Mohon tunggu...
Manda Gloria
Manda Gloria Mohon Tunggu... Petani - "Setiap kebaikan perlu diabadikan"

"Menulislah! Untuk perubahan."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berantas Miras Hingga Tetes Terakhir

13 Maret 2021   08:18 Diperbarui: 13 Maret 2021   08:51 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Miras menjadi isu seksi untuk diperbincangkan. Jika tahun lalu kontroversi muncul akibat pembahasan RUU Minol. Maka kali ini Perpres investasi miras menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan ini. Keputusan ini disampaikan Presiden Joko Widodo pada Selasa (2/3/2021). 

"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam tayangan video YouTube Sekretariat Presiden. (kompas.com, 02/03/2021) 

Meski pencabutan lampiran Perpres telah dilakukan, masyarakat tidak sepatutnya berpuas diri. Karena industri miras yang telah ada akan tetap beroperasi. Begitupula perdagangan eceran dan kaki lima juga tetap berjalan sebagaimana aturan yang sudah ada. Aturan ini hanya akan berlaku bagi investasi baru. 

Hal ini berdasarkan Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 melarang peredaran minuman beralkohol secara daring. 

Artinya miras akan tetap berkeliaran di tengah masyarakat. Tak peduli dengan dampak yang ditimbulkannya. Pengaruh minuman beralkohol mampu membuat seseorang berbuat di luar nalar. Membuat keributan, terlibat dalam kecelakaan, pemerkosaan, pembunuhan, menurunnya produktivitas, dll. Aturan yang ada hanya mengatur peredarannya saja.

Belum lagi dampak jangka panjang terhadap kesehatan. Dimana mengkonsumsi minuman beralkohol akan menyebabkan berbagai penyakit serius yang dapat menyebabkan kematian. WHO menyatakan, alkohol membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian akibat konsumsi alkohol ini jauh di atas gabungan korban AIDS, TBC dan kekerasan. WHO menambahkan, alkohol mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia tiap tahun, setara satu kematian tiap 10 detik (Kompas.com, 12/5/2014).

Seiring berjalannya waktu budaya meminum minuman beralkohol seolah tak bisa dipisahkan dengan masyarakat urban. Keberadaan club malam, pub maupun cafe yang menyediakan minuman beralkohol kian menjamur. Apalagi di kawasan pariwisata. Keduanya seolah tidak bisa dipisahkan. Inilah akibat gaya hidup sekuler hedonis yang memuja kebahagian tanpa mengindahkan aturan Pencipta. Kebebasan menjadi nafas dalam mengarungi kehidupan.

Belum lagi asas kapitalisme yang yang begitu kental. Manfaat menjadi satu-satunya yang diagungkan, tanpa memandang halal maupun haram. Upaya membuka investasi miras dianggap mampu memberikan keutungan. Namun Jika jumlah produksi bertambah bukankah harus ada peningkatan dalam konsumsi miras? Padahal sangat jelas banyaknya dampak buruk akibat miras. Bisa jadi bukan keuntungan yang akan diperoleh negara, tetapi justru kerusakan moral generasi penerus bangsa. 

Oleh karenanya, tidak seharusnya miras masih diberi ruang untuk beredar. Jika bersandar pada standar baik buruk manusia yang serba terbatas, tentu asas manfaat yang akan selalu dikejar. Meskipun harus melanggar aturan Allah Swt. Karena begitulah sistem sekuler bekerja, memisahkan agama dari kehidupan manusia. Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemudharatan. Bahkan Al-Qur'an, pengharaman khamr (miras) disebutkan secara terang-terangan dan rinci. 

Allah SWT menyebut khamr (dan judi) bisa memunculkan permusuhan dan kebencian di antara orang beriman, memalingkan Mukmin dari mengingat Allah, melalaikan shalat. Allah SWT juga menyifati khamr dan judi dengan rijs[un] (kotor), perbuatan setan, dsb. Semua ini mengisyaratkan dampak buruk miras. Hal ini tidak pernah disebutkan sebelumnya dalam Al-Qur'an terkait sebab keharaman sesuatu melainkan dengan singkat saja. Begitulah dikatakan Syaikh Ali ash-Shabuni dalam Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur'an. 

"Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian mendapat keberuntungan." (QS al-Maidah: 90) 

Selain itu, Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr). Mulai dari produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul saw. bersabda: "Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan." (HR at-Tirmidzi) 

Guna menghentikan aktivitas meminum khamr, Islam menetapkan sanksi hukuman bagi orang yang meminum miras. Yaitu berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan, "Rasulullah saw. mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai." (HR Muslim) 

Begitu pula bagi pihak selain yang meminum khamr, maka ada sanksi berupa ta'zir. Adapun bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi yang disesuaikan dengan ketentuan syariah. Sanksi yang dijatuhkan harus bisa memberikan efek jera. Sedangkan para produsen dan pengedar khamr harus dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Sebab, bahaya yang ditimbulkan lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat. 

Syariat Islam telah mengharamkan miras. Oleh karenanya berbagai jalan yang mengarah kepada miras harus ditutup secara total. Bukan hanya menolak investasi miras, tetapi juga segala hal yang mampu memberi peluang beredarnya miras di masyarakat. Namun tidak mungkin hal ini bisa terealisasi, apabila sekularisme masih diterapkan. Apalagi jika yang mencegah hanya individu atau kelompok saja. Karena  memberantas miras juga memerlukan peran negara sebagai pengambil kebijakan dan pelaksana peraturan. Hal ini hanya bisa terealisasi jika negara dan kepala negaranya mengadopsi syariat Islam kaffah. Wallahu 'alam  bishshawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun