Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Buah Pena Pertama Kami Sudah di Depan Mata

4 Februari 2021   21:50 Diperbarui: 4 Februari 2021   22:21 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebagai contoh, seperti halnya yang telah kita ketahui, tradisi saling mengkritisi ini bahkan telah dicontohkan oleh imam Al-Ghazali melalui karya kontroversial berjudul Tahafut al-Falasifah yang berusaha mengkritik tajam hasil pemikiran filsuf muslim, khususnya Ibnu Sina dan Farabi tentang teologi atau Kalam. Namun, tak lama kemudian Ibnu Rusyd dengan karyanya Tahafut at-Tahafut muncul berusaha menjadi pahlawan dari pihak kelompok filsuf muslim.

Itu berarti beliau berdua sedang masyuk memberi contoh literasi yang baik kepada kita, bahwa kritikan itu perlu adanya. Dialektika kritikan yang dilakukan Imam Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd itu bukan semata-mata bentuk pengabaian melainkan justru timbul atas dasar pengalaman yang panjang, pembacaan yang kompleks dan proses perenungan yang mendalam. 

Secara implisit beliau berdua menegaskan, bahwa hanya dengan tulisan-karya tulis dibalas dengan karya tulis-apa yang disebut kontroversi itu mampu diredam, mampu memberi kemanfaatan. Satu upaya dewasa dalam menyikapi perbedaan sudut pandang, pemikiran dan falsafah hidup. Tentu semua itu berpijak karena adanya mentalitas legowo dan kebijaksanaan. Kualitas diri menjadi pustulat cermin tauladan.

Keempat, adapun sejumput pujian yang diberikan jangan sampai menjadi anggur yang memabukkan. Jangan sampai karena pujian yang disebut sebagai pencapaian dan keistimewaan atas penilaian karya lantas kita berhenti di ujung lena. Merasa cukup dengan apa yang telah dihasilkan. 

Mengapa demikian? Karena bagaimanapun anak pertama ini masih anak tangga awal dari sekian banyak yang harus kita pijak. Jika kita sudah merasa puas di awal maka belum juga sampai menuju pucak sudah dipastikan akan lunglai. Lalai dengan target-target yang harusnya kita capai. 

Dapat dikatakan, adakalanya pujian-pujian itu adalah bumerang akut yang menakutkan untuk perkembangan dan perubahan. Terlebih lagi, kita masih bertitel sebagai penulis pemula. Alangkah baiknya, jangan terlena dengan segala rasa yang timbul dari deret pujian yang diberikan. Masukan saja pujian itu ke dalam catatan evaluasi yang harus ditinjau ulang sehingga menjadi salah satu potensi yang harus kita asah terus-menerus.

Keempat barometer di atas tentu hanya sebagian kecil dari segudang catatan yang harus diperhatikan oleh kita yang baru saja resmi menjadi ayah-ibu atas anak pertamanya yang telah lahir. Tentu anak pertama ini masih ranum sehingga tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menyebutkan masing-masing diri kami sebagai seorang penulis. 

Untuk melangkah lebih jauh ke depan, tentu kami harus berani berpegangan tangan, merekatkan komitmen jauh di lubuk hati yang mendalam, membutuhkan sandaran dan tentunya mengharapkan tuntunan dari sang nahkoda literasi yang kami sebut sebagai suri tauladan. 

Sampai di sini, akhirnya saya mewanti-wanti diri pribadi supaya terus berproses dan produktif menulis untuk satu kebaikan di masa depan. Satu upaya untuk membebaskan diri dari kebebalan yang tak terbantahkan. 

Demikianlah welcome speech saya untuk menyambut kelahiran anak pertama ini. Semoga saja buku antologi ini menjadi virus yang mematikan sehingga memancing timbulnya kesadaran literasi banyak pihak dan kembali membangkitkan geliat literasi yang pernah pudar tanpa semangat.

Tertanda ayah baru yang tak kunjung beristeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun