Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jangan Remehkan Orang Curhat Masalah Keuangan di Medsos

8 April 2020   12:39 Diperbarui: 10 April 2020   14:30 3128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengelola keuangan (Dok. HaloMoney.co.id via kompas.com)

Bagaimana bisa tenang jika di dapur tidak ada yang masak?

Saya sejenak menghela nafas membaca status whatsapp tetanggaku itu, persisnya minggu lalu. Tiap saat yang dikeluhkan selalu masalah keuangan. Dari mulai suami yang diberhentikan dari tempat kerja, hingga sulitnya mencari pekerjaan di tengah wabah covid-19.

Ketika curhatan sudah merembet masalah keuangan, ada kesan yang mengganggu mata pembacanya. Namun dipikir lebih dalam lagi, curhatan itu terasa penting untuk ditanggapi.

Yah, kita bisa saja berfikiri, buat apa curhat masalah keuangan keluarga di medsos? Tidak baik mengumbar masalah pribadi.

Setiap orang ingin curhat dan berharap ada yang mendengarkannya. Dalam situasi social distancing, media sosial mejadi alternatif untuk mengungkapkan semua yang menjadi beban di hati.

"Ibu Nana itu sepertinya butuh orang untuk bisa mendengarkannya. Jika ada waktu luang mungkin bisa mengajaknya ngobrol," kata saya kepada istri.

Istriku kemudian mengobrol lama via telepon pada malam harinya. Istri tidak banyak bicara, hanya sesekali terlihat mengangguk dan menyeka air mata. 

Sebelum tidur istriku kemudian memintak sesuatu, "Pohon jahe merah dan kunyit di karung itu sudah waktunya panen kan?"

"Harusnya sudah, lebih dari satu tahun. Pasti banyak isinya. Kenapa?"

"Uji coba saja, cabut jahe dan kunyit, satu media tanam saja."

Saya menyetujui. Bertanam menjadi hobi saya selain berolahraga dan menulis. Menanam rempah dan tanaman obat menjadi keharusan. Di pekarangan rumah saya tanam jahe, kunyit, dan kencur di media karung. Tujuannya buat jamu dikala sakit.

Esokan harinya, pagi-pagi Bu Nana dan Istri sudah membongkar satu karung rumpun jahe. Pohon jahe begitu rimbun dan sudah berbunga. Saat dibongkar, isi rimpang cukup banyak-tersusun rapih dari bawah hingga atas. Ini karena setiap bulan saya tambahkan tanah dengan tujuan rimpang akan terus bertumbuh.

Satu karung bisa menghasilkan 5 Kg jahe merah. Luar biasa banyaknya. Sedangkan dua karung kunyit yang dibongkar bisa menghasilkan 7 kg. Saya merasa bahagia sekali dengan keberhasilan tanam rempah itu.

"Saumi Bu Nana itu pinter bikin jamu. Resep dari rumah makan. Nanti bantu pemasarannya," kata Istriku.

Isi status WA dan Facebook pun kini dipenuhi dengan promo jamu kunyit asam dan wedang jahe. Tidak berselang lama, status WA penuh kegembiraan karena puluhan bungkus jamu siap diantarkan ke rumah.

Sudah seminggu berjalan, separuh dari tanaman rempah sudah dipanen. Usaha Bu Nana berjalan lancar. Kondisi saat ini setiap orang membutuhkan jamu untuk membentuk imun tubuh lebih baik. Jamu untuk melawan corona.

Rata-rata hasil panen jahe merah dari tiap media tanam karung menghasilkan 5 kg. Sedangkan kunyit menghasilkan lebih banyak hinga 6 kg. Dari 1 Kg rempah bisa menjadi 30 bungkus wedang jahe. Begitu juga dengan jamu kunyit yang memiliki takaran sama. Tambahan bimbu lainnya hanya butuh gula aren dan asam jawa.

Bu Nana menjual dengan harga Rp 5 ribu perbungkus plastik. Sekali produksi bisa menghasilkan Rp300.000. Promosi yang gencar dilakukan di media sosial dengan menambahkan khasiat mampu menjaga imunitas tubuh dari bahaya corona, produk ini laris manis.

Ini hanya hitungan kotor dari istri saya. Kabarnya suami Bu Nana yang mengantar jamu pun mendapat uang lebih untuk pengganti uang bensin. 

Bu Nana merasa terbantu, hasil jual jamu bisa memenuhi makan hari-hari saja sudah senang. 

Belajar dari pengalaman ini, emang kita jangan berpikir negarif dulu dengan orang yang selalu curhat kesulitan uang. Mereka hanya membutuhkan orang mendengarkan keluh kesahnya dan berharap ada yang memberi solusi.

Situasi sulit tidak seharunya menghambat untuk berkreasi. Usaha jamu dengan melayani antar ke rumah bisa jadi solusi yang baik.

Keberhasilan Bu Nana menjalankan usaha jamunya pun berdampak bagi hasil. Setelah Bu Nana mendapatkan keuntungan barulah membayar rempah yang saya tanam.

Bu Nana juga sudah mulai antisipasi mencari bahan baku jamu di pasar. Sehingga ketika tanaman rempah di pekarangan rumah habis, usaha tidak berhenti. Sudah banyak pelanggan yang meminta ukuran satu botol sirup untuk disimpan. Bu Nana akan tetap menjalani usahanya dengan mencari bahan baku di pasar.

Situasi sulit seperti saat ini, bisa saling membantu untuk mendengarkan curhatan atau pun persoalan lainnya. Hidup bertetangga harus saling membantu sehingga tetap kuat menghadapi wabah covid-19 yang entah sampai kapan berakahir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun