Berbeda nasib dengan WNI di Wuhan, China yang dijemput untuk menyelamatkan dari wabah virus corona, WNI eks ISIS malah mendapat penolakan secara tegas oleh Presiden RI Joko Widodo.
"Kalau bertanya pada saya, ini belum ratas lho ya, kalau bertanya pada saya, saya akan bilang 'tidak'. Tapi masih dirataskan. Kita ini pastikan harus semuanya lewat perhitungan kalkulasi plus minusnya semuanya dihitung secara detail dan keputusan itu pasti kita ambil di dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian-kementerian dalam menyampaikan. Hitung-hitungannya," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020) dikutip dari detik.com.
Pernyataan Jokowi bukan tanpa alasan. Kabarnya sekitar 660 orang WNI eks ISIS berada di Irak dan Suriah itu sudah membakar paspor. Pemulangan WNI eks ISIS juga harus dipertimbangkan secara jelas, keuntungan dan kelebihannya harus dikalkulasi dengan matang.
Penolakan Jokowi atas kepulangan WNI eks ISIS di luar negeri itu perlu pertimbangan bahwa bagaimana pun masi memiliki status kewarganegaraan Indonesia. Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk memberikan perlindungan.
Jika kita melihat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia." Secara tersirat setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan.
Di sisi lain, Jokowi tentu saja dilema terhadap pemulangan WNI eks ISIS yang bisa mempengaruhi ideologi negara.
Wajar jika kemudian pemulangan WNI eks ISIS menjadi dilema. Benar kata Jokowi, pertimbangan baik dan buruknya harus dikaji secara matang. Begitu juga dengan penangan setibanya di tanah air.
Penangan tidak seperti observasi yang dilakukan WNI dari Wuhan hingga dinyatakan bebas bebas virus corona, sudah barang tentu perlakuan akan berbeda terhadap WNI eks ISIS.
Kepergian WNI ke Suriah sudah pasti dipengaruhi oleh keyakinan bahwa jalan perjuangan hidupnya untuk berjuang bersama ISIS. Suatu keyakinan yang mengorbankan segala kehidupan di tanah air dan rela bertaruh nyawa di medan pertempuran di Irak dan ISIS.
Pemahaman ideologi bangsa Indonesia yang sudah berubah sesuai pemahaman ISIS tidak akan gampang dikembalikan seperti semula. Ini soal keyakinan yang tertanam dalam hati dan pikiran. Butuh waktu lama untuk mengikis ideologi ISIS.
Meskipun begitu, keselamatan dan perlindungan WNI eks ISIS masi menjadi tanggungjawab pemerintah. Kajian hukum semoga mengedepankan kemanusian dan tetap memiliki kontrol agar paham radikalisme tidak mengkontaminasi warga Indonesia jika dipulangkan.