Sebagai mahluk sosial, sepertinya masyarakat kita selalu asik melakukan kegiatan berkumpul bersama. Di tengah penyebaran pandemi Covid-19 yang semakin meluas, anjuran pemerintah untuk melakukan social distancing masi tidak diindahkan.
Apa sebab? Sudah satu pekan pemerintah memberlakukan social distancing dengan meliburkan sekolah, kampus, dan menganjurkan kerja di rumah. Tujuannya untuk menekan penyebaran virus yang pertama muncul di Wuhan, China.
Sayang seribu sayang, sebagai warga Banten yang masuk zona Kejadian Luar Biasa (KLB) kondisi masyarakatnya masi tetap santuy dan tidak peduli dengan ancaman penyebaran virus.
Minggu, 22 Maret ini saja, saya menerima undangan pesta pernikahan di tiga tempat. Dalam seminggu ini total 7 undangan. Ya, menjelang Ramadan memeng banyak muda mudi memilih waktu yang baik di bulan rajab dan syaban untuk menikah.
Ganasnya penyebaran virus corona dianggap tidak berarti ketika pesta pernikahan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari harus terlaksana. Padahal bisa saja akad nikah terlebih dahulu yang dihadiri oleh keluarga dan resepsi kembali digelar setelah kondisi kembali pulih.
"Tidak bisa diundur lagi. Malu jika dibatalkan pestanya," kata sahabat saya yang melaksanakan pesta pernikahan di hari minggu ini.
Banyak faktor yang dipertimbangkan oleh keluarganya. Salah satunya tidak mungkin dibatalkan karena sudah mengundang sanak saudara dari jauh-jauh hari. Membantalkan pesta hanya akan membuat malu keluarga saja.
Apa mau dikata, itu hak mereka untuk melaksanakan pesta. Tentu akan berbenturan dengan orang yang melakukan social distancing dan mendapatkan surat undangan. Artinya punya kewajiban untuk menghadiri pesta itu.
Membayangkan kemeriahan pesta pernikahan, menjadi pesta butiran virus yang tidak terlihat itu menempel dari tangan satu ke tangan yang lain. Jadi pesta penyebaran virus.
Jika kita gambarkan, seorang terinfeksi covid-19 hadir ke pesta pernikahan. Dia akan mendatangi meja tamu dan menuliskan biodata di buku tamu. Ini saja sudah meninggalkan jejak virus di buku dan pulpen. Kemudian bersalaman dengan penyambut tamu yang biasanya berjumlah 4 orang. Kemudian ke pelaminan meberikan selamat kepada kedua pengantin dan kedua pasang orang tua. Mengambil makanan di meja prasmanan dan meninggalkan jejak virus di sana.
Jika yang hadir seribu tamu, tempat pesta pernikahan menjadi tempat pesta covid-19 untuk melakukan penyebaran.
Sulit memang untuk membatalkan pesta yang sudah direncanakan secara matang. Jadi dilema juga bagi penerima undangan terlebih yang punya hajat adalah keluarga dekat, teman dekat, atau rekan kerja.
Perlu ada kesadaran sosial dari pemilik hajat, mematuhi social distancing dengan tidak menggelar pesta pernikahan. Mencegah lebih baik dari pada menjadi tempat penyebaran virus yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat luas terinfeksi.
Dilema juga bagi tamu undangan seperti saat ini. Tidak mungkin rasanya ketika datang tidak bersalaman dan tidak ada basa basi bercanda. Kemudian saat memberi selamat kepara pasangan yang berbahagia tidak mengulurkan salam. Padahal tangan kedua mempelai menjadi media penyebaran yang paling besar. Setiap orang yang bersalaman akan meninggakkan virus.
Ancaman virus corona yang semakin meluas tentu sangat rentan dengan penyebaran di sebuah pesta. Tercatat saat ini saja, sedikitnya 38 orang meninggal dan 450 orang positif.
Saat ini kita masih asik dan menganggap kondisi baik-baik saja dan terkesan tidak patuh melakukan isolasi diri. Baru saat laporan kasus Covid-19 semakin banyak kita asik mengomentari kinerja pemerintah tidak benar. Padahal bisa saja karena kita tidak patuh dengan protokol kesehatan menjadi sebab penyebaran semakin meluas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H