Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasa Ini

18 April 2021   11:45 Diperbarui: 18 April 2021   11:56 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Enam terbitan mentari sudah kesucian Ramadan terberkati

Lima kali kumandang azan Magrib itu telah usai dinanti-nanti

Tapi penantian itu tak cukup juga untuk bertepi

Di terminal puasa menjelang enam hari

Ya, pekiknya masih panjang untuk kini, nanti dan esok hari

Menyisakan riuh dahaga tubuh nan meliputi

Mengulur kalam kerinduan di relung hati

Pagi, siang, sore hingga lembayung senja berpamit diri 

Tak terasa kita mencecap energi yang tak berkesudahan dari ayat-ayat wahyu ilahi

Terus saja demikian, dari hari ke hari melintas azan berkali-kali

Tapi dan tapi, 

kesenyapan tanya itu masih saja menggelayuti

menghakimi makna hakiki dari puasa ini

atas rukun Islam keempat yang sedang kita jalani

Ah, makna itu tentu bukan hanya persoalan menahan dari

mengontrol emosi 

menghalau kehendak memasukan segala bentuk materi ke liang mulut ini

meski indera pengecap kita hampir pasi

dan baunya ke sana-sini

Biar kutegaskan sekali lagi

Ini bukan urusan isian perut yang melulu berdemonstrasi

Yang ceracaunya kian lantang menggaduhkan suara di daun telinga menjadi polusi

Pula bukan tentang kebinalan indera pencium kita yang merindukan aroma kari di tengah hari

Merindu wewangian segelas susu putih ataupun kopi

Terlebih menghirup kesegaran sirup yang menggentayangi kerongkongan ini

Sudahlah, ingin kubunuh semua fungsi indera yang kumiliki

Tirakat ini tak mungkin kusudahi

Titah Tuhan tak mungkin mudah teriming-imingi

Karena kenikmatan fana dengan mudah sejenak pergi

Mengubah muasal materi menjadi tai

Satu hal jijik yang kita siram saban hari di pispot kamar mandi

Ah, sudahlah! Lantas mau apalagi

Dan pastinya kita tahu, semakin sore letih itu terus saja menari-nari

Mematutkan diri mengambil kuasa atas kujur awak ini

Saking piawai ritme itu mengajak kita menyerah di seperempat nadi hari

Tapi, masa iya perjuangan imanmu menaklukkan ego ini hanya akan sampai terhenti di sini?

Semoga sorak-sorai kefitrian itu sempat kita cicipi 

Menyulap pupa menjadi kupu-kupu indah yang disenangi

Tulungagung, 18 April 2021.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun