"Hikmah itu tidak mengenal ruang dan waktu. Lantas janganlah heran jika ia datang tiba-tiba, termasuk dari arah yang tidak pernah disangka-sangka sebelumnya", Dewar Alhafiz.
Dalamam perjalanan pulang dari bimbingan belajar privat di desa Ngebong, kecamatan Pakel, saya dengan sangat serius menarik gas motor. Kurang lebih kecepatan laju motor tertanggal di angka 80 Km/jam dan itu jelas saya lihat di spidometer yang kacanya sudah mulai retak-retak. Retaknya kecil tapi banyak.
Disebabkan laju motor yang terbilang lumayan kencang itu akhirnya saya pun berhasil menyalip kendaraan yang ada di depan. Saking fokusnya menyetir dan memperhatikan jalan, sampai-sampai tidak ada insiatif untuk mempertanyakan berapa banyak kendaraan yang telah tersalip. Entahlah, entah berapa jumlahnya. Yang jelas, sampai tulisan ini rampung sekalipun saya belum mengetahui persis jumlahnya.Â
Keasyikan itu pun akhirnya harus terjeda seketika. Dengan mendadak laju motor harus saya kendurkan dengan sangat perlahan, mengingat di depan ada truk yang berjalan lumayan pelan. Tegasnya, rupa truk itu berwarna kuning, layaknya truk pada umumnya yang kerap kita lihat berseliweran di jalan raya dengan aksesoris terpal yang menutupi baknya.Â
Tampak dari belakang, tidak ada yang aneh dengan seluruh bagian dari truk itu. Namun tatkala kedua mata saya tujukan pada pintu bagian bawah bak truk, rangkaian kata yang dibentuk jig-jag menarik perhatian saya. Lantas saya pun curi-curi kesempatan antara melihat jalan dan memperhatikan kata yang terletak pada bagian bawah pintu bak dari truk tersebut.Â
Hampir kurang dari satu menit, akhirnya saya pun berhasil membaca seonggok kalimat yang terpampang pada pintu bak truk tersebut. Bunyinya seperti ini; "Akehono anggonmu nyukuri nikmat supoyo lali carane sambat" (perbanyaklah tempatmu mensyukuri nikmat supaya lupa caranya mengeluh).Â
Kalimat itu singkat, jelas dan padat. Meskipun sederhana tapi syarat akan nasihat. Nasihat seperti apa? Nasihat yang bisa membuat orang-orang yang membacanya ingin segera bertaubat. Bertaubat dari apa? Bertaubat atas kufurnya nikmat yang telah ia perbuat. Ya, itulah salah satu bentuk konkret dari nasihat.
Nasihat sendiri berpadan makna dengan wejangan (bahasa Jawa). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata nasihat diartikan dengan ajaran atau pelajaran yang baik; ibarat yang terkandung dalam suatu cerita dan lain sebagainya. Pengibarat yang terkandung dalam suatu cerita itu maksudnya pesan moral, hikmah atau anjuran-anjuran kebaikan.
Nasihat memiliki banyak jenis, tergantung dalam konteks apa nasihat itu hendak dipakai dan disampaikan. Sehingga nasihat bisa saja bergenre keagamaan, kode etik, moralitas, kebudayaan, pendidikan, politik, ekonomi dan lain sebagainya.Â
Sementara gaya bahasa yang digunakan dalam menulis nasihat umumnya menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dicerna, bersifat tegas, singkat dan padat. Namun kebanyaknya nasihat itu berbentuk satire yang logis. Banyak bertumpu pada silogisme yang terdiri premis mayor, premis minor dan konklusi.Â
Jika kita perhatikan lebih jauh, terkadang nasihat-nasihat di bak truk itu tampil sembari diimbuhi dengan pampangan gambar yang senyawa. Bahkan, tak jarang pula gambar tokoh-tokoh tersohor; entah itu artis, aktor, model, hewan, alam dan lain sebagainya dijadikan sebagai penyempurna yang dipandang pas dalam menyampaikan nasihat itu ke muka. Alasannya sederhana, supaya orang yang membaca langsung "ngeh", mencerna makna yang hendak disampaikan kepadanya.
Ah, saya jadi penasaran, siapakah gerangan yang pertama kali menemukan ide gila untuk menaruh penggalan nasihat pada bak truk? Yang tahu-menahu tolong ya japri saya. Siapapun itu kiranya pantas kita menghadiahi Al-Fatihah seiring do'a.
Lantas kenapa kita harus menghadiahi Al-Fatihah seiring do'a? Sebab itu tak lain adalah salah satu bentuk dakwah yang ringan dicerna semua kalangan dan mudah diterima.Â
Di samping itu, sependek yang saya tahu, nasihat-nasihat itu telah ada jauh semenjak saya bersekolah di sekolah dasar di Desa Dayeuhluhur, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Ciamis.
Secara tidak sadar ide gila itu sama persis dengan nasihat-nasihat atau kata-kata bijak yang kerap kita temukan di bungkus Snack, bumbu halus dapur, penyedap rasa, pada kemasan sabun, pasta gigi, deterjen, permen, susu instan dan lain sebagainya.Â
Lantas bagaimana kita menyikapinya? Seharusnya kita bersyukur sebab masih ada banyak jalan yang tak mengenal ruang dan waktu untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Saya yakin, rangkaian kalimat yang berupa nasihat ataupun serial kata-kata bijak itu tidak tertuang alakadarnya sebagai penghias semata melainkan mempunyai i'tikad (maksud) yang baik terhadap sesama manusia.Â
Bukankah salah satu kewajiban kita sebagai muslim adalah saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran? Begitulah firman Allah SWT dalam Hudan-Nya.
Sampailah saya pada satu simpulan, bahwa seonggok kalimat yang tak sengaja kita lihat dan baca itu terkadang adalah nasihat yang penuh hikmah. Satu nasihat yang hendak mengingatkan kita setiap saat untuk lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Bagaimanapun kita tidak bisa menolak, kapan hikmah itu akan menghampiri diri. Selebihnya tergantung pada keputusan kita, mau menerimanya atau mengabaikannya.
Yang harus kita perhatikan di sini, adalah sudahkah kita merenungkan bahwa setiap yang apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengar tidak lain daripada proses untuk sampai pada hakikat kesadaran diri sebagai manusia seutuhnya.
Tulungagung, 14 April 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H