Mohon tunggu...
Dedi Sudrajat
Dedi Sudrajat Mohon Tunggu... -

Saya suka jalan jalan pakai motor tapi bukan seorang seorang biker ataupun adventurer, hanya pengendara motor yang suka blusukan saja. Bergabung dengan forum Nusantaride

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Memburu Curug Cicalobak bag. 2

13 Juni 2014   00:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:00 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serasa akan meledak dada saya saking gembiranya. Rasa lelah yang sepertinya akan mencapai limitnya hilang seketika. Pemandangan yang menakjubkan terpampang di depan mata. Tempat yang masih jadi misteri bagi sebagian orang.  Tebing tinggi menjulang, batu batuan yang sangat besar.  Saya seperti terlempar ke ribuan atau jutaan tahun yang lalu.  Seperti di film Jurasic Park.

[caption id="attachment_342162" align="alignnone" width="640" caption="Kagum ini seperti tak ada ujungnya"]

14025688391456694509
14025688391456694509
[/caption]

[caption id="attachment_342163" align="alignnone" width="640" caption="Saya yakin ada banyak cerita masa lalu di batuan ini"]

14025689791273422169
14025689791273422169
[/caption]

Setengah jam lamanya kami menikmati keindahan alam ini. Sebenarnya masih betah, tapi mang Eben mengingatkan untuk segera meninggalkan tempat itu. Ada pertanda katanya. Air di kawah curug tiba tiba mengeluarkan gelembung gelembung. Mudah-mudahan ini pertanda baik, katanya. Tapi untuk jaga-jaga lebih baik kita meninggalkan tempat ini.

Dan kembali kami bersusah payah melewati jalur yang sama seperti tadi. Ketika sampai kembali di pelataran batu yang luas tadi kami berhenti sejenak. Memandang ke atas tebing, ke jalur jalan yang harus kami lewati, lemas rasanya. Turun aja sudah repot, apalagi naik. Mang Eben pamit untuk melanjutkan pekerjaannya mengambil buah 'caruluk'. Caruluk adalah buah pohon aren yang akan diolah menjadi kolang kaling. Seraya bersalaman saya mengucapkan terima kasih atas kesediaannya mengantar kami ke depan curug. Saya tempelkan ke telapak tangan dia uang alakadarnya sebagai tanda terima kasih. Dia pun berterima kasih lalu berjalan ke arah hutan dan menghilang diantara pepohonan.

Saya jalan duluan. Tangan kiri memegang sepatu yang belum dipakai lagi. Di jalan tanah licin lebih mudah jalan bertelanjang kaki. Beberapa kali kami berhenti sekedar mengatur nafas. Air minum sudah habis tadi waktu di depan curug.

Sedikit demi sedikit akhirnya kami sampai di punggung curug. Setelah membersihkan kotoran tanah di kaki kami lanjutkan jalan menuju tempat kami menitipkan motor. Sampai di tempat parkir motor saya langsung buka baju yang basah kuyup oleh keringat. Beli minuman botol yang dingin. Segar rasanya. Kering keringat, pakai baju lagi, baju yang kering ambil dari sidebag. Baju yang basah tadi saya masukan ke dalam sidebag. Kebiasaan saya kalau jalan jalan suka banyak bawa baju ganti.

Dirasa cukup beristrirahat perjalanan dilanjutkan. Saya mengambil arah meneruskan jalan yang tadi. Tidak kembali ke desa Sirnasari. Jalan menanjak panjang, gravel. Kemudian menurun panjang juga. Kami menyusuri jalan yang naik turun bukit. Khai tertinggal agak jauh. Saya berhenti sampai ia kelihatan di kaca spion, lalu saya jalan lagi.

[caption id="attachment_342165" align="alignnone" width="640" caption="Sepanjang jalan keindahan tak ada habisnya"]

14025693381171119015
14025693381171119015
[/caption]

Hampir Pukul 13 kami sampai di Sagaranten Sukabumi. Kami berhenti di sebuah warung makan. Istirahat dan makan siang.  Perjalanan masih jauh. Tujuan kami selanjutnya Jampang Kulon lewat Tegalbuleud.

Tamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun