Pagi tadi nyaris ketika suasana masih gelap dengan amat terpaksa saya harus ke luar rumah, sementara pak Kamto mantan Lurah yang perlente itu rapih dengan pakaian olah raganya lengkap juga dengan maskernya; baru berangkat gowes. Beliau memang orang yang amat peduli dengan kesehatan.
Berolah raga itu amat penting apalagi dikondisi pandemi seperti ini; agar tubuh tetap sehat, imunitas tubuh terjaga syukur-syukur meningkat. Tapi jangan abaikan 3 M.
Sementara saya ke luar rumah bukan sengaja dengan tujuan olah raga. Saya angkut 5 kresek sampah dari rumah. Kendati pakai sepeda motor aksi saya angkut sampah tersebut tetap harus harus mengeluarkan enersi; itu kan artinya saya olah raga juga. Sekali dayung dua pulau terlampaui. Lima kresek sampah tersebut saya cemplungkan ke kabin sampah berwarna oranye yang parkir dekat Kelurahan.
Sebelum lanjut catatan ini perlu saya jelaskan yang saya maksud tukang sampah disini bukan tukang sampah berseragam dari Kelurahan, jadi bukan Pasukan Oranye PPSU yang berseragam oranye itu.
Tukang sampah yang saya maksud adalah tukang sampah yang biasa angkut sampah rumah tangga dari warga dengan kordinasi secara pribadi. Di lingkungan saya, sudah nyaris seminggu ini mereka tidak datang menjemput sampah kami, sementara sudah ada 8 kresek sampah produksi dapur kami.
Dan mogok yang saya maksud disini jangan samakan dengan mogoknya saudara-saudara kita para buruh yang turun ke jalan bisa ribuan orang. Mereka para buruh itu turun ke jalan bukan tujuan sekedar jalan-jalan, mereka biasanya turun ke jalan atau demo adalah untuk menuntut perbaikan akan hak-haknya.
Kalau diibaratkan kendaraan bermotor baik roda dua atau roda ampat; mungkin ada gangguan di mesin atau kurang kontrol kehabisan bensin.
Kalau sampai kehabisan bensin mau tidak mau kalau kendaraan tersebut mau bergerak lagi ya harus diisi bensin. Jangan mentang-mentang harga BBM di Dunia turun lantas berharap BBM di Indonesia turun baru isi bensin. Kalau yang penghasilannya bertumpu dari ngojek atau naksi; bisa mati kelaparan anak-istri.
Kalau yang bermasalah mesinnya berarti harus berurusan dengan mekanik yang dulu-dulu disebut montir. Ini masalah besar. Artinya bisa masalah kesehatan si abang tukang sampah itu terganggu alias sakit. Kalau sampai sakit ke mana dia berobat? Siapa yang membiayai? Kalau dia punya BPJS; siapa pula membayar iurannya.
Ketika catatan ini saya tulis terdengar teriakannya yang khas. Sehingga akhirnya terangkat  tuntas sampah kami yang tadi masih tersisa. Ketika saya tanya kenapa terlambat; ternyata istrinya baru melahirkan. Syukurlah dia punya BPJS sehingga biayanya tidak terlalu memberatkan.