Mohon tunggu...
Ahmad Saukani
Ahmad Saukani Mohon Tunggu... Administrasi - pensiun bukan lantas berhenti bekerja

pensiun bukan lantas berhenti bekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Catatan Perjalanan Haji TKI

19 November 2010   17:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:28 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badal haji. Semula tidak ada rencana naik haji tahun ini, sebagai TKI yang mengais rezki di Mekah, orang menyebut kami mukimin Mekah, sudah berkali-kali mengerjakan ibadah haji, boleh dibilang hampir tiap tahun kami mengerjakan haji. Berhubung ada telepon dari Indonesia, ada keluarga yang minta di Hajikan, maka kami niatkan naik haji juga tahun ini, menghajikan atau mewakilkan orang lain untuk mengerjakan haji, hal ini memang diperbolehkan, orang menyebutnya dengan badal haji atau haji wakil dengan sarat yang bersangkutan sudah uzur, tidak bisa lagi berangkat ke tanah suci. Atau sudah meninggal dunia. Biasanya keluarga al-marhum yang minta orang lain untuk menghajikannya. Adapun yang paling berhak mengerjakan haji wakil ini adalah anak atau keluarga terdekat dari yang bersangkutan, tapi dibolehkan orang lain mengerjakannya dengan mengupah atau mengongkosi orang lain berangkat ketanah suci dengan sarat yang mengerjakan haji wakil atau haji pengganti ini sudah pernah mengerjakan ibadah haji. Konon selain Dam atau denda pelanggaran dalam ibdah haji, badal haji ini sudah jadi objekan para mukimin Mekah, saya tidak tau pasti, dan tidak bisa membuktikan kebenaran cerita ini, Allahu A'lam.

***************

[caption id="attachment_73752" align="aligncenter" width="300" caption="reyhan, mamanya & bu Budi (a.saukani)"][/caption] Wuquf, memenuhi panggilan Allah. Setelah sholat subuh dan berihrom dengan niat haji, Labbaik Allahuma Hajjan, kemudian sarapan pagi, saya sekeluarga bertiga, bersama rekan kerja, pak Hasbudi beserta istri, naik omprengan dari dekat rumah kami ke Masjidil Harom, biasanya banyak bus yang langsung menuju Arafah, tapi rupanya kami agak kesiangan , bus yang akan ke Arafah memang masih ada, tapi, orang yang akan ke arafah pun masih banyak sekali, tidak sanggup dan tidak sampai hati rasanya kalau kami berlima harus rebutan bus. Kembali naik omprengan, itu pilihan terbaik, tapi rupanya mini bus omprengan ini hanya bersedia mengantar kami sampai perbatasan Muzdalifah saja dikarenakan mobil kecil selain bus besar tidak diperbolehkan masuk Arafah, kondisi lalu lintas ke muzdalifah lewat aziziyah suadah macet parah, jarak tempuh yang mestinya setengah jam saja, harus kami tempuh lebih dari 2 jam. Dari muzdalifah menuju Arafah perjalanan cukup lancar tapi kami diturunkan di tapal batas  Arafah, bus yang kami tumpangi memang diarahkan ke jalan untuk para pejalan kaki, jadi tidak bisa masuk arafah, lanjut untuk masuk padang arafah kami harus berjalan kaki, jalan ini pun sudah padat oleh para pejalan kaki. Sementara sinar mata hari sudah mulai menyengat, padang arafah sudah sangat padat selain tenda-tenda resmi yang disediakan pemerintah, padang Arafah sudah dipenuhi tenda-tenda darurat para jamah haji mandiri seperti kami, ada sedikit celah kosong dekat kabin pos tentara bersebelahan denagan jamaah dari Bngladesh yang sudah pasang kain sprey sebagai atap tendanya, disitulah kami gelar sajadah, sebagi tempat kami Wuquf, "Labbaik Allahumma Labbaik...Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik  innal hamda wa nikmata laka wal mulk....la syarika lak", aku taati, aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi, dan tak ada serikat bagi-Mu dan aku taat pada-Mu,sesungguhnya segala puji, karunia dan kerajaan itu milik-Mu, tiada serikat bagi-Mu. [caption id="attachment_73755" align="aligncenter" width="300" caption="mabit di dalam bus (a.saukani)"]

1290187159816597080
1290187159816597080
[/caption] Di Muzdalifah Mabit di dalam bus. Metro atau kereta api Mekah, sudah beroperasi, tapi baru bisa melayani 30% dari jamaah saja, itu berarti masih ada titik kemacetan kendaraan antara arafah dan muzdalifah, dan kami merasakannya. Kami bergabung dengan rombongan pak H.Daman, sobat kental pak Budi (terima kasih pak Haji), bergerak ke muzdalifah dengan bus sekitar pukul sepuluh malam, polisi mengarahkan kami melewati rute no 5, ternyata jalan sudah macet sangat parah, ini disebabkan juga bus yang sampai lebih dahulu di muzdalifah baru bergerak meninggalkan muzdalifah setelah lewat tengah malam. Pukul 3 dini hari, kamu turun dari bus, sholat magrib dan isya, diqasar dan dijama', kemudian ambil kerikil untuk melontar jumrah. Selesai kembali ke bus, kami mabit atau bermalam di muzdalifah didalam bus yang merayap. Melontar dilantai teratas jumrah. Bus parkir di Aziziyah, sekitar pukul sebelas pagi hari, kami harus jalan kaki ke jembatan jumrah lebih dari satu kilometer, bersama dengan jamaah lain dari Manca Negara yang juga berniat melontar jumrah, sempat bertemu ibu-ibu hajah dari Myanmar, jadi ingat Aung San Suu Kyi yang baru dibebaskan, konon kaum muslimin di Myanmar mendapat perlakuan diskriminatif dari pemerintahan Junta, semoga setelah bebasnya Suu Kyi, kaum Muslimin Myanmar, bisa menyusul mendapatkan hak-haknya. [caption id="attachment_73758" align="aligncenter" width="300" caption="jamaah haji myanmar (a.saukani)"]
1290187364717113014
1290187364717113014
[/caption] Tertatih menyeret kaki yang sudah berat diajak melangkah, dalam kondisi ngantuk kurang tidur, lelah serta perut yang kosong. Kami mengarah ke lantai 5, lantai teratas jembatan jumrah, rupanya selain dipasangi 4 tenda raksasa, lantai teratas jumrah juga dipasangi blower besar-besar yang dilengkapi dengan semburan air seperti gerimis kecil, membuat udara jadi sejuk, sementara helikopter terus berputar diatas udara Mina. Tanggal 10 dzulhijjah bertepatan dengan 16 november, kami melontar jumrah Akobah dengan tujuh kali lontaran, kemudian bercukur sebagai pertanda kami sudah terbebas dari larangan ihram, sudah boleh menanggalkan kain ihram kami dan menggantinya dengan pakaian biasa. Kemudian kami pulang kerumah untuk istirahat dan siap-siap untuk kembali sore harinya untuk bermalam di Mina. Mabit atau bermalam sedikitnya 2 malam di Mina, wajib hukumnya, dan pada dua hari berikutnya kami kembali harus melontar jumrah. Berbeda dari jumrah pada hari pertama, kali berikutnya kami harus melontar tiga jumrah, ula, wustho dan jumrah akobah, masing-masing 7 lontaran. Adapun makna melontar jumrah adalah, sebagai wujud penghambaan dan pengabdian serta tunduk pada perintah Allah semata. [caption id="attachment_73766" align="aligncenter" width="300" caption="melontar dilantai teratas (a.saukani)"]
1290188183528800249
1290188183528800249
[/caption] Kemarin jum'at tanggal 12 dzulhijjah 1431 H, bertepatan 18 november 2010, setelah selesai melontar 3 jumrah, dimulai dari jumrah Ula, Wustho dan jumrah Akobah, kami berkenan meninggalkan Mina, dengan disambut hujan lebat di Mekah. Masih satu lagi kelengkapan prosesi haji yang harus kami jalani, yaitu tawaf Ifadhoh, yang merupakan rukun Haji, mengelilingi Ka'bah 7 putaran dilanjutkan dengan Sai, yaitu 7 kali perjalanan antara bukit Shofa dan Marwa, di Masjidil Harom. Namun biarlah kami tunggu sampai suasana Masjidil Harom agak berkurang dari Jamaah, baru kami melaksanakan towaf Ifdhoh. Semoga Allah menganugrahkan kami dengan  haji mabrur. mekah 18 nov, 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun