Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Agenda Out Class Ketiga di Bukit Dhoho Indah Kediri

12 Januari 2023   14:00 Diperbarui: 12 Januari 2023   14:04 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah dua kali terlaksana, kini agenda out class benar-benar menjadi oase bagi sumber daya manusia lembaga yang ada. Tampaknya santri, wali santri, dan dewan asatidz yang ada di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung sepakat untuk menyatakan: "ketagihan dan menantikan" agenda out class selanjutnya. Saya kira tidak berlebihan jika menandaskan hal itu terjadi karena memang dalam pandangan dan benak mereka kegiatan out class adalah momentum yang pas dan mengena.

Pas dan mengena seperti apa maksudnya? Kegiatan yang menjadi angin segar dari berbagai hiruk-pikuk onak hidup. Semacam agenda pelipur lara hati dari bejibun persoalan hidup masing-masing orang yang kemudian akan terasa ringan manakala mengikutinya. 

Seperti dahaga si papa yang kemudian menjadi harapan indah setelah selesai tercukupi kebutuhannya. Konsep belajar sambil bertamasya di destinasi wisata alam itulah yang menjadi daya tarik dan kunci candu penantiannya. Dalam perspektif inilah agenda out class saya sebut sebagai oase.

Selang empat bulan dari agenda out class kedua, Minggu, 19 Januari 2020 TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung kembali menghelat agenda out class ketiga.  

Agenda out class ketiga ini dihelat di Bukit Dhoho Indah Kediri. Lebih tepatnya, lokasi destinasi wisata tujuan itu terletak di Jl. Raya Tiron, RT 011 RW 003, Gondang, Jatirejo, Kediri. Lokasi yang lumayan sedikit jauh jika dibandingkan dengan dua agenda out class sebelumnya.

Pemilihan lokasi sendiri bertumpu pada tidak adanya opsi wisata alam lain yang kami temukan di Tulungagung kala itu. Ketidakadaan opsi lain ini merujuk pada sarana-prasarana destinasi wisata yang memadai untuk melaksanakan pembelajaran di tempat. 

Ditambah dengan kecenderungan konsep dasar agenda out class ketiga ini yang lebih menitik beratkan pada sisi memantik kembali semangat belajar para santri setelah libur panjang tahun baru. Sehingga sisi adaptasi santri dengan kegiatan normalisasi di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung yang menjadi fokus utamanya.

Atas dasar itu pula kami menyetting plot acara tersebut dengan mode edukasi yang fun dan happy. Ada pandangan dan kehendak bersama bahwa proses dan mengikuti pembelajar di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung itu menyenangkan dan berkesan. Hal itu ditegaskan dengan baik melalui kombinasi pembelajaran merdeka di dalam dan luar kelas. Misalnya saja seperti agenda out class ketiga ini.

Di samping itu agenda out class ketiga ini juga dapat dijadikan sebagai ajang tamasya para santri dengan keluarga tercinta. Ini penting dilakukan mengingat proses pembelajaran para santri itu akan menjadi lebih baik tatkala ada keintiman, support dan alasan kuat yang terbentuk di dalam diri masing-masing santri. Kami berharap acara ini dapat menjadi support sistem melalui interaksi sosial yang benar-benar efektif merefresh semangat belajar para santri.

Berbeda dengan dua out class sebelumnya, pada agenda pembuka tahun ajaran baru ini  kami menuju lokasi tujuan dengan menaiki bus. Tidak lagi mengandalkan mobil pribadi wali santri. Bus ini adalah hibah dari ketua yayasan. 

Dengan kata lain, penyewaan bus sekali jalan (pulang-pergi) ini tidak lagi menjadi beban tanggungan kelompok ataupun perorangan. Tugas kami (panitia pelaksana) hanya mencukupi kebutuhan makan dan rokok sopir dan kondektur.

Bus long size yang kami tumpangi ini memuat 60 orang penumpang. Setengah kapasitas dari kuantitas santri yang kami miliki. Mengapa demikian? Sebab bus ini tidak hanya memuat para santri melainkan juga wali santri dan dewan asatidz. Sehingga jika dikalkulasikan, santri yang terlibat dalam agenda out class ketiga ini sekitar 30 orang saja. Sementara sisanya dilengkapi dengan wali santri dan dewan asatidz. Jumlah yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan antusias dua agenda sebelumnya.

(Dokumentasi pribadi: Kondisi Bus yang kami naiki)
(Dokumentasi pribadi: Kondisi Bus yang kami naiki)

Jika boleh jujur, selain bus long size sebenarnya Pak Imron selaku ketua yayasan juga sempat menyediakan satu mobil elf. Sebelum berangkat, bahkan kedua mobil itu terparkir tepat di bahu jalan depan musala Baitussalam. Akan tetapi karena antusias dari santri dan wali santri yang mulai mengendor mobil elf itu tidak jadi disewa. Alhasil yang berangkat kala itu hanya dua mobil saja. Satu bus long size dan mobil kijang pribadi Pak Imron yang ditumpangi keluarganya.

Sekitar pukul delapan lebih kami bertolak dari musala Baitussalam menuju lokasi tujuan. Jika merujuk pada estimasi waktu yang disediakan google maps kurang lebih kami harus menempuh perjalanan selama 1 jam 15 menit. Perjalanan yang lumayan lama. Kendati demikian kami berusaha menikmati momentum kebersamaan sepanjang jalan. 

Ada banyak hal yang tumpah ruah dibicarakan wali santri dan dewan asatidz selama di bus. Mulai dari berbagi pengalaman personal, senda gurau, berbagi camilan dan lain sebagainya.

Di lain sisi saya juga mendapati beberapa santri yang asyik memainkan gaway pribadinya. Entah itu sibuk main game online seperti mobile legend dan free fire, ataupun ketagihan men-scroll media sosial pribadinya. Ada pula santri yang mengobrol dengan bahasa isyarat, memilih tidur sepanjang perjalanan hingga ada satu dua santri yang memilih menikmati perjalanan sembari melahap snack yang sengaja ia bekal dari rumah. Warna-warni memang kehendak dan kenyamanan yang ditampilkan dari masing-masing penumpang.

Satu jam berselang kami tinggal beberapa meter sampai di lokasi. Persis di pintu masuk destinasi kami dijegal pihak pengelola. Mereka mengintrogasi kami tentang jumlah semua partisipan yang hendak berkunjung ke destinasi. Dalam hal ini saya dan Mas Zakaria tampil sebagai garda terdepan. Kami berdua mengurus tiket masuk sesuai jumlah partisipan yang terlibat. Kala itu, kami meminta diskon khusus untuk pengunjung yang masih balita. Permintaan itu pun di-acc oleh mereka.

Akan tetapi sesaat kemudian hal itu justru menjadi bumerang tatkala kami berada tepat di pintu masuk destinasi. Petugas di pintu masuk menghitung karcis sesuai jumlah pengunjung yang ada. Kendati kami telah melakukan konfirmasi dan negosiasi secara dua arah, petugas kekeh mendesak kami untuk segera membayar tiket masuk yang masih kurang. 

Jika tidak demikian, maka sebagian dari pengunjung tidak bisa masuk. Dengan hati yang lapang akhirnya saya kembali merogoh kocek guna menggenapkan kekurangannya.

Kami berhasil memasuki area wisata. Kesan pertama yang kami tangkap dari area destinasi wisata berbasis alam itu adalah asri, homely dan fun serta happy. Betapa tidak, beragam wahana permainan ada di sana. Beberapa gazebo berbahan dasar bambu dan injuk berdiri tegak di beberapa titik area wisata. Wastafel, toilet dan tempat sampah menghiasi beberapa sudut yang ada. Meski begitu pepohonan dan bunga tetap tegak lurus alami tanpa direkayasa. Ada pula kolam ikan yang lumayan besar sebagai spot pemancingan.

Mungkin jika destinasi wisata alam ini dibandingkan dengan dua destinasi wisata alam sebelumnya sangat berbeda jauh. Perbedaan itu tampak dari ketersediaan sarana dan prasarana, akses jalan serta soal menghabiskan biaya. 

Kendati demikian kami tidak sampai hati "mengaduh" dan menyesali segala sesuatu yang telah terjadi.  Bagaimana pun dalam hal ini kami sedang bicara soal lika-liku terlaksananya agenda out class dari waktu ke waktu. Bukan sedang mengeluh. Menggali hikmah dan pelajaran untuk melepas dahaga pengalaman yang tak ada habisnya ditengguk.

Lantas kami memilih spot yang lumayan lapang untuk membeberkan tikar sebagai alas duduk. Tempat duduk wali santri dan santri sengaja kami gelar dengan memakan jarak. Jarak itu kami buat dengan maksud agar tidak ada kegaduhan selama proses rangkaian acara yang telah kami susun sedemikian rupa jauh-jauh hari. Dengan alas duduk yang berjarak itu pula kami menaruh harapan besar dua kegiatan berjalan lancar. Wali santri bersama kelompoknya sibuk berinteraksi, berbagi dan menikmati sedangkan para santri dengan dewan asatidz carut-marut mengkaji dan menghayati.

Acara dimulai dengan merapal surah Al Fatihah. Dilanjutkan dengan peregangan otot. Mulai dari kepala, pundak, tangan, pinggang hingga kaki. Tak ketinggalan sebagai pamungkas dari proses pembukaan kami juga melakukan senam mulut. Vokal A, I, U, E, O semampunya kami lantangkan setelah sebelumnya menggerak-gerakan lidah secara lincah melintasi semua ruang rongga mulut.

Para santri kami kondisikan berkelompok. Masing-masing kelompok bertugas menyusun puzzle huruf Hijaiyah. Hal ini kami lakukan guna merefresh kembali ingatan para santri setelah libur panjang. Terlebih lagi pada sesi out class sebelumnya kami belum puas dengan hasil kerja sama yang mereka lakukan. Tentu itu problem yang harus sesegera mungkin harus dipecahkan, sebab melalui puzzle huruf Hijaiyah itu sebenarnya kami sedang mengevaluasi seberapa jauh kemampuan, inventarisasi pengetahuan dan pemahaman para santri dari proses pembelajaran.

Proses penyusunan puzzle huruf Hijaiyah perkelompok itu lumayan berjalan alot. Kurang lebih memakan waktu sekitar 30 menit. Setelah selesai, kami mendokumentasikan hasi kerja masing-masing kelompok sembari seseorang dari mereka mengangkat kertas A4 yang memuat hasil kerja sama mereka setinggi setengah dada. Lima kelompok berhasil terabadikan hasil kerjanya.

Selepas itu, kami bergegas mengondisikan diri untuk makan bersama. Masing-masing santri, wali santri dan dewan asatidz serta keluarga besar ketua yayasan mendapatkan jatah makan siang satu buah nasi kotak. Kebetulan kala itu segala kebutuhan konsumsi makanan dan servis sopir sekaligus kondekturnya ditanggung dari uang kas infaq santri. Uang infaq santri memang sedari awal disetting untuk kepentingan bersama semacam agenda ini.

Do'a sebelum makan kami lafalkan. Tidak butuh waktu lama untuk kami melahap makanan yang tersedia. Setelah sampah bekas konsumsi makanan teramankan tanpa sisa, lantas para santri kami bebaskan untuk merenggangkan ototnya dengan bermain di wahana permainan yang ada. 

Dari kejauhan tampak sebagian dari mereka menjajal jembatan ayun. Baik itu jembatan ayun yang memiliki pegangan tangan ataupun yang tidak. Menaiki ayunan,  mencoba jungkat-jungkit, tapak seribu langkah, bergelantungan di besi, berusaha mengamati kambing dan rusa di tepi pagar, mengamati bola manusia yang terapung di kolam, hingga menjepret berbagai pose di spot yang dipandang Instagramble.

Setengah jam lebih mereka bermain bebas, setelahnya baru kami menutup acara dengan berdo'a dan merapihkan kembali semua perlengkapan yang kami bawa. Dua dus aqua gelas dengan merk tertentu masih saja tersisa. Beberapa jajanan bahkan masih belum terjamah namun isian perut kami telah menolak untuk diisi. Semua yang masih tersisa kami usung ke dalam bus. Setelah 3 jam di Bukit Dhoho Indah Kediri akhirnya kami pun harus bergegas pulang.

Dalam perjalanan pulang kami menyempatkan diri mampir di tugu simpang lima gumul Kediri. Tugu tersohor yang sengaja didesain khusus menyerupai bangunan tugu bersejarah di Perancis. Begitupun dengan tugu simpang lima gumul, hampir dalam setiap sisi bangunannya melukiskan sejarah kerjaan Dhoho. Tepat di bawah bangunan tugu itu bahkan terdapat sebuah museum yang menyimpan benda-benda dan cerita sejarah kerjaan Dhoho Kediri. Di hari-hari tertentu di bagian sisi tugu itu juga kerap kali ditemukan perpustakaan berjalan menggunakan mobil.

(Dokumentasi pribadi: Simpang Lima gumul Kediri dari salah satu sisi)
(Dokumentasi pribadi: Simpang Lima gumul Kediri dari salah satu sisi)

Keindahan arsitektur dan view yang disuguhkan oleh tugu simpang lima gumul--utamanya pada sore hari menjelang malam bahkan saat larut malam--Kediri ini pula yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang hilir mudik berkunjung. 

Kehadiran wisatawan lokal tersebut pada kenyataannya berdampak pula terhadap penghasilan tukang parkir, penjual kaki lima dan angkringan mini yang terletak di lingkungan sekitar simpang lima gumul. Tak sedikit dari mereka mengabadikan momentum berkunjung di tugu simpang lima gumul Kediri itu dengan berswafoto.

Menikmati dan menyusuri keindahan arsitektur bangunan tugu simpang lima gumul Kediri berakhir, kami pun kembali meneruskan perjalanan pulang. Suasana perjalanan pulang di dalam bus pun sangat begitu hening, sebab sebagian besar dari para penumpang memilih menghabiskan waktu pulang dengan menyelami pulau kapuk. Sore menjelang magrib akhirnya kami sampai di musala Baitussalam. Lekas itu kami kembali bertolak menuju pelukan hangat kediaman masing-masing.

Tulungagung, 12 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun