Di Sana Rebutan Suara, AMIN Mendapat Durian Runtuh
Tensi politik di tanah air hari-hari belakangan ini kian meningkat. Terlebih setelah digelarnya debat pilpres pekan kemarin yang kemudian berbuntut saling kritik diantara tiga kubu peserta debat. Cukup seru adalah perseteruan dua kubu, Kubu Ganjar dan Kubu Prabowo. Baku kritik kian tajam. Perseteruan kedua kubu tersebut menggambarkan perseteruan antara PDIP dengan Jokowi. Seperti itu yang khalayak lihat.
Perseteruan antara PDIP dengan Jokowi terutama dipicu oleh keputusan Gibran yang dianggap lompat kandang. Padahal ketika resmi sebagai cawapres Koalisi Indonesia Maju Gibran masih tercatat sebagai kader PDIP. Gibran dianggap kacang lupa kulitnya. Sejarah mencatat bertahtanya Gibran sebagai Wali Kota Solo bukan lain adalah karena dukungan dari PDIP.
Digebed-nya Gibran Rakabuming Raka yang adalah kader PDIP sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto (Gerindra) menuju kontestasi Pemilu/Pilpres 2024 serta disokong beberapa partai besar seperti Golkar mengusung Koalisi Indonesia Maju; membuat beberapa petinggi PDIP meradang. Tampaknya perseteruan antara PDIP dan Jokowi tak terelakan.
Catatan ini seperti dua catatan saya sebelumnya Admin Kompasiana akan menempatkannya di rubrik ANALISIS padahal saya rasa ini sekedar catatan biasa saja dari hasil menyaksikan komentar dan pendapat para pakar politik pada tayangan beberapa media televisi nasional, media online serta media sosial.
Lanjut.
Gerindra dengan semua partai pendukung pastinya berharap Gibran sebagai putra Presiden Jokowi bisa dianggap sebagai representasi dari Jokowi akan berdampak positif dengan membawa suara pemilih Jokowi terhadap pasangan Koalisi Indonesia Maju.
Padahal belum tentu juga.
Dari pandangan beberapa pakar; dan sebenarnya masyarakat melihat dampak dari bergabungnya Gibran ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) tidak serta merta para pemilih Jokowi semua mendukung Gibran. Nyata terbagi; sebagian meng-iya-kan langkah Gibran dan sebagian lagi tidak setuju bahkan mengecam langkah Gibran, terutama sebab proses lompatannya yang dianggap kurang etis.
Dari perseteruan dua kubu tersebut mestinya ada yang diuntungkan. Tentu saja kubu nomor 1 yaitu kubu Koalisi Perubahan dengan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (capres) dan Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden diuntungkan.
Musim durian sudah tiba, aromanya mulai menguar di beberapa sudut jalan. Koalisi perubahan dengan pasangan capres nomor 1 AMIN seperti mendapat durian runtuh.
Hijrah atau perpindahan pemilih dari akibat perseteruan kubu nomor 2 dengan kubu nomor 3 adalah satu keniscayaan.
Kita saksikan bahkan sebelum manuver Gibran yang dianggap kontroversial, Thomas Lembong yang mantan Mentri dari kabinet  Presiden Jokowi terang terangan menyatakan dukungannya terhadap pasangan nomor 1 AMIN.
Gonjang-ganjing politik belakangan ini mestinya dianggap hal biasa saja sebagai dinamika politik dari Negara yang menganut sistim Demokrasi. Perhelatan Pemilu/Pilpres kan biasa disebut pesta, pesta demokrasi mestinya ya dibawa asyik saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H