Namun, bukan berarti bersikap sembrono dengan mendatangi tempat wabah. Selain itu, adanya musibah memberikan hikmah tersendiri. Masyarakat mulai kembali pada amalan nafilah yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Seperti adab ketika bersih maupun batuk serta menjaga kebersihan yang merupakan bagian dari iman. Â Bagi kaum muslim sendiri selain wabah yang mematikan ada hal yang lebih ditakutkan, yaitu kematian dalam kemaksiatan tanpa ada bekal untuk kehidupan yang kekal.
Tanggapan dalam menghadapi wabah memang berbeda-beda tergantung pemahaman yang dimiliki. Terutama yang berkaitan dengan iman terhadap sang pencipta. Sebagaimana terpapar dalam penjelasan di atas. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa sepintar apapun manusia tidak akan mampu mengalahkan Tuhan pencipta alam semesta. Oleh karenanya sudah seharusnya kita taat terhadap aturan yang dibuat-Nya.
Namun ketaatan akan sulit tercipta ketika masyarakatnya diikat oleh ikatan yang fasad dan tersekat oleh negara bangsa. Dengan akidah sekuler yang memandang segala hal berdasarkan manfaat. Serta memiliki tingkat kesadaran yang rendah.
Adapun ikatan yang shahih, ia ada dalam Islam. Sebuah ikatan yang berlandaskan akidah Islam. Melahirkan masyarakat yang khas. Sebuah masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama, yaitu Islam. Melahirkan persaudaraan atas nama Islam tanpa memandang suku, ras, bahasa maupun bangsa. Sebuah masyarakat yang taat ketika diberi instruksi oleh kepala negaranya.
Oleh karenaya, syariat Islam bisa dijadikan barometer untuk mengahadapi wabah virus Corona. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. kemudian diikuti pula oleh para khalifah ketika menghadapi wabah yang dulu pernah mendera. Wallahu'alam bishshawab.[]
Â
Oleh: Kunthi Mandasari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H