Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revolusi Industri 4.0 Itu Tidak Penting!

6 November 2019   06:00 Diperbarui: 6 November 2019   08:18 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihatlah, Suku Baduy yang dekat dengan hiruk pikuk hedonis Jakarta. Atau suku-suku dan desa adat yang masi menjaga kelestarian lingkungannya. Mereka tidak pernah memikirikan sudah berapa kali revolusi industri berganti, yang ada hanyalah sadar dengan peran manusia sebagai penjaga alam ini.

Bahkan, menjaga alam sudah menjadi tanggungjawab semua orang. Meskipun harus berbenturan dengan kepentingan industri. Rebutan lahan, pohon ditebang. Mengeruk isinya, dan mengusir tuan rumah. Peradaban tanpa adab yang terjadi.

Milenial, jika kita berkunjung ke Suku Baduy di Kabupaten Lebak, 3 jam perjalanan dari Jakarta saja. Bisa menyaksikan sejatinya manusia menjalani hidup selaras bersama alam. Hutan, gunung, sungai, dan ladang menjadi rumah mereka. Tidak ada teknologi listrik, apalagi elektronik.

Mereka bukan menjadi manusia terbelakang, gaptek, dan anti kehidupan modern. Mereka adalah manusia yang punya cara hidupnya sendiri. Hutan adalah sumber kehidupan. Menjaganya adalah kewajiban. Bagi mereka adalah melindungi tempat tinggal saja, tapi bagi dunia ini adalah penyelamatan bumi. Kelestaria  hutan menghasilkan oksigen yang dinikmati oleh seluru mahluk bumi.

Ada banyak bangunan yang disebut sebagai lumbung padi. Hingga puluhan tahun kedepan, gabah yang tersimpan tetap bertahan dan dijamin masi enak untuk dimakan. Persoalan pangan mereka terjamin, tidak seperti kehidupan manusia kota yang sudah kehilangan banyak lahan persawahan. Persoalan pangan pun bisa mengancam keberlangsungan hidup modern saat ini.

Milenial, mengejar revolusi industri hanyalah pola pikir yang terbentuk dari kebutuhan industri.  Setiap kebutuhan tidak akan puas pada satu saja, selalu ingin yang baru. Ini yang kemudian tanpa sadar diperalat pasar global. Tidak kah mau menjadi manusia yang lebih manusiawi?  

Suku Baduy dan Suku Adat lainnya yang hidup bersama alam membuktikan mereka tetap bertahan dengan keyakinannya. Tanpa mengenal revolusi industri dan tidak memperdulikan perkembangan dunia modern. Pikiran mereka lebih visioner jauh meninggalkan manusia yang menganggap dirinya lebih modern.

Mereka berfikir lebih jauh tentang pentingnya hidup. Mengetahui alam adalah tempat tinggal yang tidak tergantikan dengan mesin-mesin. Mereka memaknai kebutuhan hidup untuk saat ini dan gemerasi setelahnya.

Berbeda dengan manusia revolusi industri, hari ini berhasil mendapatkannya, entah masa depan akan seperti apa lagi! Ilmu pengehahuan yang mereka miliki menjadi Tuhan sebagai juru penyelamat. Akal tanpa hati nurani, teknologi tak ada arti.

Tidak salah hidup di kota, sudah takdir! Setidaknya kita bisa hidup tanpa lelah mengejar bayang-bayang revolusi industri yang mencabut jati diri manusia menjadi pengabdi mesin. Jangan mati konyol hanya karena kapitalisme industri. Kita bisa hidup sewajarnya saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun