Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Semuanya Bermula dari "Yang Satu"

30 Juni 2021   20:23 Diperbarui: 30 Juni 2021   21:29 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dokumentasi pribadi laman Facebook Yusuf Daud

"Alih-alih manusia hendak menunjukkan kemampuannya guna menyokong kemapanan ilmu, sejatinya di sisi yang lain manusia sedang menunjukkan hakikat diri sebagai yang papa", Dewar Alhafiz.

Sebelum jauh menyentuh pokok persoalan, izinkan saya untuk membuat satu pengakuan, bahwa tulisan ini lahir setelah saya membaca tulisan prof. Yusuf Daud yang berjudul "Science is Religion or Religion is Science" yang diunggah di laman akun Facebook pribadi beliau pada 26 Februari 2020 silam. 

Genap setahun sudah status itu diunggah, tapi bagi saya pribadi, tulisan itu selalu tampak segar dan menggiurkan untuk dilahap. Bahkan saking segarnya sari-sari daripada tulisan itu hingga menyeruak masuk ke dalam pikiran saya "yang labil". Ia tidak segan mencabik-cabik kesadaran diri dan pikiran saya "yang labil" hingga tak bersisa lagi.

Keadaan itu jelas mengaskan bagaimana, seperti apa dan di mana letak dari tulisan ini lahir. Setidaknya, di sini saya tidak sedang mengkritik atau memberi masuk atas tulisan lampau dari prof. Yusuf Daud, melainkan hanya sedikit menyambung lidah sekaligus berusaha menerka-nerka keterkaitan topik persoalan dengan sejumput pengetahuan saya yang sudah mulai usang dan berkarat.

Dalam konteks kekhawatiran yang akut atas pengetahuan saya yang mulai usang dan berkarat itulah saya berusaha berkelit melalui rangkaian kalimat yang tertuang dalam tulisan ini. 

***

Tulisan keren prof. Yusuf Daud selalu menginspirasi saya untuk berusaha mengikuti jejak beliau. Berwawasan luas dan bersahaja.

Saya setuju dengan penjelasan panjenengan tentang semua upaya manusia yang tak pernah mampu dipisahkan dari Yang Ahad (Tuhan, 'Alim). Termasuk pula di dalamnya mengenai perjalanan panjang upaya manusia memfurifikasi ilmu dari agama. 

Dalam konteks dunia kefilsafatan misalnya, upaya pemisahan itu, justru hanya menunjukkan proses panjang dari keterbatasan manusia. 

Pendekatan epistema yang bermuara pada penggunaan rasio dan empiris ataupun wujud sintesis dari keduanya sekalipun, hanya berpijak pada sudut pandang yang fleksibelitas. 

Toh, selalu ada deretan panjang hipotesis, tesis-anti tesis, yang justru menampakan falsibilitas dalam cara pandang manusia yang sempit terhadap 'perkembangan ilmu'. 

Alih-alih manusia hendak menunjukkan kemampuannya guna kemapan ilmu, sejatinya di sisi yang lain menunjukkan manusia yang papa. Mampunya justru hanya melihat 'sesuatu' dari satu sudut pandang yang disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas keilmuan dirinya pribadi. 

Sementara faktanya, 'sesuatu' yang dikaji dengan menggunakan sudut pandang (epistema) yang berbeda dari sebelumnya, hasilnya juga akan berbeda pula. 

Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam setiap proses kehadirannya di dunia selalu ingin menjadi figur utama dalam mengambil peran. Sehingga apapun harus sesuai dengan kehendak pribadinya yang leluasa. Segala yang dibutuhkan manusia harus tunduk dan mengitarinya. 

Hadirnya eksistensialisme yang dipuja-puja, justru hanya menunjukkan sisi kerapuhan 'emosional spiritual' di dalam diri manusia. Menjadikan eksistensialisme sebagai epistema tidak menghentikan Tuhan menunjukkan kekuasaan-Nya. 

Buktinya, banyak ilmuwan-ilmuwan sains (sainstis) yang kewalahan tatkala menghadapi (mengkaji) suatu persoalan yang tidak dapat dipecahkan melalui pendekatan rasional dan empiris. 'Sesuatu yang tidak mungkin adanya menjadi mungkin atas kehendak-Nya'. 

Dalam hal ini, Tuhan tetap sebagai 'alim yang terus mengalirkan pengetahuan yang sama sekali baru bagi manusia. Perkembangan ilmu itu menunjukkan keberlangsungan hidup ilmu itu sendiri dalam pandangan manusia, sembari mendiskreditkan kausalitas di dalamnya. Selanjutnya manusia mengklaim proses itu sebagai temuannya.

Ah, menjadi sangat rumit tatkala mempersoalkan segala sesuatu itu apabila dituntut oleh segenap kepentingan dan sistematisasi yang dikukuhkan dalam keterbatasan manusia. Saya mulai curiga; jangan-jangan peradaban ilmu itupun berlangsung atas dasar mengukuhkan kekuasaan yang berkepentingan dan kepongah an manusia semata.

Dalam konteks ini, saya memahami gambaran ilmu Tuhan itu bekerja layaknya terkisahkan dalam karangan Ibnu Tufail, Hayy Ibnu Yaqdzon. Layaknya Hayy Ibnu Yaqdzon yang tinggal di dalam hutan dan terasingkan dari peradaban. Namun, 'ketekunan dari kesadaran dirinya yang papa' mengantarkan pengetahuan hakikat hidup meresap ke dalam akal dan sanubarinya.

Saya menyanksikan sama sekali, kalau dalam kehidupan Hayy Ibnu Yaqdzon terdapat sistematisasi ilmu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh ilmuwan yang berlaku di abad ini. Sebaliknya, namun saya percaya ilmu itu hidup dan sampai pada dirinya melalui pendekatan observasi kausalitas yang menebus pengetahuan 'alim yang hakiki dan jauh dari kepongahan manusia.

Mungkin ada benarnya apa kata Jacques Derrida, "mari mulai dari yang tidak mungkin". Sejatinya hanya menunjukkan manusia yang papa dan penuh keterbatasan, tanpa kehendak-Nya yang meliputi keselamatan hidup. Termasuk pula saya, yang diliputi ketidaktahuan dan keterbatasan dalam menumpahkan butir-butir kata ini menjadi kalimat yang jauh dari kata sempurna. 

Wallahu A'lamu bisshawwab...
Tulungagung, 30 Juni 2021
Tertanda manusia yang papa
-Dewar Alhafiz-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun