Keempat, menurunkan stress. Buku adalah destinasi imajinasi yang tak pernah sepi. Destinasi yang selalu menarik untuk dikunjungi. Cakrawala pengetahuan, gagasan hingga pelipur lara yang selalu setia menunggu pembaca menjemputnya. Semisal tatkala kita membaca novel, maka tak jarang pembaca dibuat larut dalam alurnya. Terkadang terpikal-pikal, haru biru hingga tegang karena alur cerita di dalamnya.
Itu artinya kegiatan membaca adalah dimensi pertautan imajinasi dan psikologis yang sengaja dibangun oleh seorang penulis. Sementara pembaca adalah pelancong di dalamnya. Sebagai pelancong ia bisa mengambil dua sikap: menikmati atau tersesat. Menikmati berarti pembaca larut dalam destinasi yang sama persis dibangun (dikehndaki) oleh penulis. Berkebalikannya, tersesat berarti pembaca tidak menikmati destinasi yang proyeksikan pembaca karena salah tafsir dan ada ekspektasi yang dibawa sebelumnya.
Kelima, terhindar dari insomnia. Rutinitas membaca buku cetak (hard print) sebelum tidur cenderung menjadikan tidur kita lebih baik dan berkualitas. Mengapa demikian? Sebab membaca buku (cetak) sebelum tidur mengoptimalkan kinerja indera penglihatan dalam ceruk aksara dan otak dalam dimensi imajinasi tertentu sebelum menuju kondisi alfa. Karena inilah membaca buku disebut mampu menjadikan seseorang terhindar dari insomnia.
Berbeda dengan membaca buku melalui gawai. Membaca buku digital melalui gawai justru akan membuat pembaca insomnia. Sebab cahaya yang dipancarkan gawai (gadget dengan versi lainnya) justru akan membuat pembaca untuk terus terjaga. Membuat pembaca sulit untuk memejamkan mata. Oleh sebab itu, sangat tidak dianjurkan membaca buku digital sebelum tidur jika anda ingin tidurnya berkualitas.
Keenam, membaca mencegah pikun. Demensia adalah penyakit orang di usia lanjut. Lumrahnya, semakin lanjut usia seseorang maka kapasitas dan kualitas kognitifnya akan mengalami penurunan. Maka tak ayal, jika banyak ingatan seseorang yang tak terselamatkan di usia sepuh. Kabar baiknya, penyakit itu dapat dicegah dengan tradisi membaca. Melalui tradisi membaca buku yang baik, fungsi kognitif dan memori akan terproteksi dengan baik.
Ada pun jika ternyata anda mengalami pikun di usia muda ada kemungkinan anda telalu alfa bergaul dengan buku. Hendaklah kurangi aktivitas menonton drakor, Tik Tok, youtube dan bermain game online yang penuh dengan toxic. Biasakanlah selembar dua lembar bagian dari buku mulai anda baca. Lebih bagus lagi jika anda mampu meluangkan waktu 30 menit setiap hari untuk membaca dan merefleksikan hasilnya dalam bentuk tulisan.
Ketujuh, meningkatkan harapan hidup. Mortalitas adalah keninscayaan yang tak dapat dipungkiri dalam hidup. Akan tetapi hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang memiliki tradisi membaca buku yang mapan memiliki harapan hidup lebih lama. Mereka yang memiliki tradisi membaca buku 30 menit setiap hari mengalami kesempatan penurunan mortalitas 20% dibandingkan mereka yang tidak biasa membaca buku.
Spesifiknya lagi, mereka yang tidak membaca sama sekali atau sekadar membaca koran, majalah, dan media lainnya tidak seberuntung orang yang gemar membaca buku. Sebab, mereka yang terbiasa membaca buku secara rutin dalam kurun waktu standar cenderung memiliki harapan hidup dua tahun lebih lama. Lantas, mengapa anda tidak mulai membaca dari sekarang?
Sedangkan membaca dapat mengurangi depresi adalah pamungkas dari manfaat membaca. Maksudnya, pamungkas dalam pembahasan ini, bukan berarti pengerdilan--mendiskreditkan sekian banyak--manfaat tradisi membaca dari sudut pandang lain. Orang depresi umumnya diliputi perasaan merosot seperti tertekan, muram, sedih, kalut serta merasa terasing dan terisolasi dari lingkungan sekitar.
Singkatnya, depresi adalah penyakit mental. Kendati begitu penyakit ini dapat berkurang manakala yang bersangkutan (penderita) memiliki kebiasaan membaca buku. Membaca buku apa pun itu, baik fiksi atau non fiksi. Utamanya membaca buku yang bergenre motivasi diri (self help).
Mungkin kita masih ingat bagaimana sosok alm. BJ. Habibie begitu depresi tatkala ditinggalkan kekasih sejatinya, Ainun. Hingga akhirnya dokter merekomendasikan beliau untuk membaca dan menulis buku sebagai obat terbaik. Karena dua aktivitas itu pula beliau kembali move on dan bergairah menjalani hidup hingga kembali dalam pelukan Tuhan penuh kedamaian.