Mohon tunggu...
Manda Gloria
Manda Gloria Mohon Tunggu... Petani - "Setiap kebaikan perlu diabadikan"

"Menulislah! Untuk perubahan."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sikap Muslim dalam Menghadapi Wabah

8 Agustus 2021   07:24 Diperbarui: 8 Agustus 2021   07:40 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir dua tahun pandemi Covid-19 melanda dunia. Jumlah orang yang terpapar masih terus mengalami penambahan. Kondisi ini tentu mengguncang siapa saja. Sebab fitrah manusia memiliki rasa kasih sayang. Wajar jika muncul kekhawatiran orang-orang terkasih menjadi salah satu korban Covid-19.

Meski sedang dilanda kekhawatiran tidak semestinya mematikan keimanan. Pandemi Covid-19 merupakan sebuah musibah. Sedangkan musibah adalah bagian dari qadha’ Allah SWT (QS. al-Hadid [57]: 22). 

Sikap yang harus dilakukan oleh seorang Muslim terhadap qadha’ Allah Swt. adalah ridha. Ridha terhadap qadha’ akan mendatangkan banyak kebaikan. Sebaliknya kita dilarang membenci qadha’ Allah Swt. Berdasarkan ijma' membenci qadha Allah hukumnya haram. 

Lantas bagaimana kaum Muslim harus bersikap? Sikap yang harus dimiliki kaum Muslim ialah sikap sabar dan syukur. Sebab tidak ada kerugian bagi kaum Muslim dalam kondisi seperti apapun. Ini berdasarkan hadist Rasulullah saw, 

“Sungguh ajaib urusan orang beriman itu, apa pun yang datang kepadanya semuanya berujung kebaikan. Jika ia diberikan kenikmatan ia bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya,” jelas Rasulullah saw. dalam sabdanya. (HR Muslim)

Musibah merupakan qadha yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya harus dihadapi dengan kesabaran. Apalagi makna hidup di dunia ini memang untuk beribadah Allah Swt. (Surah az-Zariyat ayat 56. 

Sehingga Allah Swt. pasti menguji hamba-Nya dengan ragam musibah untuk mengetahui siapakah yang beriman di antara umat manusia. Sebab ibadah bukan hanya perkara sholat, zakat, puasa, dan haji saja, tetapi meliputi seluruh perbuatan manusia.

Setiap cobaan yang diberikan oleh Allah Swt. selalu diikuti kemudahan (QS. al-Insyirah ayat 5 dan 6). Serta ada kabar gembira kepada orang yang sabar dalam menghadapi musibah (QS. al-Baqarah ayat 155-157). Dalam menghadapi musibah, Rasul saw. pun mengajari kita agar melakukan istirja’ (mengembalikan segalanya kepada Allah Swt.) dan berdoa. 

Hal lain yang tak boleh ditinggalkan adalah berzikir. Dengan berzikir akan dapat menenteramkan hati (QS ar-Ra’du ayat 28). Selain itu juga memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Swt. baik dengan shalat, sedekah, tilawah al-Quran, shalat-shalat sunnah dan taqarrub lainnya. 

Musibah ini selain menuntut diri kita untuk bersabar dalam segala hal, hendaknya juga melahirkan rasa syukur. Dengan musibah ini kita bisa lebih mensyukuri atas beragam nikmat yang telah Allah berikan; nikmat sehat, kebugaran badan, nikmat kondisi kehidupan yang normal yang dengan itu bisa leluasa beraktivitas, mencari rezeki, dsb. 

Rasa syukur akan mendorong kita untuk menghargai setiap pemberian Allah. Akan semakin meningkat rasa syukur tersebut saat wabah berhenti dan saat Allah mengembalikan nikmat berupa kehidupan yang kembali normal. 

Rasa syukur dan sabar akan melahirkan banyak kebaikan dan keutamaan yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. Ini akan menjadi salah satu faktor kunci menghadapi dan melalui musibah wabah ini. Dengan itu musibah akan berubah menjadi kebaikan dan berbuah kebaikan.

Bagi kaum muslim yang diuji sakit Covid-19 akan menjadi penggugur dosa. Apabila diberi kesembuhan menjadi peluang untuk memperbaiki diri. 

Namun apabila harus meninggalkan dunia ini pun pahala syahid akan menanti. Sedangkan bagi yang tidak positif pun menjadi ladang pahala baik dengan do'a yang tak pernah putus maupun uluran tangan yang meringankan beban saudaranya. 

Berbagai kebaikan ini hanya diberikan kepada kaum muslim yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Maka selama hayat masih dikandung badan tidak ada salahnya untuk terus memperbaiki diri, memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan oleh Allah dengan amal kebaikan, bukan berpangku tangan.

Ikhtiyar terbaik untuk mengatasi mengatasi pandemi Covid-19 harus dilakukan oleh semua pihak; baik individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah/negara. 

Semua upaya untuk mencegah infeksi dan penularan menurut ilmu kesehatan harus dilakukan. Hal itu sebagai pengamalan dari sabda Rasul saw., "Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa).“ (HR Ahmad)

Rasul saw. pun bersabda, “Janganlah kalian mencampurkan yang sakit dengan yang sehat).“ (HR al-Bukhari).

Hendaknya Prokes 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun/desinfektan) atau bahkan 5 M terus dilakukan. Sesuai data, itu berpengaruh banyak untuk mencegah infeksi dan penularan. 

Sebagai bagian dari masyarakat, ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah taat prokes, saling menasihati dan mengingatkan harus terus dilakukan. Termasuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan memudahkan urusan kehidupan di antara komunitas atau masyarakat. Mengingat banyak pula hadis yang memerintahkan melakukan itu.

Sedangkan peran pemerintah ialah bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya, termasuk saat rakyat ditimpa musibah seperti saat ini. Rasul saw. bersabda,

"Amir (pemimpin) masyarakat adalah pengurus mereka dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)

Oleh sebab itu Pemerintah wajib melakukan ikhtiar terbaik dalam mengatasi pandemi. Memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk rakyat dan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Adapun dalam hal pencegahan dan penanggulangan Covid-19, pemerintah wajib menjamin perawatan dan pengobatan semua orang yang sakit. 

Pemerintah harus menyediakan semua alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan, mengedukasi dengan edukasi terbaik, mendorong masyarakat untuk melaksanakan prokes, serta memberikan contoh terbaik khususnya para pejabat dan aparatur pemerintah. 

Terus menjalankan 3T (test, tracing, treatment) secara massif dan menjamin pelaksanaan isolasi yang standar bagi yang sakit, tetapi tidak perlu perawatan. 

Adapun penanganan pandemi yang dianjurkan oleh sejumlah pakar adalah lockdown (karantina wilayah). Ini bisa diambil sebagai penangan wabah diikuti dengan memberikan menjamin kelangsungan hidup semua anggota masyarakat atau setidaknya mereka yang memerlukan. 

Dalam sabda Rasulullah saw. disyariatkan untuk karantina wilayah dan ini pernah dicontohkan oleh para Sahabat pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Untung-rugi tidak selayaknya ada dalam hal ini. 

Berapapun biaya yang diperlukan harus disediakan dan dikeluarkan oleh Pemerintah. Bahkan bisa mengambil opsi realokasi anggaran yang ada.

Keputusan ini bisa diambil apabila ada kemauan dan keberanian politik dari Pemerintah untuk melakukan hal itu. Keputusan tersebut juga baik untuk perekonomian. Mengatasi wabah adalah cara terbaik untuk merealisasi perbaikan dan kemajuan ekonomi. 

Sikap sporadis, ragu-ragu atau setengah hati justru akan memperpanjang penanganan pandemi. Serta akan semakin menguras sumberdaya ekonomi yang lebih besar lagi. Wallahu'alam bishshawab.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun