Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa Sih FOMO?

17 September 2020   14:31 Diperbarui: 17 September 2020   14:39 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam postingan akun tersebut disebutkan, bahwa FOMO adalah singkatan dari kata Fear of Missing Out (takut ketinggalan). Lah, takut ketinggalan apa? Ketinggalan bus, pesawat atau kereta? Weh... Maksudnya bukan itu Wakaji. Terus maksud dari kata ketinggalan di sana apa lho?

Makna ketinggalan dalam pengertian FOMO di sini tidak lain dilekatkan dengan kemutakhiran teknologi. Di mana manusia-manusia di era ini hidup dalam bayang-bayang rasa takut ketinggalan informasi (up to date).

Rasa takut yang tinggi karena tidak mampu upload rutinitas di media sosial. Enggan berpergian jauh keluar karena takut tidak ada sinyal. Sampai takut ketinggalan zaman karena ketidakmampuan memiliki produk gadget terbaharu.

Secara garis besar, rasa takut itu kian menjelma menjadi candu dan ketergantungan akut yang terus diumbar. Terlebih-lebih jika ia telah mendapat titel selebgram, follower dan netizen (dalam makna negatif).

Ada kemungkinan besar tumpukan candu itu lambat-laun mengalahkan kebutuhan primer untuk hidup menjadi hal yang disepelekan. Lebih baik membeli kuota daripada membeli sebungkus nasi untuk mencukupi kebutuhan. Lebih gengsi tidak menenteng smartphone daripada menggasak uang yang bukan haknya. Lebih utama mengunggah foto makanan di medsos daripada membantu tetangganya yang kelaparan.

Era disrupsi yang tidak sungkan berkali-kali mereduksi dan mendistorsi realitas kehidupan sosial manusia. Bahkan kelatahan itu ditafsirkan sebagai kebutuhan hidup baru yang sama sekali tak dapat ditolak, terkecuali mereka yang memutuskan diri untuk menjalani pengasingan nyata di gua pertapaan sejati, Zuhud.

Pertanyaan selanjutnya, lantas siapa golongan yang rentang mengalami FOMO? Tentu ini melebihi garis teritorial tatanan kelas Borjuis dan Proletar ala Karl Marx, juga melampui Class Civilization yang dikumandangkan Samuel Huntington. Bahkan yang nampak itu lebih cenderung pada wajah persengkokolan prediksi teori Karl Marx, Samuel Huntington dan August Comte.

Menurut asisten profesor Texas A & M Health Science Center College of Medicine, Darlene McLaughlin, gangguan FOMO paling banyak terjadi pada generasi milenial (generasi Y), yaitu usia 1980-an hingga 1990-an. 

Hasil penelitiannya di Amerika menunjukkan bahwa terdapat 24% remaja yang menghabiskan waktunya di depan smartphone dalam kurun waktu 8-10 jam setiap hari. Sementara apabila penelitian itu dilakukan di Indonesia, mungkin hasilnya akan lebih mencengangkan. 

Dari sana kita bisa menarik simpulan, bahwa FOMO adalah syndrome yang tengah melanda generasi milenial, kecanduan gadget. Satu generasi yang memprioritaskan menggumuli Kemutakhiran teknologi sebagai kesibukan utamanya karena dihantui rasa takut dan genngsi yang akut. 

Pertanyaannya, apakah kamu termasuk golongan yang suka menggauli smartphone secara intens? Atau bahkan berlahan jiwamu tidak lain adalah smartphone? Jika iya, mulai sekarang berubahlah. Introspeksi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Gunakan smartphone sesuai dengan kebutuhan dan porsinya. 

Bukankah isrof dan tabdzir sangat tidak dianjurkan dalam agama Islam? Apa-apa saja yang berlebihan selalu mengandung kemadaratan.

Tulungagung, 17 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun