Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sarkat Itu Apa Sih?

24 Juli 2021   14:46 Diperbarui: 24 Juli 2021   17:25 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa-rasanya agak frontal jika pada tulisan  sebelumnya yang berjudul "Apa Kabarmu Sarkat?", saya secara ujug-ujug menyebutkan istilah itu berulang kali tanpa memberikan penjabaran yang final. Meski telah memberikan definisi secara singkat, menurut saya, justru itu membuat pemahaman yang menggantung bagi pembaca. Maka atas dasar kegelisahan itulah tulisan ini lahir.

Sebelumnya saya sempat menyentil, bahwa Sarkat adalah akronim dari sarapan kata. Satu akronim yang secara khusus dibuat oleh para penjabat KMO Indonesia, yang kemudian masyhur dikumandangkan di kalangan warga KMO pada setiap batch-nya.

Kaderisasi warga KMO Indonesia pada petiap batch-nya tidak pernah dibatasi. Entah itu dari segi usia dan latarbelakang yang multi: agama, sosial, budaya dan ekonomi serta tinggi rendahnya pendidikan yang dimiliki. Yang tampak jelas, semuanya berbaur dengan tekad yang bulat untuk meraih satu mimpi, menjadi penulis produktif yang doyannya menggauli setiap bab literasi.

Sedangkal pengamatan saya, sampai sekarang KMO Indonesia telah menghelat Sarkat hingga batch ke- 35. Itu artinya program Sarkat ini telah berjalan lebih dari dua tahunan lamanya. Dan tentunya telah menelurkan beratus-ratus penulis yang pro dan amatiran-seperti saya.

Jika mau dihitung, mungkin telah ratusan buku solo dan buku keroyokan (antologi) yang telah dihasilkan. Yang jelas, jika diamati secara seksama, berapapun jumlah kelompok pada setiap batch-nya secara pasti akan menyumbangkan karya. Karya keroyokan minimalnya. Karya yang menjadi pemantik candu untuk menghasilkan buku-buku solo berikutnya.

Dalam pelaksanaannya, program Sarkat ini berlangsung selama 30 (tiga puluh) hari, alias sebulan lamanya. Dihelatnya Sarkat dalam rentan waktu yang kontinyu diyakini dapat menggeliatkan potensi literasi yang terpendam dalam masing-masing diri setiap warga. Selama Sarkat itu pula setiap warga harus tunduk pada peraturan (kebijakan) yang telah ditentukan oleh panitia.

Adapun beberapa kebijakan dalam proses Sarkat tersebut, di antaranya: setiap tulisan Sarkat jumlahnya minimal harus 300 kata, atribut hashtag harus lengkap dan tepat, tag penjabat Sarkat (meliputi panitia korlap struktural KMO) harus berwarna biru, sosial media yang digunakan harus disetting publik, mengunggah tulisan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, entah itu di wall akun pribadi atau di wall akun media sosial grup dan diunggah di media sosial maksimal jam sepuluh tepat.

Untuk lebih jelasnya, mari kita beredel satu persatu. Pertama, setiap tulisan Sarkat minimal harus berjumlah 300 kata, bukan jumlah karakter. Setiap kader (sebutan untuk warga baru KMO) yang menjalankan Sarkat selama 30 hari harus mampu membuat tulisan minimal 300 kata. Untuk memastikan jumlah kata itu kurang atau tidak, panitia sengaja memberikan link khusus untuk menghitung berapa banyak kata yang ada dalam tulisan yang telah kita buat.

Jika dihitung berdasarkan kebiasaan, jumlah 300 kata itu sama dengan lima sampai dengan tujuh paragraf. Akan tetapi, jumlah paragraf itu sangat bergantung pada bagaimana penulis mengemas alur pembahasan dalam tulisan. Bisa saja, jumlah 300 kata itu tercukupkan hanya dengan empat paragraf atau lebih dari tujuh paragraf.

Selain itu, penulis juga diberi kebebasan untuk memilih genre tulisan dalam menunaikan Sarkat. Entah itu fiksi, non-fiksi atau sekadar refleksi dari sekian banyak pengalaman hidup. Yang terpenting alur cerita itu jelas, memiliki pronomina yang konsisten dan setting yang orientatif. Serta yang paling penting dari itu semua, jumlahnya harus 300 kata. Jika kurang, mohon maaf, nasib tulisan kita akan dikembalikan dan dihimbau untuk direvisi.

Setiap tulisan Sarkat yang telah melewati proses revisi maka hukumnya wajib menambahkan hashtag revisi tatkala diunggah kembali.

Kedua, atribut hashtag harus lengkap dan tepat. Dalam setiap unggahan Sarkat, masing-masing kader harus mencantumkan hashtag yang telah ditetapkan. Adapun hashtag itu meliputi: #Sarapankata, #KMOIndonesia, #KMOBatch (disesuaikan dengan batch berapa yang diikuti),
#Kelompok27AksaraRasa (nama kelompok disesuaikan dengan kelompok yang diikuti),
#Jumlahkata348 (banyaknya kata disesuaikan dengan jumlah yang ada dalam tulisan kita), serta #Day (hari keberapa kita menunaikan Sarkat).

Kelengkapan atribut dalam setiap unggahan Sarkat itu sangat diperhatikan dengan serius. Manakala ada saja satu hashtag yang tertinggal atau keliru, maka admin yang bertugas mengkurasi tulisan akan langsung mengkonfirmasi kepada ketua kelas. Sementara ketua kelas langsung melayangkan chat di mana kekeliruan itu terletak kepada yang bersangkutan, sembari mengirimkan screenshot yang telah dilingkari detail kekeliruannya.

Ketiga, tag penjabat Sarkat (meliputi panitia korlap struktural KMO) harus berwarna biru. Pejabat Sarkat yang dimaksud ialah penanggung jawab (PJ) kelompok, Neng atau Abang Jaga dan ketua kelas. Ketiga jabatan itu tidak sembarang orang mampu menempatinya, sebab untuk mengampu posisi itu ada proses seleksi yang ketat. Bahkan, untuk menjadi PJ dan Neng atau Abang Jaga harus melalui proses seleksi berhari-hari. Step by step. Dari mengobok-obok wawasan tentang literasi hingga beradu argumen dalam sesi perdebatan.

Tidak berbeda jauh dengan pencantuman hashtag yang hukumnya fardu 'ain, maka hukum itu berlaku juga pada adanya tag penjabat Sarkat. Tidak terpenuhi salah satunya saja, maka unggahan Sarkat kita dipending. Postingan itu akan disetujui oleh admin manakala telah diperbaiki, direvisi. Itu pun dengan catatan, jangan sampai lupa mencantumkan hashtag revisi pada unggahan.

Selanjutnya, tag penjabat Sarkat itu diikuti dengan judul tulisan dan nama penulis. Untuk lebih jelasnya, ambil saja contoh tag itu dari Sarkat yang telah saya unggah pada batch ke-33 dua bulan yang lalu.
"PJ: Sabrina Arianita
Neng Jaga: Pelangi Hujan Gerimis
Ketua Kelas: Dewar Alhafiz
Judul: Istilah Momentum dan Fomenal yang Berlaku di Bulan Ramadan
Penulis: Dewar Alhafiz".

Dalam pandangan saya, pemberlakuan hashtag dan tag penjabat Sarkat tersebut tak ubahnya keyword yang tertampung dalam search engine, yang kemudian akan muncul ke permukaan tatkala kita browsing di mesin pencarian seperti google. Ataupun laiknya tag yang berlaku dalam beberapa platform menulis online pada umumnya. Itu artinya, dengan pencantuman hashtag dan tag itu memungkinkan pengguna lain untuk mudah mencari keyword tersebut, sehingga booming di dunia Maya.

Keempat, sosial media yang digunakan harus disetting publik. Apapun media sosial yang menjadi media untuk menunaikan Sarkat maka hukumnya wajib setiap akun kader dapat dilihat oleh khayalak. Pemberlakuan aturan ini tidak lain bermaksud untuk melatih mental penulis dalam ranah yang lebih luas. Sebab, dengan aturan itu, tanpa memilah-milah, siapapun orangnya dapat memberikan kritik dan saran dengan leluasa.

Hadirnya kritik dan saran terhadap buah pena kita dalam pandangan yang positif tentu dapat menjadi jembatan untuk kebaikan tulisan yang lebih mapan. Baik itu dari segi penempatan: kosa kata, bahasa, istilah, klausa, paragraf maupun dalam penegasan argumentasi dan paradigma.

Pendek kata, kritik dan saran di sini dapat dijadikan sebagai ajang introspeksi diri bagi penulis itu sendiri. Hemat saya, respon apapun yang muncul terhadap buah pena kita sebaiknya terima dengan lapang dada, ambil hikmahnya, terus positif thinking dan perbaiki kesalahan itu letaknya di mana. Dan yang terpenting, kencangkan proses penempaan potensi itu dengan penuh dahaga. Terus berlatih hingga hasil itu menampakkan batang hidungnya.

Sebaliknya, dalam pandangan yang negatif, kemunculan kritik dan saran juga mampu menjadi bumerang bagi penulis itu sendiri. Negatif dalam hal apa? Misalnya, kemunculan kritik dan saran itu malah menjadikan mental si penulis melempem, kurang percaya diri, merasa down duluan sebelum menulis, hingga menjadi trauma tersendiri. Pada level yang akut, hal itu justru dapat menjadikan mental si penulis enggan menyalurkan bakat menulis yang ia miliki. Alias, ia memilih untuk berhenti.

Cara menyikapi kritik dan saran terhadap buah pena itu sebenarnya bersifat personal. Dalam artian, tergantung bagaimana masing-masing kita memandang, memahami dan mengeksekusinya. Bisa saja, kritik dan saran itu menjadi tenaga tambahan, pemantik melipat gandakan semangat dan kesadaran untuk terus meningkatkan proses belajar serta kualitas. Bisa pula, menjadi batu sandungan yang lambat lain menghentikan langkah kita.

Meski demikian, dalam pandangan saya, proses menampilkan buah tangan pribadi di media sosial itu penting dilakukan. Tentu maksudnya bukan untuk pamer, riya', ataupun memancing kecenderungan negatif lain, melainkan hanya hendak menegaskan diri, mengajak dan memotivasi khalayak umum untuk bergerak menuju kebaikan. Saling menggali dan mengembangkan potensi minat literasi.

Sempat saya membayangkan, apa jadinya bangsa ini bila setiap warga negaranya melek akan pentingnya literasi. Setiap gerakan kehidupan sehari-hari masyarakat terdokumentasikan dalam buah pena yang ia tenun di sela-sela waktu istirahatnya dikala siang ataupun malam hari. Betapa tajam dan jelasnya nasabiah sejarah keilmuan yang akan membentuk khazanah peradaban bangsa ini.

Kelima, mengunggah tulisan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, entah itu di wall akun pribadi atau di wall akun media sosial grup. Pembagian jadwal mengunggah Sarkat menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh setiap kader KMO. Sebab, apabila mengunggah Sarkat bukan di media sosial yang telah dijadwalkan maka unggahan Sarkat itu dianggap tidak sah. Orang yang bersangkutan dianggap tidak mengerjakan tantangan.

Sementara apabila ada kasus telanjur salah mengunggah Sarkat di media sosial yang tidak sesuai dengan jadwal maka hukumnya wajib orang yang bersangkutan mengunggah kembali di media sosial sesuai jadwal.

Penjadwalan unggahan Sarkat itu, menurut saya dilakukan dalam rangka menguji tingkat ketelitian dan kedisiplinan setiap kader. Ketelitian dan kedisiplinan dalam hal apa? Bisa saja, ketelitian dan kedisiplinan dalam upaya menghidupkan kembali akun media sosial masing-masing. Teliti mengamati instruksi, mengelola media sosial dan konsisten dalam menarik perhatian serta memberikan respon kepada netizen.

Dari sana, setidaknya masing-masing kita bisa mafhum bahwa untuk mencapai tujuan yang kita idam-idamkan itu perlu adanya langkah yang konsisten, disiplin dan teliti. Tidak ada hasil tanpa perjuangan yang melulu kita gaungkan. Proses yang melulu kita elukan sebagai nafas-nafas kesetiaan.

Sepengetahuan saya, setiap batch yang diadakan oleh KMO Indonesia tidak mesti mengunggah Sarkat menggunakan media sosial yang sama. Misalnya saja pada batch sebelumnya menggunakan platform menulis online seperti KBMApp atau Facebook, sementara pada batch setelah mungkin saja menggunakan media sosial yang lain.

Sedangkan yang terakhir, yakni mengunggah Sarkat di media sosial maksimal jam sepuluh tepat. Penetapan batas waktu mengunggah Sarkat ini tidak lain adalah salah satu bagian dari upaya pendisiplinan. Bagian yang menggenapkan ketentuan yang berlaku pada poin-poin sebelumnya.

Lagi pula, jika diperhatikan lebih dalam, bukankah kebudayaan sebagian besar di antara kita lebih suka memanfaatkan kemampuan The power of kepepet dalam mengerjakan segala sesuatu.

Ada asumsi, bahwa kekuatan besar yang tak terbendung itu akan keluar maksimal dalam keadaan kepepet. Meskipun pada kenyataannya, hasil dari pekerjaan yang dilakukan dalam keadaan kepepet itu tidak pernah ada yang maksimal.

Adapun bagi mereka yang terlambat mengunggah Sarkat ataupun melewati batas waktu yang telah ditetapkan, maka ia dikenakan punishmen untuk membuat permintaan maaf dalam feed Instagram dengan mengetag penjabat struktural KMO Indonesia.

Nah, mungkin hanya sedangkal itu pengetahuan saya tentang Sarkat. Adapun bagi teman-teman yang lebih ngolotok (istilah Sunda: paham betul) tentang seluk-beluk Sarkat lebih lanjut, silakan bisa menambahkan, membantah ataupun mengoreksi atas kesalahan penjabaran yang telah saya lakukan.

Ohya, dulu tatkala saya mengunggah ikrar yang ditulis tangan di akun Facebook, seorang senior di KMO Indonesia sekaligus teman sebaya saya di bangku sekolah menengah pertama sempat berkomentar. "Sudah Sarkat apa belum?", tulisnya dalam kolom komentar. 

"Hahhh? Sarkat? Apa itu Sarkat?", saya menjawabnya dengan polos yang memang waktu belum tahu-menahu tentang Sarkat. Bahkan dalam WAG kecil KMO Indonesia, belum ada wacana Sarkat yang sampai ke telinga saya.

Apa kabar hari ini? Anda sudah Sarkat apa belum?

Tulungagung, 24 Juli 2021

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun