Tinggal hitungan jam Ramdhan, Bulan suci yang penuh berkah dan ampunan akan berlalu. Rasanya baru kemarin Sholat taraweh pertama Masjid penuh sesak, saya nyaris tidak kebagian tempat dan ketika bubaran saya nyaris kesulitan mencari sandal.Â
Diriwayatkan para sahabat Rosululloh SAW amat bersedih ketika Bulan Ramadhan akan berlalu sementara ibadah mereka kian khusu. Jauh berbeda di ummat kekinian, akhir Ramadhan jamaah sholat taraweh malah menyusut.
Saya tidak tunjuk orang lain, saya pribadi malam tadi saja rasanya begitu berat kaki melangkah, bukan lantaran kekenyangan saat berbuka tapi badan rasanya sudah begitu lelah terlebih ada semacam keenakan terlanjur selalu di rumah lantaran patuh terhadap aturan prokes selama Pandemi. Semoga Gusti Alloh menerima amal ibadhah saya dengan segala kekurangannya.
Akan hal menyusutnya jamaah sholat taraweh jangan lantas berburuk sangka, satu sebabnya banyak jamaah yang pulang kampung, merayakan Idul Fitri bersama orang tua, sanak keluarga di kampung halaman.
Banyaknya warga yang pulang kampung atau mudik atau apalah istilahnya dengan tujuan belebaran dengan keluarga di kampung halaman yang adalah hal rutin tahunan sebelum datangnya Pandemi.Â
Kemudian datang Pandemi dengan segala aturan yang membuat ritual mudik terhambat. Lebaran tahun ini Pemerintah membolehkan masyarakat pulang kampung kendati masih ada aturan-aturan yang tentunya tetap mesti dipatuhi.Â
Dampak dari dibolehkannya warga pulang kampung setelah terkekang dua musim Lebaran, seperti yang sudah-sudah adalah kemacetan lalu-lintas dihampir semua jalur mudik. Ditambah ada semacam euforia pulang mudik.
Barusan lihat laporan di salah satu stasiun TV kondisi lalu lintas di jalur mudik, dilaporkan kondisi arus lalu lintas masih padat. Dilaporkan juga bahwa tingkat kecelakaan Lalin berkurang. Alhamdulillah.
Melihat fenomena tersebut saya merasa; sekedar rasa ya, situasi tersebut seperti mengisyaratkan akan akhir masa Pandemi. Sebenarnya sebelum datang bulan Ramadhan saya melihat sudah ada tanda-tanda akan datangnya akhir pandemi di gelaran Moto GP Mandalika dua bulan kemarin.
Kemarin sempat antar istri ke Pasar Palmerah, mau bikin semur rencananya, biasa untuk teman makan ketupat sayur di hari Lebaran. Sudah menjadi kebiasaan di hari raya Lebaran sebagai warga Betawi ada hidangan spesial yaitu ketupat sayur berteman semur daging.
Sementara istri ubek-ubek pasar saya nongkrong di lapak penjual kulit ketupat sambil bantu-bantu anyam bikin kulit ketupat. Anak usia remaja spesial datang dari Rangkasbitung berjualan janur dan kulit ketupat.Â
Lebaran ditahun awal Pandemi para pedagang janur ini sempat kesulitan transportasi untuk berdagang ke Jakarta, sehingga ketika itu harga kulit ketupat sempat naik.
Soal harga-harga naik itu hal biasa menjelang Hari Raya, bahkan sebelum datang bulan Ramadhan hampir semua bahan pokok sudah melompat yang paling fenomenal adalah lompatan harga migor. Saya singkat saja dengan MIGOR, sebab semua sudah tahu yang saya maksud.
Dan warga msyarakat sudah tahu disebut-sebut mafia yang menyebabkan harga migor naik gila-gilan sudah ditangkap. Dengan ditangkapnya para mafia migor ini, semoga harga migor segera normal kembali.
Baru beberapa selongsong kulit ketupat saya buat, sang istri nongol sambil panggul belanjaan kemudian kasih laporan daging 160 ribu. Maksudnya daging sapi harganya 160 ribu per kilogram dan paru sapi dibelinya 80 ribu per kilo.
Melihat padat dan macetnya lalu-lintas dijalur mudik dan yang suka tidak suka berdampak terjadinya kerumunan di banyak tempat. Kemudian melihat situasi hiruk-pikuk di Pasar semakin menguatkan rasa saya bahwa Pandemi yang sudah amat menyengsarakan ini betul-betul akan segera berakhir.Â
Dan semoga saja dengan berakhirnya Ramadhan tahun ini Pandemi betul-betul menghilang, sehingga Warga bisa beraktivitas kembali secara normal.
Namun jangan lupa kepada semua warga termasuk yang sedang mudik dan berlebaran di kampung halaman saya ingatkan untuk tetap waspada dan jangan bosan tetap menjaga Prokes. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1423 H. Mohon maaf lahir bathin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H