"Kenapa pemimpin tamak? Karena rakyatnya rakus! Sehingga saat pemilihan mudah disogok dan lain-lain, sehingga lahirkah pemimpin-pemin rakus," kata Mbah Sudjewo Tejo dalam siaran program televisi Indonesia Lowyer Club tvOne, 3 Desember lalu.
Penggalan kata Mbah Tejo saat membahas persolan korupsi Menteri Keluatan dan Perikanan Edi Prabowo. Kata-kata Mbah Tejo seperti mengingatkan kita, bahwa sebab dan akibat transaksional dalam pemilu itu berdampak negatif, salahsatunya adalah korupsi.
Kali ini saya tidak akan membahas persolan para manteri Jokowi yang ketangkap KPK itu, namun saya lebih tertarik pada persoalan yang ada di daerah sendiri, Kota Cilegon, Banten. Â Menjelang pelaksanaan pencobloasan pemilihan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Cilegon, kegiatan dugaan politik uang justeru muncul dengan gamblang di media sosial.
Hebatnya, para timses yang berbagi sembako di lokasi banjir dengan bangganya berfoto dengan memakai seragam  kampanye dan salam nomor dengan jari. Kemudian diunggah di media sosial. Para pelaku pun kemudian diperikasa Bawaslu Cilegon.
Terbaru, satu hari menjelang pencoblosan, Bawaslu Kota Cilegon melalui, Panwascam Citangkil dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap warga yang diduga melakukan politik uang dengan membagikan bungkusan sembako dan ikan bandeng. Politik uang yang kini dikemas dalam paket sembako. Duh.....
Kembali pada politik uang, benar kata Mbah Tejo, setiap pelaksanaan pemilihan umum yang dinanti adalah serangan fajar. Omongan Mbah Tejo pun sebenarnya sudah terjadi di Kota Cilegon. Dimana dua kali Walikota Cilegon masuk bui karena ketangkap KPK.
Bagi koruptor, Kota Cilegon adalah surga. Tahun lalu, dalam momen peringatan Hari Anti Korupsi, saya sudah menulis tentang Kelakuan Koruptor Makin Aneh, tapi Masyarakat Suka dengan harapan bisa membuka mata hati warga Cilegon.
Begini runtutannya, Walikota pertama yang ditangkap KPK adalah Tubagus Aat Safaat. Aat diseret KPK karena merekayasa pemenang lelang dan menggelembungkan harga pembangunan dermaga pelabuhan sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 11,5 miliar. Persidangan pun mengganjar dengan vonis 3 tahun 6 bulan pada 2013 lalu.
Beberapa tahun kemudian, Walikota Cilegon mengalami nasib yang sama dicokol KPK. Tubagus Imam Ariyadi, anak Aat, kembali terjerat KPK setelah diketahui melakukan suap untuk penerbitan surat rekomendasi perizinan Amdal kepada PT Brantas Abipraya  dan PT Krakatau industrial Estate Cilegon, untuk dapat mengerjakan proyek pembangunan mall Transmart tahun 2017 lalu, sebesar Rp1,5 milyar.
Di tahun-tahun berikutnya, sejumlah pejabat kemudian rajin digilir KPK. Dampaknya, 20 tahun pembangunan Kota Cilegon sebagai daerah Industri tidak membuat masyarakat hidup sejahtera dan nyaman.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Cilegon meningkat 12,69 persen pada 2020, menjadi terbesar kedua di Provinsi Banten. Saat ini sekitar 25.000 warga menganggur dan disusul dengan kemiskinan 14.000 jiwa dari jumlah penduduk Kota Cilegon.
Belum lagi persoalan yang entah kebenarannya, seperti sekolah gratis tapi daftar ulang dan pembelian buku LKS mahal, sudah menggelontorkan proyek pembangunan tandon tapi banjir masih saja terjadi, apalagi urusan smart city yang sudah diakui Walikota Cilegon Edi Ariyadi hanya omong kosong.
Segudang persolan di atas, masihkah kita cuek dengan Pilkada Kota Cilegon?
KPK punya jurus jitu dalam hal kriteria calon kepala daerah yang layak untuk dipilih oleh masyarakat. Jika masih bingung menentukan pilihan, 9 kriteria berdasarkan KPK, diantaranya:
1. Tidak pernah terlibat dalam tindak pidana korupsi
2. Tidak melakukan politik uang
3. Mempunyai rekam jejak yang baik mendukung antikorupsi
4. Patuh melaporkan LHKPN dan menolak Gratifikasi
5. Visi, Misi, Program mencerminkan semangat antikorupsi
6. Peduli kepada pemilih, merakyat dan berpihak pada keadilan
7. Menghindari konflik kepentingan seperti kolusi dan nepotisme
8. Bergaya hidup sederhana, melayani dan selesai dengan dirinya
9. Berani dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan demi tegaknya integritas
Momentum Hari Anti Korupsi yang berbarengan pencoblosan Pilkada, harus bisa melahirkan para pemimpin yang pro perubahan dalam revormasi birokrasi anti korupsi.
Menunggu serangan fajar yang tidak seberapa itu tidak akan mengubah apa-apa. Bersikap masa bodoh dan memilih golput akibat kekecewaan pesta demokrasi sebelumnya pun hanya akan membuat hati lelah melihat pemimpin yang tidak berkopeten mengurus daerahnya.
Ayolah, gunakan hak pilih. Masih satu hari lagi untuk menentukan pilihan. Cilegon butuh perubahan dan diurus dengan serius. Pilih calon pemimpin yang pro pemberantasan anti korupsi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H