Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Takiran di Hari yang Fitri

13 Mei 2021   11:02 Diperbarui: 13 Mei 2021   11:12 2944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna filosofis takir dalam pandangan masyarakat Jawa ini tidak jauh berbeda dengan konsep dasar cara hidup masyarakat Sunda yang memandang hidup memang harus dijalankan sedemikian hati-hati, harmonis dan penuh kematangan. Hal itu tercerminkan dengan nasihat hirup di dunya teh kudu ngagembol tur laer aisan (hidup di dunia itu harus banyak bekal dan penuh kematangan).

Dalam perkembangannya, dari waktu ke waktu wujud takiran ini sudah mengalami modifikasi dan modernisasi, sehingga jika dahulu bentuk fisik yang semula hanya mengandalkan dan mempertahankan bahan dasar dari alam, maka sekarang lebih praktis lagi. Wadah daun itu telah berganti steropom, besek plastik dan lain sebagainya.

Tidak ada aturan baku ataupun khusus untuk isian dalam takiran itu sendiri. Yang jelas masyarakat senantiasa mengisi setiap takiran yang mereka tenteng dari rumah masing-masing dengan penuh perasaan, kelayakan dan keumuman yang ada. Misalnya saja, takiran itu berisikan nasi, sayur dan lauk pauk. Kehadiran nasi seakan-akan wajib adanya, sementara sayur dan lauk pauk tidak ada batas dan patokannya.

Sayur bisa saja tidak tersuguh di kotak nasi kita, dan lauk pauk itu wujudnya seperti tempe, tahu, telur bahkan daging. Biasanya menu itu dilengkapi dengan kerupuk. Tapi tidak mesti adanya.

Dalam pelaksanaannya, setiap satu tugu (keluarga) biasanya membawa tiga sampai lima buah takiran. Meskipun demikian, tapi jumlah itu tidak pernah dibakukan. Uniknya, setelah takiran itu ditata di tengah-tengah jamaah yang melingkar dan dibacakan do'a, selanjutnya setiap orang akan saling tukar-menukar takiran mereka. Semua takiran yang ada dibagi rata sampai habis. Sehingga orang yang mungkin tidak membawa sekalipun juga akan mendapatkan bagiannya.

Sudah barang tentu landasan utama dari tradisi takiran ini adalah sama-sama saling mengikhlaskan dan diniatkan sedekah atas semua makanan yang disuguhkan. Hal ini dilakukan tidak lain karena tujuan membangun relasi kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan dalam dua dimensi, vertikal dan horizontal. Berusaha membangun kesalehan spiritual dan sosial dalam waktu yang bersamaan.

Ah, akhirnya saya pun merasa enak hati dan diluput kebahagiaan, sebab kepulangan saya dari masjid selepas menunaikan salat Idulfitri kali ini tidak dengan tangan yang kosong. Melainkan menggembol dua besek takiran. Padahal saya tidak menenteng satu pun takiran tatkala berangkat menuju masjid. Ah, tuh kan, lagi-lagi saya dibuat senang dan berenak hati bukan kepalang.

Tertanda pemburu takiran grtisan.
Tulungagung, 13 Mei 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun