Ibu,
Kusebut engkau pahlawanku
Di setiap detik, menit, jam bahkan sepanjang bergulirnya waktu
Pun bandul jam itu tak pernah cukup mewakili belai kasihnya terhadapku
Terhadap semua anak-anaknya, suami dan saudara-saudara sekitarnya, ibu tetaplah biyungku
Muara sum-sum tulang rusukku
Bumi penghidupan segala nafasku
Telah habis kata sebelum aku menerjemahkan kepayahanmu
Telah tumpul sudah pena sebelum aku mendikte jasa-jasamu
Tak ada kalkulasi yang sempurna mendefinisikan cintamu
Tak ada mantra terampuh selain ikhlas restumu
Tak henti-hentinya doa terbaikmu melangit mengentuk-ngetuk mihrab Tuhan teruntuk keselamatanku
Ibu,
Kini dalam rentamu aku sungguh berdosa jarang menyapamu
Bahkan jarak menjadi orang ketiga yang menghalangi persuaan hangat di pagi, siang, sore dan tatkala malam menjadi tamu
Dan seterusnya tetap begitu
Maafkanlah anakmu
Aku adalah bagian rapuhmu
Nasihat-nasihat dan tutur katamu mengukuhkan kelemahanku
Sementara engkau melulu sibuk menimang-nimang apa yang terbaik untuk kehidupanku
Sosokmu adalah ranum di pelupuk senjaku
"Selamat hari Ibu", ya Bu.
Tertanda anak lelakimu yang sedang diluput rindu
Tulungagung, 21 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H