Mungkin jika destinasi wisata alam ini dibandingkan dengan dua destinasi wisata alam sebelumnya sangat berbeda jauh. Perbedaan itu tampak dari ketersediaan sarana dan prasarana, akses jalan serta soal menghabiskan biaya.Â
Kendati demikian kami tidak sampai hati "mengaduh" dan menyesali segala sesuatu yang telah terjadi. Â Bagaimana pun dalam hal ini kami sedang bicara soal lika-liku terlaksananya agenda out class dari waktu ke waktu. Bukan sedang mengeluh. Menggali hikmah dan pelajaran untuk melepas dahaga pengalaman yang tak ada habisnya ditengguk.
Lantas kami memilih spot yang lumayan lapang untuk membeberkan tikar sebagai alas duduk. Tempat duduk wali santri dan santri sengaja kami gelar dengan memakan jarak. Jarak itu kami buat dengan maksud agar tidak ada kegaduhan selama proses rangkaian acara yang telah kami susun sedemikian rupa jauh-jauh hari. Dengan alas duduk yang berjarak itu pula kami menaruh harapan besar dua kegiatan berjalan lancar. Wali santri bersama kelompoknya sibuk berinteraksi, berbagi dan menikmati sedangkan para santri dengan dewan asatidz carut-marut mengkaji dan menghayati.
Acara dimulai dengan merapal surah Al Fatihah. Dilanjutkan dengan peregangan otot. Mulai dari kepala, pundak, tangan, pinggang hingga kaki. Tak ketinggalan sebagai pamungkas dari proses pembukaan kami juga melakukan senam mulut. Vokal A, I, U, E, O semampunya kami lantangkan setelah sebelumnya menggerak-gerakan lidah secara lincah melintasi semua ruang rongga mulut.
Para santri kami kondisikan berkelompok. Masing-masing kelompok bertugas menyusun puzzle huruf Hijaiyah. Hal ini kami lakukan guna merefresh kembali ingatan para santri setelah libur panjang. Terlebih lagi pada sesi out class sebelumnya kami belum puas dengan hasil kerja sama yang mereka lakukan. Tentu itu problem yang harus sesegera mungkin harus dipecahkan, sebab melalui puzzle huruf Hijaiyah itu sebenarnya kami sedang mengevaluasi seberapa jauh kemampuan, inventarisasi pengetahuan dan pemahaman para santri dari proses pembelajaran.
Proses penyusunan puzzle huruf Hijaiyah perkelompok itu lumayan berjalan alot. Kurang lebih memakan waktu sekitar 30 menit. Setelah selesai, kami mendokumentasikan hasi kerja masing-masing kelompok sembari seseorang dari mereka mengangkat kertas A4 yang memuat hasil kerja sama mereka setinggi setengah dada. Lima kelompok berhasil terabadikan hasil kerjanya.
Selepas itu, kami bergegas mengondisikan diri untuk makan bersama. Masing-masing santri, wali santri dan dewan asatidz serta keluarga besar ketua yayasan mendapatkan jatah makan siang satu buah nasi kotak. Kebetulan kala itu segala kebutuhan konsumsi makanan dan servis sopir sekaligus kondekturnya ditanggung dari uang kas infaq santri. Uang infaq santri memang sedari awal disetting untuk kepentingan bersama semacam agenda ini.
Do'a sebelum makan kami lafalkan. Tidak butuh waktu lama untuk kami melahap makanan yang tersedia. Setelah sampah bekas konsumsi makanan teramankan tanpa sisa, lantas para santri kami bebaskan untuk merenggangkan ototnya dengan bermain di wahana permainan yang ada.Â
Dari kejauhan tampak sebagian dari mereka menjajal jembatan ayun. Baik itu jembatan ayun yang memiliki pegangan tangan ataupun yang tidak. Menaiki ayunan, Â mencoba jungkat-jungkit, tapak seribu langkah, bergelantungan di besi, berusaha mengamati kambing dan rusa di tepi pagar, mengamati bola manusia yang terapung di kolam, hingga menjepret berbagai pose di spot yang dipandang Instagramble.
Setengah jam lebih mereka bermain bebas, setelahnya baru kami menutup acara dengan berdo'a dan merapihkan kembali semua perlengkapan yang kami bawa. Dua dus aqua gelas dengan merk tertentu masih saja tersisa. Beberapa jajanan bahkan masih belum terjamah namun isian perut kami telah menolak untuk diisi. Semua yang masih tersisa kami usung ke dalam bus. Setelah 3 jam di Bukit Dhoho Indah Kediri akhirnya kami pun harus bergegas pulang.
Dalam perjalanan pulang kami menyempatkan diri mampir di tugu simpang lima gumul Kediri. Tugu tersohor yang sengaja didesain khusus menyerupai bangunan tugu bersejarah di Perancis. Begitupun dengan tugu simpang lima gumul, hampir dalam setiap sisi bangunannya melukiskan sejarah kerjaan Dhoho. Tepat di bawah bangunan tugu itu bahkan terdapat sebuah museum yang menyimpan benda-benda dan cerita sejarah kerjaan Dhoho Kediri. Di hari-hari tertentu di bagian sisi tugu itu juga kerap kali ditemukan perpustakaan berjalan menggunakan mobil.