Kebiasaanku bersarung dan menutup mahkota lelaki dengan peci
Seperlima abad aku mendekap di penjara suci
Kedua tanganku lumpuh begitu jua dengan kaki
Mataku rabun, telingaku telah lama tuli
Terlebih hatiku sudah lama tertambat sosok sepuh kekasih Gusti
Bertahun-tahun jiwa-ragaku terpatri teruntuk taat dan mengabdi
Menyandarkan pengharapan hidup pada sarung sang kiyai
Banyak waktu yang kuhabiskan dengan; menata sandal, menciumi tangan, berebut barokah dan mengaji
Dan nyatanya kebodohanku selalu menganga tanpa henti
Dahagaku tak berujung pangkal tanpa terkecuali
Sementara toak-toak usang itu tak bosan-bosannya menjadi saksi
Di pelataran masjid komplek asrama itu parau suara pak Kiayi menyumplai petuah-petuah lentera hati
Jiwaku tenang seonggok makna kata telah kucari
Kitab baruku sudah tak perawan lagi
Banyak coretan di sana-sini
Sedang masalah mafhum, izinkan saya memilih gondelan sarung Kiyai.
Malang, 6 September 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H