Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Kontroversi Bawa Pulang Piala Citra 2019

8 Desember 2019   23:22 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:50 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Instagram Akun Resmi Festival Film Indoensia @festivalfilmid

Masi ingat rasanya, ketika asik menikmati tontonan film, kemudian terusik dengak kedatangan sekelompok masa dari Front Pembeli Islam (FPI). Film yang baru beberapa menit  diputar di gedung Dewan Kesenian Lampung terpaksa harus dihentikan.

Yah, Film Kucumbu Tubuh Indahku yang sedang ditonton sekelompok penggemar film itu kemudian mendapat boikot. FPI menilai,  film yang diperankan Muhammad Khan itu dapat merusak moral anak muda dengan adanya unsur LGBT.

Kejadian ini sangat disayangkan oleh para penonton yang sudah hadir. Namun massa itu tetap mendesak film tidak bisa diputar lagi.

Sungguh saya merasa kesal. Bukan kah setiap orang punya hak dan tanggungjawab atas pilihannya? Rasanya menghentikan film yang sedang diputar bukanlah cara yang berbudi untuk menyampaikan pendapat yang berbeda  

Namun kita harus maklum. Karena boikot seperti ini bukan hanya di Lampung saja, bahkan di sejumlah daerah. Sadisnya, Film yang disutradarai Garin Nugroho ini pun tidak bebas naik layar di bioskop-bioskop komersil di Indonesia.

Namun, dari keterbatasan akses tayang tersebut, siapa sangka, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim dan Mira Lesmana menyebutkan bahwa Peraih Film Panjang Terbaik jatuh pada Kucumbu Tubuh Indahku. Malam Anugrah Festival Film Indonesia (FFI) 2019 menjadi bukti, film ini layak membawa pulang Piala Citra.

Film tentang penari lengger lanang khas Jawa itu selain menjadi film terbaik, juga mendominasi perolehan di berbagai katagori FFI 2019.

Diantara perolehan penghargaan adalah Muhammad Khan, dipercaya membawa pulang piala Pemeran Utama Pria Terbaik. Nasib baik juga didapat Whani Darmawan yang mendapatkan penghargaan Pemeran Pendukung Pria Terbaik. Rasanya tanda-tanda film ini akan meraih Piala Citra sudah terendus dengan perolehan Garin Nugroho sebagai Sutradara Film Terbaik.

Kontroversi Biasa

Kontroversi sebuah film sudah menjadi biasa, bahkan dijadikan bagian marketing atau strategi menjatuhkan dari pihak lawan bisnis. Film Dua Garis Biru yang jadi kompetitor juga sempat diterpa gelombang protes di masyarakat. Disebutnya film yang mengangkat kisah dua remaja yang hamil diluar nikah dianggap mendukung seks bebas.

Amat disayangkan memang, arus informasi di media sosial memang sangat berpengaruh untuk menyebarkan berita negatif. Sehingga segala sesuatu yang negatif berkaitan pada moralitas dan agama, langsung dicap pelanggaran. Padahal belum tentu yang turut menyebarkan berita pencekalan itu menonton. 

Bagi saya, studio Bioskop adalah ruang privacy. Peraturan di Bioskop saja sudah jelas hanya akan menjual tiket sesuai dengan batasan usia penonton. Artinya, siapa pun yang datang sudah barang tentu siap untuk menonton.

Sepengelaman saya, ketika menonton film yang mendapatkan pencekalan di media sosial, tidak ada penonton di bioskop yang melakukan protes. Bahkan merasa puas dengan sajian cerita film yang ditontonnya. 

Saya merasakan betul, pemberitaan negatif di media sosial lebih banyak tidak sesuai dengan kenyataan di dalam film. Unsur yang bikin geger hanya opini dengan dalil-dalil yang mendramatisir suatu adegan film. 

Dari sini saya menduga, kebanyakan orang akan terpancing emosi jika pemberitaan menyangkut pada moralitas dan agama. Siapa pun akan lebih peduli dan ikut-ikutan untuk menyebarkannya. Menghakimi tanpa menonton filmnya.

Saya sendiri merasakan betul ketika nonton film Kucumbu Tubuh Indahku dikemudian hari. Banyak nilai positif yang bisa dipetik dan banyak informasi yang menambah wawasan. Diantaranya adalah pendidikan anak usia dini yang harus mendapatkan perhatian orang tuanya. Lengger Lanang sebagai tari khas Jawa yang dimainkan seorang laki-laki dengan sisi feminis pun menjadi pengetahuan baru tentang budaya bangsa. Bahkan sejumlah adat istiadat masyarakat Jawa bisa kita pelajari dalam film ini.

Menjadi Penonton Bijak

Jika kita tidak suka dengan adegan mesrah dua orang laki-laki, simpelnya kita bisa tutup mata jika tidak menginginkannya. Kita harus sadar, setiap adegan adalah rangkaian alur cerita yang saling berkaitan membentuk konflik antar karakter.

Selera tontonan film boleh berbeda. Setiap orang berhak menilai baik dan buruknya. Tidak elok rasanya jika memaksakan kehendak, ketika tidak suka dengan sebuah film, maka mempengaruhi orang lain untuk melarang menonton film itu.

Saya saja tidak pernah ngurusin para penonton Sinetron yang memliki alur cerita mengaduk-adukan moralitas dan agama dengan kemasan komedi dan mistik. Setiap orang punya pilihan selera tontonanya. Biarkan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun