Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Euforia Kemenangan hingga Merebut Suara

7 Agustus 2021   21:11 Diperbarui: 7 Agustus 2021   21:20 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perasaan apa yang ada dalam benak Anda tatkala mendapati pebulu tangkis ganda putri Indonesia menyabet juara pertama? Apa Anda bangga dan turut bahagia mengetahuinya? Tentu gamblang jawaban yang tersembunyi dalam dada itu sedikit banyak akan mendeskripsikan posisi dan seberapa besar empati Anda terhadap suka cita yang ada di depan mata.

Kemenangan pebulutangkis ganda putri Indonesia; Gresiya Polii dan Apriyani Rahayu dalam olimpiade Tokyo 2020 kemarin menjadi momentum yang luar biasa. Satu kemenangan yang benar-benar disambut penuh dengan suka cita oleh khalayak umum masyarakat Indonesia.

Terdapat beberapa alasan mengapa kemenangan pebulu tangkis ganda putri itu benar-benar disambut penuh dengan suka cita. Pertama, dua andalan ganda putra Indonesia peringkat teratas dunia versi BWF, tidak berhasil menduduki podium pertama.

The Minions (red; Kevin Sanjaya Sukamulya-Marcus Gedion) yang merupakan juara bertahan satu dunia telah tumbang lebih dulu sebelum memasuki semi final tatkala menghadapi pasangan ganda putra Taiwan, Lee Yang-Wang Chi Lin. Kekalahan The Minions itu terjadi pada set ketiga, setelah pada set kedua mereka berhasil menyeimbangkan keadaan. Meski menelan kekalahan, The Minions tampil sebagai juara grup A.

Bak menelan pil pahit yang baru sampai di tenggorokan, kekalahan The Minions itu diikuti pula oleh ganda putra Indonesia peringkat dua dunia; Mohammad Ahsan-Hendra Setiawan. Pemilik julukan The Dedies itu harus kandas memberi harapan meraih perunggu setelah dikalahkan pasangan negeri Jiran; Aaron-Soh Wooi pada partai pertandingan ketiga. Meski demikian, The Dedies keluar sebagai juara grup D.

Kendati demikian, kabung yang menimpa dua ganda putra Indonesia itu sedikit terobati tatkala pebulu tangkis tunggal putra Indonesia; Anthony Sinisuka Ginting berhasil mengantongi mendali perunggu setelah mengalahkan Kevin Gordon sebagai perwakilan Guatemala. Belakangan beredar rumor, bahwa pelatih Gordon adalah seorang warga Indonesia yang memang memiliki sejarah dalam dunia bulu tangkis.

Kedua, kemenangan Gres-Apri itu pada kenyataannya turut mengamankan tradisi kemenangan pebulu tangkis Indonesia dalam kejuaraan cabang olahraga bulu tangkis dunia. Konfirmasi atas tradisi kemenangan itu sempat disampaikan Zainuddin Amali selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (MENPORA RI) dan mantan pebulu tangkis terbaik tunggal putra Indonesia; Taufik Hidayat, tatkala diwawancarai oleh awak media.

Ketiga, keberhasilan ganda putri Indonesia mengantongi mendali emas di olimpiade Tokyo ini adalah torehan prestasi yang pertama. Sebab prestasi bulu tangkis yang selama ini tampil ke muka lebih cenderung dijuarai oleh tunggal putra, tunggal putri, ganda campuran dan ganda putra. Torehan sejarah baru ini tentu harus dipertahankan dan dilestarikan dalam setiap ajang kejuaraan bulu tangkis selanjutnya.

Euforia kemenangan ganda putri Indonesia itu begitu terasa, sehingga untuk beberapa hari kabar itu terus digoreng menjadi topik hangat pembicaraan di berbagai kanal media sosial. 

Pemberitaan dimulai dengan mewartakan detik-detik terakhir perjuangan Gres-Apri tatkala mengekspresikan kemenangan, kesan-pesan kemenangan, keharuan segenap kru, ucapan selamat yang disampaikan Pak Presiden, MENPORA, tokoh-tokoh lain yang dianggap bersangkutan sampai dengan gegap-gempita kemeriahan dua kubu keluarga atlet yang menyaksikan pertandingan.

Bak terciprati cahaya rembulan, pihak-pihak tertentu lantas memanfaatkan kesempatan itu untuk membangun citra atas nama kepentingan perseorangan. 

Dimulai dari contoh kasus yang sederhana, di mana ada beberapa YouTuber yang dengan sengaja mengulik rekam jejak kehidupan pribadi dan kerja keras yang telah dilakukan oleh Gres-Apri demi mendulang jumlah viewer konten miliknya, sampai dengan tersebarnya flayer ucapan selamat dari beberapa politikus.

Tersebarnya flayer ucapan selamat dari beberapa politikus tersebut kemudian menjadi polemik hangat bagi sebagian kalangan kritikus dan pemerhati. Utamanya, menjadi buah bibir di kalangan pengamat percaturan politik yang mengaitkan hal itu dengan keadaan politik di Indonesia sedang meradang; saling sikut dan menendang demi pencitraan yang sempurna di permukaan. Mengingat, pencalonan capres dan cawapres kian terbentang di hadapan.

Terlebih lagi jika kita mengamati, flayer ucapan selamat itu datang dari kubu partai politik yang akhir-akhir ini terjerat kasus internal dan dipandang selalu kontradiktif dengan kebijakan pemerintah. Bahkan Trending topik di Twitter, secara vulgar menegaskan identitas kubu partai politik yang belakangan ini sempat mengalami perselisihan antara sesama kader itu tidak lain bukan berbicara banyak tentang kualitas secara personal melainkan hanya mengutamakan kiprah trah keturunan.

Sialnya, partai yang sibuk kampanye senyap memperkenalkan satu tokoh tertentu--yang selama ini dipandang tenggelam (red; tidak dikenal masyarakat luas)--melalui persebaran baliho dan billboard kepada masyarakat pun turut kena sasaran. Fadli Zon dalam akun Twitternya menyebutkan, "mereka yang pasang baliho/billboard ke pelosok negeri di tengah pandemi sebenarnya tidak percaya diri. Curi start kampanye perkenalan diri, padahal rakyat sedang susah mencari sesuap nasi. Jangan sampai tertipu lagi."

Seakan-akan saling bersahutan cara pandang, empat-lima hari sebelum Twittan Fadli Zon muncul di tribun hashtag baliho, Denny Siregar dalam kanal YouTube Cokro menyebutkan, bahwa kampaye dengan mengandalkan baliho dan billboard untuk memperkenalkan representasi calon pemimpin negara selanjutnya kepada khalayak ramai adalah ide yang sudah usang dan ketinggalan zaman.

Apalagi jika yang menjadi sasaran empuk dari kampanye perkenalan itu adalah generasi milenial. Tentu, pemasangan iklan di baliho dan billboard yang memakan dana miliaran rupiah itu sangat disayangkan. Pengiklanan itu seolah-olah tidak mengindahkan apa yang menjadi tren center di hiruk-pikuk kecanduan kecanggihan teknologi zaman sekarang.

Sengkarut membangun citra--dalam rangka memperebutkan hak suara pada pemilu raya di masa mendatang--yang dilekatkan pada euforia kemenangan itu sungguh mencerminkan sikap haus akan kekuasaan yang ugal-ugalan. Bagi segelintir kritikus dan pengamatan politik, hadirnya modus desideratif yang sengaja diselipkan dalam persebaran flayer ucapan selamat dari politikus di berbagai kanal media sosial itu tidak lain dipahami sebagai manuver politik praktis semata.

Sudah barang penafsiran terhadap polemik itu bercermin dari sekian banyak kasus manuver politik yang ada sebelumnya, juga terlepas dari ketulusan niat dalam mempersembahkan ucapan selamat itu secara personal tentunya. Yang tampak jelas menonjol ke permukaan sekarang, hanya formalitas yang dibalut kepentingan.

Bagi saya pribadi, saling sikut demi memperebutkan suara mayoritas penduduk Indonesia itu alangkah baiknya dilakukan dengan cara yang lebih sehat dan mengena. Tidak hanya sekadar membangun citra di berbagai kanal media sosial dan di papan iklan seperti halnya baliho dan billboard semata, sebaiknya upaya itu diimbangi pula dengan perjuangan real menyokong kemapanan hidup seluruh masyarakat dalam menghadapi tantangan pandemi Corona.

Sebagai sedikit proyeksi misalnya, langkah itu dapat dimulai dengan memberikan sumbangsih dalam membenahi sektor pertanian dan ekonomi kreatif (home industri) yang memiliki potensi besar dikembangkan oleh khalayak masyarakat desa. Atau mungkin, politikus partai tertentu bisa saja membangun satu sarana yang mampu mendistribusikan produk daripada kerja keras usaha masyarakat yang terbengkalai dan tidak tertata.

Intinya, core of the core untuk mendapatkan suara mayoritas penduduk Indonesia itu harus dimulai dengan kerja nyata, merangkul dan penuh bahasa rasa. 

Sebab, tidak semua orang suka dengan arogansi atas gorengan isu-isu yang berakhir bualan belaka. Jika hanya mengandalkan kamuflase dalam momentum tertentu yang dipandang spekta, yang terjadi justru keblunderan semata; antara mendekonstruksi tradisi suka cita yang bebas motif dan mengaburkan citra diri secara sengaja.

Yang paling penting dari itu semua, euforia kemenangan Gres-Apri itu pada kenyataannya telah banyak membuat sebagian besar penduduk Indonesia riang gembira di tengah-tengah pandemi Covid-19 sedang benar-benar menggentayangi setiap pelosok negeri Indonesia. 

Sementara bahagia dan semangat yang membara adalah salah satu obat mujarab untuk melawan kecemasan sekaligus ketakutan yang menggila.

Dari perjuangan Gres-Apri yang sempat cedera hingga akhirnya berhasil menjadi juara, setidaknya kita semua mampu mengambil satu pembelajaran yang mendalam dan mengena, bahwa masing-masing kita juga mampu menjadi juara dalam menghadapi tantangan pandemi Corona. Mari patuhi protokol kesehatan, jaga kesehatan dan terus saling menebar cinta kasih serta saling menguatkan di antara sesama.

Tulungagung, 07 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun