Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korban Kerusuhan Mei Itu Ngontrak Rumah Saya

17 Juli 2011   17:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:36 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gunawan. Itu yang masih saya ingat ketika Beliau memperkenalkan namanya. Tapi saya rasa dia juga punya nama lain selain nama yang diperkenalkannya itu. Seperti Suherman teman saya satu kelas di SD dulu yang juga tetangga. Sehari-harinya saya dan teman-teman selalu memanggilnya U Leng tidak dengan namanya yang tercatat di sekolahan. Ibu saya dan tetangga lainnya memanggilnya Enci' terhadap Mamanya u leng yang juragan kue-kue basah. Itu biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa.

Saya tidak berminat lebih lanjut tanya-tanya soal namanya. Apalagi salah seorang dari dua putrinya sudah memberikan copy KTP. Itu memang persyaratan yang biasa untuk transaksi kontrakan rumah yang akan dicatat di surat perjanjian. Apalagi mereka sendiri yang minta dibuatkan surat perjanjian.

Dia panggil saya "Boss" Ada-ada aja orang ini, kata hati saya. Orang yang cuma wara-wiri dengan Vesva Butut aja kok dipanggil Bos. Rupanya itu salah satu cara pak Gunawan untuk berakrab-akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Beliau kelihatan memang cepat akrab dengan siapa pun. Disebelah rumah yang baru dikontraknya tersebut ada kios penjual Soto Mie yang selalu ramai siang hingga malam hari. Yang makan maupun yang cuma ngobrol-ngobrol atau caturan. Pak Gunawan ramah dan supel. Itu sebab dengan mudah dia beradaptasi dengan lingkungan barunya tersebut.

Pak Gunawan bersama istri dan dua orang putrinya. Ngotrak salah satu rumah dari dua petak rumah saya di jalan S, bilangan kemanggisan tidak terlalu jauh dari kampus lama BINUS, jakarta. Mereka adalah korban dari kerusuhan Mei 98. Pak Gunawan bercerita bagaimana Toko yang sekaligus tempat tinggalnya di dekat Pasar Palmerah diamuk masa dan dibakar.

Pak Gunawan sempat bikin saya gundah. Apa pasal?. Jiwa bisnisnya itu barangkali yang mendorong Pak Gunawan minti izin berjualan. Yang bikin saya gundah beliau terang-terangan mau berjualan bensin di rumah kontrakan kami. Sudah barang tentu saya keberatan. Tapi beliau maklum akhirnya tidak jadi berjualan apapun.

Pak Gunawan tidak bercerita, bagaimana beliau dengan istri dan dua putrinya yang cantik-cantik bisa lolos dari amuk masa. Saya tidak melihat mereka menyimpan keresahan, kekhawatiran apalagi ketakutan. Kedua putrinya yang masih kuliah beraktivitas seperti biasa, tiap hari meninggalkan rumah. Demikian pula dengan pak Gunawan tiap hari mengontrol Rukonya yang sedang dibangun kembali. Tidak sampai setahun seperti yang tertera dalam surat perjanjian, pak Gunawan dan keluarga sudah pamitan, mereka siap menempati Ruko barunya.

Mudah-mudahan pak Gunawan atau salah satu dari kedua putrinya, atau keduanya baca postingan sederhana ini. Kurang-kurangnya saya mohon maaf. Saya tidak tau persis letak Ruko kalian. Salam saya buat pak Gunawan, saya kangen nyimak obrolan beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun