Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perantau

8 Juli 2020   08:51 Diperbarui: 8 Juli 2020   09:04 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam telah melenggang kaki sirna pada pangkuan siang
Kabut-kabut penjerat ulung kembali kukut dari gelanggang
Si jago penguasa kandang berkokok lantang, menyuarakan dalil-dalil penyambung nafas kehidupan
Sementara toa usang itu memecah kesunyian, mengembalikan kesadaran setiap pribadi yang tenggelam dalam kematian sementara beralas dipan

Niat terhujam, mengakar akut di relung hati yang terdalam
Tekad mengukuh seiring dahaga menyapa hiruk-pikuk dunia
Langkah pembuka dipermulaan hari adalah bagian penting yang harus ditafsiri
Lambaran baik selalu terlantun dalam perinci  bagian doa

Tak ada getir teruntuk mengukir cerita
Tak ada ketakutan teramat dalam pungkasan usaha
Hampir-hampir, tak ada kehendak menopang dagu barang sekejap mata
Yang ada, hanya sebongkah pertanyaan aus giat melayang-melayang dalam kepala
Mengusir kejengahan hidup yang melulu jadi bahan ratapan di penghujung menutup mata

Terpejam namun bukan berarti akalnya sirna
Tergeletak tidak bermakna kedamaian sedang memeluknya
Diam akan tetapi jiwanya terus mengelana
Dalam benaknya meluap-luap dipenuhi tanda tanya
Bahkan, rentetan pertanyaan itu kian menggebu dan menyerang kewarasan dirinya sebagai manusia

Kesibukan dunia yang dipuja-puja manusia seantero jagat itukah yang kukejar?
Kegilaan akan nilai tukar yang berjejal di saku itukah yang hendak diraup?
Gemilang intan permata yang menghiasi setiap jengkal tubuh itukah yang diidam-idamkan?
Ataukah segunung hasrat kemaruk yang tak pernah berujung itu yang hendak kau keruk?

Jika memang iya, lantas engkau mau apa?
Tertegun sejenak di bahu keraguanmu yang tak berujung?
Menjegal kehendakku dengan selongsong peluru persis di bagian jidat kepala?
Atau mungkin, malah engkau tertarik bergabung menjelajahi dunia?
Melalang buana, menelanjangi kebodohanmu yang terus bergemuruh di dalam dada

Dalam dadaku memang terselubung beribu-ribu kehendak
Tak ada manusia yang mampu tersucikan nihil dari tamak
Segumpal rasa kasat mata tak tampak
Mengalir dalam nadi kehidupan melintas almanak

Isian kepalaku memang dikuasai tipu muslihat
Dipenuhi akal bulus teruntuk membenarkan apa-apa sesuka hati dengan bejat
Mencari tameng terkuat untuk mengeksploitasi kekayaan alam hingga tamat riwayat
Memberondong penghakiman setiap penghalang dengan skakmat

Lantas apa yang kau khawatirkan dalam hidup ini wahai manusia?
Sekalipun engkau beriman kepada Tuhan, bukankah dalam hati kecilmu merasa suci?
Sujudmu memang bersama golongan yang taat, tapi niat riamu tak pernah kaukuliti!
Kerap kali membaca Kalam ilahi, namun hobimu hanya mencaci

Mencibir kanan-kiri,
Menebar benci sana-sini
Menilai semua hal dengan picik tak dapat dipungkiri
Menegaskan kebenaran hakiki hanya milik dirimu pribadi
Menandaskan diri sebagai penghuni sejati surgawi

Ah, bukankah itu wujud tamak yang hakiki?
Bagaimana mungkin manusia papa mampu menduduki singgasana ilahi Robbi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun