...Sejak jatuh cinta kepada Lamtiur, aku selalu tiba di sekolah lebih awal daripada penjaga sekolah. Kurasa, pak Kepala Sekolah, pak Simangunsong, rumahnya di dekat sekolah, sudah membaca gelagatku. ..
Sial seribu sial, bukan balasan cinta yang kudapat, tapi semprotan pedas berbau sindiran dari Lamtiur yang ditulisnya besar-besar. "Ih, MASIH KECIL SUDAH JATUH CINTA Ha...Ha..." Pantasan Uji memberikannya dengan wajah agak bersalah, ia sepertinya tidak tega melihatku terluka. Ia menepuk pundakku pulak, seperti orang menabahkan orang yang sedang berduka.
Membaca itu aku tertekan. Lamtiur membuatku berantakan. Aku malu tak tertanggungkan. Surat itu langsung kusobek-sobek, kubuang ke semak-semak di belakang sekolah. Tak cukup sampai di situ, sepertinya dugaanku rada benar, aib yang tidak kalah membuatku jatuh, ternyata Uji tidak mematuhi kesepakatan, ia membeberkan perihal penolakan itu kepada teman-temanku, aku jadi bulan-bulanan. Tak tahu mau kutaruh dimana mukaku ini!
Di kesempatan berikutnya, aku tidak lagi berani memerhatikan Lamtiur. Memandangnya dari jauh pun tidak, meskipun dalam hati, aku masih memendam harap. Setiap kali kami bertemu, aku berusaha menghindar. Sialnya, semakin aku menghindar, ada saja momen yang mempertemukan kami, semisal di gereja, di Aek Rangat, dan yang paling mengejutkan, ia adalah kakak kelasku di SMPN Banualuhu. Oh Lamtiur, do you still remember that? ha....ha...
Oleh Mangimpal Lumban Toruan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H