Teranugerahi akal sebagai pembeda
Tertitipi hati teruntuk mencerna hikmah di balik peristiwa
Ikhtiarnya tanpa henti di punggung zaman, adalah cerita pilu mengenai mahkota
Tersebutkanlah ia sebagai manusia
Tidak salahkah? Coba sekali lagi kau eja
Mungkin aku telah keliru mendengar parau suara
Makhluk itukah yang dikabarkan Tuhan sebagai penguasa?
Ah, jika memang benar itu adanya
Tetap saja aku sedikit menaruh ragu bercampur curiga
Lantas, mengapa?
Mengapa sedemikian rupa
Apakah kau termasuk golongan yang mendustakan firman-Nya?
Hingga akhirnya stigmatif pun dilayangkan kepadanya
Memvonis lebih dulu sebelum kita mengenal lebih jauh tentangnya
Pun atau sekaligus memahaminya
Coba, utarakanlah gumpalan kesah yang bersarang di dada
Tumpahkanlah apa-apa kebenaran tentang dirinya
Tentu ini bukan sekadar mengorek bukti yang nyata
Melainkan, ketidakpercayaan yang harus ditebus dengan alasan yang mengena
Baiklah, kini kan ku dikte garis besar ulahnya ke muka
Kau lihat gunung subur nun jauh di sana?
Itulah pengibaratan memandang seonggok daging yang kita sebut manusia
Nampak menawan dari kejauhan, setelah manatapnya dalam dekat, engkau berkeinginan mengeksploitasinya
Subur yang melambai-lambai, kini gersang tanpa nyawa
Kau pasti tahu-menahu betul tentang pantai indah di Halimunda, bukan?
Dimana bilik-bilik pemuja nafsu syahwat itu berdiri kokoh di setiap lekuk pinggiran
Tempat pesta pasca panen nelayan
Ruang-ruang transaksi jual beli sebangsa selangkangan
Ah, bukan tuduhan dan hujatan itu yang hendak kutunjukkan
Bukan pula membongkar aib bias gender sesama itu yang menggelikan
Dengan bar-bar mengupas hasrat keingintahuan
Hanya sebatas mengambil sisip pembelajaran
Di muara sesungutan persekongkolan hidung belang itu ada kabar yang menggirangkan
Di mana keindahan biota laut dapat menarik berbondong-bondong para wisatawan
Dan pepohonan menjulang tinggi itu bak sumber yang melanggengkan kehidupan
Namun, hal apa gerangan yang terjadi kemudian?
Abrasi, erosi, tandus,
Kini sejuknya tak lagi terendus
Hewan-hewan pelipurlara itu punah sekalipun tikus
Ya, tikus.
Tikus yang pandai berjalan itulah yang telah terlanjur rakus
Mengeruk, menebang dan mengakuisisi segala kekayaan alam kita dengan penuh ambisius
Pun aku tidak begitu yakin dengan apa mereka mengangkut, entah metro mini ataupun perahu cangkalang melawan arus
Ah, sialnya aku juga terlahir dari jenis yang sama
Dari rahim buah cinta sepasang manusia yang telah bersaksi teruntuk setia
Meski demikian, aku sangat tidak yakin kedua orangtuaku mewarisi tradisi tak berlogika
Pandai berjingkrak ria di atas kepayahan kaum jelata
Bagaimanapun keduanya hanya petani  alakadarnya yang tak pernah menutut apa-apa
Bahkan, sekalipun berani mengkritik penguasa, itu hanya terbata-bata
Tandasnya hanya menyeruak keras di belakang rumah tua
Keberaniannya menyelinap halus dikala tak ada satupun pasang mata
Lantas bagaimana mungkin keturunannya mewarisi pertikaian Habil dan Qabil?
Layaknya ketegangan ideologi Timur dan Barat yang tak pernah stabil
Pun akan terdampar di ujung jalan manakah anak manusia seperti aku yang labil?
Tulungagung, 10 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H