan.
Padahal di 100 hari kerjanya ini yang dibutuhkan adalah aksi strategi realisasi janji politiknya. Bukan rananya lagi sekelas Wali Kota muncul di publik bagi-bagi nasi kotak di pinggir jalan, bersih-bersih halaman kantor, dan sibuk membagikan kursi roda.
Masyarakat membutuhkan pemimpin yang sudah berani bicara memaparkan setrategi realisasi janji kampanye. Atau, misalnya, sudah ada pertemuan dengan pihak-pihak industri untuk kerjasama menyediakan 25.000 lowongan kerja, lengkap dengan setrategi bagimana cara perekrutan, kapan waktunya, dan penempatannya.
Di antara janji politik, urusan 25.000 lapangan pekerjaan bukan perkara yang mudah. Jika dirinci dalam perhitungan, masa kerja 3 tahun ini setiap hari harus ada 23 orang yang mendapatkan pekerjaan.
Namun menuju 100 hari, belum ada 2.300 orang telah bekerja, langkah kedepannya makin berat dengan penambahan pengangguran terbuka dari lulusan SMA sederajat dan sarjana yang jumlahnya ribuan.
Kedua, sabar dengan kebijakan yang berat sebelah.
Hanya di era saat ini saja, Wali Kota mengangkat 13 Tenaga Akhli. Tujuannya bagus untuk mempercepat realisasi pembangunan sesuai janji politik. Tapi, kok dengan keberadaan Tenaga Ahli malah memangkas anggaran gaji pegawai honorer. Bukannya meningkatkan gaji pegawai honorer, malah dikurangi.
Tak hanya soal itu saja, penambahan gaji RT dan RW menjadi Rp1 juta menimbulkan kecemburuan sosial. Dimana gaji ribuan guru honorer jauh lebih murah. Padahal bekerja setiap hari. Gaji Rp500. 000 pun dirapel hingga berbulan-bulan lamanya.
Dalam janji politik, guru honorer juga dijanjikan naik 50, akan sama dengan gajih ketua RT dan RW. Cair-cair lah. Tapi sabar dulu, tunggu hasil utak atik APBD dulu.
Ketiga, pembangunan tanpa kajian.