Mohon tunggu...
Manggala Nayahi
Manggala Nayahi Mohon Tunggu... -

Lunatic is on the grass.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat, Realitas, dan Another Brick in The Wall

15 Oktober 2014   00:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:01 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke topik mengenai realitas. Manusia berusaha menciptakan keteraturan di antara chaos dan luasnya aspek yang harus ia pahami tentang dunia. Manusia tidak memahami bagaimana bumi terbentuk, maka muncullah Big Bang Theory. Manusia tidak memahami mengapa manusia memiliki kemiripan dengan monyet, maka Darwin muncul dengan teorinya mengenai evolusi. Manusia tidak memahami mengapa bintang tersusun acak di langit, maka dari itu ia memunculkan rasi dan zodiak bintang, Sirius, Orion, Aries, Capricorn, dan seterusnya. Manusia tidak mengerti bagaimana manusia yang sama-sama berupa seperti manusia bisa berbeda dada dan selangkangannya, maka terbentuklah konsep gender yang seolah-seolah sudah pakem, bahkan seolah-olah datangnya dari Tuhan. Manusia tidak paham kenapa ada entitas lain yang kadang-kadang muncul di depan mata manusia, dan manusia menamakan mereka sesuai legenda misteri dan mitos mistik di daerah masing-masing. Semuanya tujuannya satu, supaya manusia hidup dan berpikir teratur. Teratur. Teratur. Teratur.

Opini saya yang bisa jadi bodoh ini saya tutup dengan sebuah penggalan lirik yang mampir di otak saya saat saya menulis hal-hal ini, entah mengapa:

"All in all, you're just another brick in the wall." - Pink Floyd, Another Brick in The Wall

Pada akhirnya, belajar filsafat bukanlah untuk membuat kita menyimpang dari nilai-nilai apa yang kita bawa sejak kecil. Namun, filsafat membantu menguji nilai tersebut. Sudah benar atau belum. Ada yang perlu diperbaiki atau tidak. Jika ada yang harus diperbaiki, lalu apa? Jika belum benar, lalu bagaimana? Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan, manusia akan berusaha mengkaji ulang apa yang ia percayai. Jika ia berhasil menemukan bahwa nilainya selama ini sudah yang paling benar, maka bersyukurlah. Jika ia berhasil menemukan bahwa nilainya selama ini salah, bersyukurlah, cari yang benar, dan temukan. Jika sudah temukan, bersyukurlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun