Dengan kata lain, penyewaan bus sekali jalan (pulang-pergi) ini tidak lagi menjadi beban tanggungan kelompok ataupun perorangan. Tugas kami (panitia pelaksana) hanya mencukupi kebutuhan makan dan rokok sopir dan kondektur.
Bus long size yang kami tumpangi ini memuat 60 orang penumpang. Setengah kapasitas dari kuantitas santri yang kami miliki. Mengapa demikian? Sebab bus ini tidak hanya memuat para santri melainkan juga wali santri dan dewan asatidz. Sehingga jika dikalkulasikan, santri yang terlibat dalam agenda out class ketiga ini sekitar 30 orang saja. Sementara sisanya dilengkapi dengan wali santri dan dewan asatidz. Jumlah yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan antusias dua agenda sebelumnya.
Jika boleh jujur, selain bus long size sebenarnya Pak Imron selaku ketua yayasan juga sempat menyediakan satu mobil elf. Sebelum berangkat, bahkan kedua mobil itu terparkir tepat di bahu jalan depan musala Baitussalam. Akan tetapi karena antusias dari santri dan wali santri yang mulai mengendor mobil elf itu tidak jadi disewa. Alhasil yang berangkat kala itu hanya dua mobil saja. Satu bus long size dan mobil kijang pribadi Pak Imron yang ditumpangi keluarganya.
Sekitar pukul delapan lebih kami bertolak dari musala Baitussalam menuju lokasi tujuan. Jika merujuk pada estimasi waktu yang disediakan google maps kurang lebih kami harus menempuh perjalanan selama 1 jam 15 menit. Perjalanan yang lumayan lama. Kendati demikian kami berusaha menikmati momentum kebersamaan sepanjang jalan.Â
Ada banyak hal yang tumpah ruah dibicarakan wali santri dan dewan asatidz selama di bus. Mulai dari berbagi pengalaman personal, senda gurau, berbagi camilan dan lain sebagainya.
Di lain sisi saya juga mendapati beberapa santri yang asyik memainkan gaway pribadinya. Entah itu sibuk main game online seperti mobile legend dan free fire, ataupun ketagihan men-scroll media sosial pribadinya. Ada pula santri yang mengobrol dengan bahasa isyarat, memilih tidur sepanjang perjalanan hingga ada satu dua santri yang memilih menikmati perjalanan sembari melahap snack yang sengaja ia bekal dari rumah. Warna-warni memang kehendak dan kenyamanan yang ditampilkan dari masing-masing penumpang.
Satu jam berselang kami tinggal beberapa meter sampai di lokasi. Persis di pintu masuk destinasi kami dijegal pihak pengelola. Mereka mengintrogasi kami tentang jumlah semua partisipan yang hendak berkunjung ke destinasi. Dalam hal ini saya dan Mas Zakaria tampil sebagai garda terdepan. Kami berdua mengurus tiket masuk sesuai jumlah partisipan yang terlibat. Kala itu, kami meminta diskon khusus untuk pengunjung yang masih balita. Permintaan itu pun di-acc oleh mereka.
Akan tetapi sesaat kemudian hal itu justru menjadi bumerang tatkala kami berada tepat di pintu masuk destinasi. Petugas di pintu masuk menghitung karcis sesuai jumlah pengunjung yang ada. Kendati kami telah melakukan konfirmasi dan negosiasi secara dua arah, petugas kekeh mendesak kami untuk segera membayar tiket masuk yang masih kurang.Â
Jika tidak demikian, maka sebagian dari pengunjung tidak bisa masuk. Dengan hati yang lapang akhirnya saya kembali merogoh kocek guna menggenapkan kekurangannya.
Kami berhasil memasuki area wisata. Kesan pertama yang kami tangkap dari area destinasi wisata berbasis alam itu adalah asri, homely dan fun serta happy. Betapa tidak, beragam wahana permainan ada di sana. Beberapa gazebo berbahan dasar bambu dan injuk berdiri tegak di beberapa titik area wisata. Wastafel, toilet dan tempat sampah menghiasi beberapa sudut yang ada. Meski begitu pepohonan dan bunga tetap tegak lurus alami tanpa direkayasa. Ada pula kolam ikan yang lumayan besar sebagai spot pemancingan.