Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dari Penempaan Diri Hingga Menjadi Pribadi yang Tangguh (Refleksi Memperingati HUT Pramuka ke-60)

15 Agustus 2021   12:21 Diperbarui: 15 Agustus 2021   12:25 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Coba siapa gerangan yang tidak mengenal Putri Tanjung? Salah satu staf khusus presiden termuda dari generasi milenial yang belakangan juga kerap menjadi 'penjaga gawang' di kanal YouTube CXO Media. Selain sebagai pengusaha, ia juga memiliki kanal YouTube pribadi dengan nama asli Putri Tanjung.

Berbeda jauh dengan latar belakang pendidikan Putri Tanjung, kala itu saya bersekolah dari jenjang sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas di satu tempat yang sama, pada satu yayasan pendidikan Islam swasta. Yayasan pendidikan Sabilurrosyad khalayak ramai menyebutkannya. Yayasan ini menaungi Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan pondok pesantren. 

Yang melekat dalam ingat saya, yayasan ini adalah satu-satunya sekolah yang dekat dengan rumah saya. Mungkin itu pula yang menjadi salah satu alasan kenapa saya disekolahkan di sana. Tentu saja itu alasan lainnya setelah urusan ekonomi yang menjadi faktor utama.

Bak tak mengenal lelah. Di kala hari Jumat tiba, biasanya saya pulang ke rumah guna menunaikan salat Jumat di masjid Al-Falah. Satu-satunya masjid di kampung saya. Pikir saya, alokasi waktu dua setengah jam cukup untuk menempuh perjalanan pulang, mandi, salat, makan siang dan kembali lagi ke sekolah. Akan tetapi pada kenyataannya waktu itu terbilang mepet; antara cukup dan tidak. Bahkan belakangan--setelah kerap mendapat hukuman dari kakak Bantara-- saya menjadi tahu bahwa alokasi waktu itu benar-benar sangat tidak memungkinkan dan cukup menyiksa. 

Betapapun keadaannya selalu menempatkan saya di deret kawanan orang yang kena hukuman, namun intensitas saya mengikuti kegiatan Pramuka tetap bersehaja. Push up dan berjemur sudah menjadi menu utama. Bahkan, kopi pahit beberapa kali sempat saya dapatkan di hari Sabtu sekolah jika kebetulan saya bolos tidak mengikuti kegiatan Pramuka. Dibentak, dimaki-maki dan tertekan mental sudah menjadi lalapan. 

Dahulu memang citra dunia pramuka begitu sangar. Kesangaran itu sengaja dibentuk para senior untuk menegakkan kedisiplinan dalam setiap pribadi anggota yang tergabung di dalamnya. Tidak hanya itu, bahkan aura sangar tersebut bertambah kental dengan tampang kakak senior yang kerap menggunakan cela hitam yang menempel di antara dua kantung mata mereka. Tak jarang pula, dengan sengaja suara mereka dibuat berat dan keras hingga siapapun orang yang mendengarnya merasa tertekan dan bergidik.

Sependek ingatan saya, waktu di putih biru ada empat macam tingkatan Pramuka, yakni penggalang: Ramu, Rakit, Terap dan Garuda. Itupun untuk mendapatkannya harus melalui proses latihan, ujian dan memenuhi syarat kecakapan umum (SKU) yang tidak mudah. Mulai dari baris-berbaris, menghapal Morse, menghapal sandi dan beberapa janji yang berlaku dalam Pramuka. Mengisi SKU dan syarat kecakapan khusus (SKK) diperlukan untuk kenaikan tingkat atau mendapatkan tanda kecakapan umum (TKU) dan tanda kecakapan khusus (TKK).

Singkatnya, setiap siswa akan mendapatkan halau rintangan yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan kenaikan tingkatan. Tentu tidak semua anggota Pramuka akan mengambil kesempatan yang sama untuk proses penempaan itu. Artinya, tingkatan itu hanya akan dicapai oleh mereka yang memiliki potensi dan kemampuan yang tangguh. Terlebih lagi, jika mengingat bahwa menjadi anak Pramuka itu harus tahan banting dalam segala medan: baik fisik maupun mental. Sementara saya hanya tertengger di tingkat penggalang Ramu.

Menginjak masa-masa Pramuka di putih abu-abu. Di Madrasah Aliyah (MA) saya kembali berkecimpung dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, Pramuka. Memang ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, akan tetapi rasa-rasanya setiap siswa wajib hukumnya untuk mengikuti kegiatan Pramuka. Terlebih, pangkalan satuan Pramuka di sekolah saya sudah terkenal mengukir sejarah mengajar ke beberapa sekolah di sekitarnya. 

Pangkalan satuan Pramuka sekolah saya memiliki dua ambalan yang sudah terpercaya, yakni Ibnu Sina dan Fatimah Az-Zahra. Kedua nama tersebut saya pikir sudah dapat diterka, mana ambalan putri dan yang putra. Meski demikian, dua ambalan itu tampil dengan kekuatan yang sama besarnya. Bahkan, dalam hal jabatan struktural keorganisasian pun dibagi rata. Tidak pandang bulu berdasarkan jenis kelamin, semua anggota mempunyai peluang yang sama untuk menjadi pimpinan struktural, dengan catatan memiliki kemampuan yang mumpuni dan kecakapan khusus secara pribadi.

Tiga tahun saya bertumbuh kembang di sana hingga akhirnya saya menjadi Bantara. Ada berbagai macam rasa yang telah berkecamuk dan mewarnai proses penempaan diri di Pramuka. Dalam rentang waktu itu pula saya sempat mencicipi bertandang ke beberapa sekolah yang dijadikannya mitra. Dari mulai tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun