Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rumus Rezeki dalam Hidup

30 Maret 2021   05:17 Diperbarui: 30 Maret 2021   05:20 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Slogan angkuhnya muncul dengan sangat tiba-tiba; "Rezeki itu ya harta. Harta itu ya rezeki. Maka tugas manusia ya mengejarnya hingga kita merasakan bahagia dan kepuasaan meliputi dada. Jalannya, ya keras dalam bekerja, kerja dan kerja". 

Slogan itu tak lebih hanya menyempitkan jalannya takdir rezeki yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa kepada masing-masing umatnya. Kebanyakan orang berpikir, rezeki itu hanya akan didapatkan jikalau kita mau bekerja. Bekerja keras lebih tepatnya. Bahkan sejauh ini kita tidak pernah curiga, mau membantah dan mempertanyakan kembali tentang makna, muasal dan muara rezeki itu sendiri.

Saking sibuknya kita mengejar-ngejar harta yang bersifat fana, jangan-jangan kita lupa dengan makna hidup yang telah diberkatkan Tuhan kepada kita. Perburuan liar kita terhadap harta telah jauh memalingkan wajah asli kemanusiaan dari hakikat hidup sebagai hamba yang papa. Semakin tergila-gila membudak pada pemuasan nafsu dunia kian tidaklah waras cara pandang dan eksekusi kita atas persoalan hidup yang ada di depan mata. 

Bagaimanapun pembudakan atas nafsu itu tak ada ujungnya, yang terjadi justru hanyalah bentuk binasa dan sia-sia. Sebab kita terjerumus dalam jurang yang kian menganga.

Ah, meski demikian, sungguh pun ini bukan satu aporisma kesepakatan antara saya dengan sekte Qodariyah ataupun Jabariyah. Melainkan satu upaya meninjau kembali posisi cara pandang dan pemahaman tentang carut-marut rezeki menurut manusia awan seperti saya. Apakah mungkin kegemaran kita dalam memburu harta juga turut mendiskreditkan kehadiran potensi minat lain yang ada di dalam diri kita? 

Pendek kata, saya justru malah teringat dengan dawuh K. H. M. Ma'ruf Marzuki yang menegaskan;"Jangan takut jika tidak bisa bekerja. Takutlah jika hanya bisa bekerja". 

Nah, dari sana saya mulai kian curiga yang selanjutnya beranak-pinak menjadi tanda tanya dan terus-menerus menggema. Sibuknya kita dalam bekerja jangan-jangan semata-mata hanya karena rasa takut tidak tercukupinya kebutuhan hidup saja tanpa diniatkan untuk mencari berkah dan ridhonya Allah SWT. Jika telah demikian, sungguh durjananya kita sebagai manusia, telah kufur atas ketetapan Qada dan Qadar-Nya tapi kita tetap saja berlagak songong hendak merengkuh gunungan nikmat-Nya. 

Ibarat kacang lupa kulitnya. Sudah dianugerahi rezeki tak ada habisnya namun ia tetap saja ceracau ke mana-mana. Mengeluhkan keadaan hidupnya, karena segudang keinginan tak pernah mampu tercukupinya. 

Manusia terkadang lupa, bahwa jabang bayi masih dikehendaki hidup meskipun ia tidak bekerja. Burung Pipit belum tentu tahu nasib rezekinya di hari esok, namun ia selalu memandang hidup dengan positif, penuh tawakal dan yakin bahwa tugas utamanya hanya berdo'a dan mengupayakan sekuat tenaga apa yang ia bisa. Selebihnya, bergantung penuh pada kemurahan takdir Sang Pencipta. 

Dari sana sampailah kita sama-sama saling percaya, bahwa semua makhluk ciptaan Allah SWT telah ditetapkan kadaritas masing-masing rezekinya. Namun, sebagai makhluk kita juga harus percaya, bahwa tidak ada hasil yang benar-benar piawai membohongi prosesnya. Karena atas adanya alasan itu pula kenapa Allah SWT menganugerahkan akal dan hati kepada manusia.

Pertanyaan mendasarnya, lantas di manakah posisi kita berada sekarang? tatkala memandang rezeki yang tak pernah patah arang dan tak kenal salah tuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun