Badal haji. Semula tidak ada rencana naik haji tahun ini, sebagai TKI yang mengais rezki di Mekah, orang menyebut kami mukimin Mekah, sudah berkali-kali mengerjakan ibadah haji, boleh dibilang hampir tiap tahun kami mengerjakan haji. Berhubung ada telepon dari Indonesia, ada keluarga yang minta di Hajikan, maka kami niatkan naik haji juga tahun ini, menghajikan atau mewakilkan orang lain untuk mengerjakan haji, hal ini memang diperbolehkan, orang menyebutnya dengan badal haji atau haji wakil dengan sarat yang bersangkutan sudah uzur, tidak bisa lagi berangkat ke tanah suci. Atau sudah meninggal dunia. Biasanya keluarga al-marhum yang minta orang lain untuk menghajikannya. Adapun yang paling berhak mengerjakan haji wakil ini adalah anak atau keluarga terdekat dari yang bersangkutan, tapi dibolehkan orang lain mengerjakannya dengan mengupah atau mengongkosi orang lain berangkat ketanah suci dengan sarat yang mengerjakan haji wakil atau haji pengganti ini sudah pernah mengerjakan ibadah haji. Konon selain Dam atau denda pelanggaran dalam ibdah haji, badal haji ini sudah jadi objekan para mukimin Mekah, saya tidak tau pasti, dan tidak bisa membuktikan kebenaran cerita ini, Allahu A'lam.
***************
[caption id="attachment_73752" align="aligncenter" width="300" caption="reyhan, mamanya & bu Budi (a.saukani)"][/caption] Wuquf, memenuhi panggilan Allah. Setelah sholat subuh dan berihrom dengan niat haji, Labbaik Allahuma Hajjan, kemudian sarapan pagi, saya sekeluarga bertiga, bersama rekan kerja, pak Hasbudi beserta istri, naik omprengan dari dekat rumah kami ke Masjidil Harom, biasanya banyak bus yang langsung menuju Arafah, tapi rupanya kami agak kesiangan , bus yang akan ke Arafah memang masih ada, tapi, orang yang akan ke arafah pun masih banyak sekali, tidak sanggup dan tidak sampai hati rasanya kalau kami berlima harus rebutan bus. Kembali naik omprengan, itu pilihan terbaik, tapi rupanya mini bus omprengan ini hanya bersedia mengantar kami sampai perbatasan Muzdalifah saja dikarenakan mobil kecil selain bus besar tidak diperbolehkan masuk Arafah, kondisi lalu lintas ke muzdalifah lewat aziziyah suadah macet parah, jarak tempuh yang mestinya setengah jam saja, harus kami tempuh lebih dari 2 jam. Dari muzdalifah menuju Arafah perjalanan cukup lancar tapi kami diturunkan di tapal batas  Arafah, bus yang kami tumpangi memang diarahkan ke jalan untuk para pejalan kaki, jadi tidak bisa masuk arafah, lanjut untuk masuk padang arafah kami harus berjalan kaki, jalan ini pun sudah padat oleh para pejalan kaki. Sementara sinar mata hari sudah mulai menyengat, padang arafah sudah sangat padat selain tenda-tenda resmi yang disediakan pemerintah, padang Arafah sudah dipenuhi tenda-tenda darurat para jamah haji mandiri seperti kami, ada sedikit celah kosong dekat kabin pos tentara bersebelahan denagan jamaah dari Bngladesh yang sudah pasang kain sprey sebagai atap tendanya, disitulah kami gelar sajadah, sebagi tempat kami Wuquf, "Labbaik Allahumma Labbaik...Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik  innal hamda wa nikmata laka wal mulk....la syarika lak", aku taati, aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi, dan tak ada serikat bagi-Mu dan aku taat pada-Mu,sesungguhnya segala puji, karunia dan kerajaan itu milik-Mu, tiada serikat bagi-Mu. [caption id="attachment_73755" align="aligncenter" width="300" caption="mabit di dalam bus (a.saukani)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H