Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pohon Cita-cita dan Ketangkasan "Serdadu Kumbang"

19 Juni 2020   01:18 Diperbarui: 19 Juni 2020   01:11 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya fasilitas saja yang minim, cerita lebih menarik dengan karakter guru yang berbeda. Kepala Sekolah hanya mengukur keberhasilan belajar dari kelulusan ujian nasional. 

Sementara Imbok menjadi guru yang baik hati dan penuh welas asih dalam mengajar. Lain halnya dengan Alim, guru yang tegas, disiplin dan tidak segan-segan menghukum anak-anak dengan kekerasan. Openg menjadi guru yang tidak memiliki pendirian jelas, orangnya baik tapi sangat penurut kepada kepala sekolah.

Kemunculan Papin sebagai kiyai  seolah menjadi tokoh yang membawa ruh film. Papin menjadi sosok yang mampu memberi nasehat bijak kepada masyarakat dengam bahasa santun dan natural. Setiap hari anak-anak Mantar selalu mengerumuni dan belajar agama.

Papin menjadi sosok penyeimbang antara kebutuhan pendidikan anak di sekolah dan kehidupannya. Menjadi peredam disetiap konflik yang muncul dan mendamaikan dengan hati.

Seperti saat Minun, kakak Amek terjatuh ketika berusahan mengambil botol cita-citanya yang tergantung di atas pohon. Minum pun menemui ajalnya.

Warga desa menganggap pohon cita-cita membawa sial dan menyebabkan kematian Minun. Papin hadir dan berhasil menenangkan warga, serta meluruskan pemahaman bahwa bukan pohon yang menyebabkan Minun mati, tapi sudah menjadi kehendak Sang Pencipta.

Dari anak-anak Mantar ini kita bisa mengambil banyak pesan moral sekaligus kritik sosial yang dikemas dengan percakapan yang ringan.

Keterbelakangan di masyarakat menjadi sebab minimnya pendidikan. Ini gambaran nyata, pendidikan adalah aset sebuah bangsa di masa depan. Pendidikan di pelosok negeri harus lebih diperhatikan untuk menyetarakan keadilan pendidikan untuk semua anak bangsa.

Cita-cita bagi setiap anak menjadi sebuah harapan berharga dalam hidupnya. Gagal lulus ujian nasional tidak mematahkan cita-citanya. Kegagalan bukan mata pisau yang mengahancurkan masa depan. Menjaga anak-anak tetap memiliki cita-cita dengan terus belajar dari berbagai aspek kehidupan.

Film ini cocok ditonton bersama keluarga, ada kesinambungan antara peran orang tua, guru, dan anak dalam membangun pendidikan. Latar kehidupan di Sumbawa akan menambah wawasan indahnya alam, sosial dan budaya masyaraknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun