Di Indonesia, resepsi pernikahan sering kali diadakan dengan cara yang unik dan mencerminkan kekayaan budaya serta tradisi setempat. Salah satu bentuk perayaan yang cukup umum adalah mengadakan resepsi pernikahan di depan rumah atau bahkan di jalanan. Namun, ketika resepsi dilakukan dengan cara menutup akses jalan umum, hal ini bisa memunculkanbanyak perdebatan tentang hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat.
Resepsi pernikahan yang mengambil hak jalanan orang lain mencerminkan kurangnya rasa empati dan tanggung jawab social. Jalan adalah fasilitas umum yang digunakan oleh banyak orang yang beraktivitas. Menutup jalan untuk keperluan pribadi, meskipun bersifat sementara, dapat mengganggu kelancaran lalu lintas, serta menimbulkan kemacetan, dan bahkan merugikan orang lain yang sedang memiliki urusan penting, dan mengambil hak tersebut untuk kepentingan pribadi berarti mengabaikan prinsip keadilan dan menghormati hak sesama.
Dalam Islam, menjaga hak orang lain dan tidak merugikan sesame adalah prinsip penting yang harus dipegang teguh. Rasulullah SAW bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَا
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain”. (HR. Ibnu Majah Dan Ahmad)
Dalil ini menegaskan bahwa dalam setiap Tindakan, seorang muslim harus menghindari prilaku yang merugikan orang lain. Menutup jalan untuk kepentingan pribadi, meskipun dengan alasan perayaan, dapat dikategorikan sebagaibbtindakan yang mempersulit orang lain, yang bertentangan dengan ajaran ini.
Islam sangat menentang segala bentuk pengambilan hak orang lain tanpa izin atau secara zalim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَࣖ ١
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawanya kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menjelaskan bahwa mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah atau dengan cara yang batil, seperti menipu atau merugikan orang lain demi kepentingan pribadi, adalah tindakan yang dilarang dalam Islam. Dalam konteks resepsi pernikahan di jalan, jika acara tersebut mengganggu hak orang lain, seperti menghalangi jalan umum atau merugikan orang yang harus melintas, maka hal tersebut bisa dianggap sebagai tindakan yang melanggar hak orang lain.
Namun, di sisi lain, ada pemahaman bahwa dalam beberapa komunitas, tradisi mengadakan resepsi di depan rumah atau di jalan adalah bagian dari budaya lokal yang sudah berlangsung turun-temurun. Hal ini sering kali menjadi bentuk solidaritas dan kebersamaan dalam masyarakat.