Tidak ada hiruk pikuk pengunjung yang bermain pasir atau berenang di air yang membiru itu. Sejak pandemi yang membawa virus misterius menyerang, bumi Lampung Selatan pun turut merasakan dampaknya. Hanya deburan ombak yang terus menari bersama nyanyian angin yang tak ada henti.
Aku dan secangkir robusta pekat di tepi Pantai Minang Rua. Deburan ombak begitu syahdu, angin yang berbisik akan kesabaran. Sendiri tak berarti sepi. Hanya soal keadaan yang mengharuskan berjarak.
Pekat robusta dari lereng Gunung Rajabasa tidak membuatku merasa kesepian. Si pahit hitam menjadi kenikmatan yang harus terus disyukuri. Keindahan Pantai Minang Rua membawa ketentraman hidup. Sebagai pejalan intovert, sendiri lebih baik dari pada berada di tengah keramaian namun merasa sendiri.
Berada di balik perbukitan Bakauheni, Pantai Minang Rua tersembunyi dengan keindahan alamnya. Berada di Desa Klawi, Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, garis pantai berbentuk tapal kuda berada di antara perbukitan yang menghijau.
Minang Rua tercipta dari pohon pinang yang berjumlah dua. Bahasa lokal Lampung menyebutnya Minang Rua atau dua pohon pinang. Keberadaan pohon pinang yang banyak tumbuh di sekitar pantai inilah menjadi asal muasal sebutan Pantai Minang Rua oleh masyarakat sekitar.
Keindahan pasir putih nan landai yang terhampar, pantai ini memiliki pesona alam lainnya yang beragam. Kontur pantai berbatu yang berada di dua sisi menciptakan destinasi yang indah. Di sinilah terdapat gua alami yang langsung menghadap pantai di sebelah kanan.