Tidak seperti ekonomi yang bertumpu pada ekspor  seperti di Asia Tenggara lainnya contohnya  Malaysia dan Thailand, Indonesia lebih bergantung pada sumber pertumbuhan domestik, seperti pengeluaran konsumen.
Inflasi yang terjaga dan mata uang yang stabil dapat membantu memacu sentimen dan pengeluaran rumah tangga, yang sudah mendapatkan dorongan dari belanja kesejahteraan sosial Jokowi dan subsidi bahan bakar.
Bidang fokus utama  adalah akan mempersempit defisit neraca berjalan, yang disebut sebagai risiko utama bagi rupiah. Pemerintah memberlakukan pembatasan impor untuk mengurangi permintaan barang luar negeri, serta mempromosikan penggunaan biofuel untuk mengurangi impor minyak mentah.
Bagaimana pengaruhnya terhadap kebijakan fiskal?
Itu banyak tergantung pada apakah Jokowi akan memilih untuk mempertahankan menteri keuangannya, Sri Mulyani Indrawati. Â Ia berhasil mempersempit kesenjangan anggaran menjadi 1,76 persen dari PDB tahun lalu, jauh di bawah pagu 3 persen, dan meningkatkan penerimaan pajak.
Namun, rasio pajak terhadap PDB Indonesia tetap rendah sekitar 12 persen. Jokowi telah berjanji untuk meminjam hanya untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, dan untuk mengurangi ketergantungan pada kepemilikan asing pada obligasi pemerintah.
Lonjakan harga minyak tahun ini akan membantu mendorong kas pemerintah, tetapi jika Jokowi tetap mempertahankan subsidi bahan bakar, kenaikan minyak mentah akan menambah beban pada anggaran.
Akankah kebijakan moneter berubah?
Inflasi telah terkendali, melambat ke level terendah satu dekade sebesar 2,5 persen di bulan Maret. Bank sentral - yang mempertahankan suku bunga tidak berubah pada 6 persen tahun ini setelah enam kenaikan pada tahun 2018 - memperkirakan inflasi akan tetap berada di dalam target 2,5 persen hingga 4,5 persen tahun ini.
Harga makanan dan bahan bakar yang rendah telah membantu menjaga inflasi di dalam kendali, sehingga ketika Federal Reserve AS bergeser menjauh dari kenaikan suku bunga telah memicu rebound  terhadap mata uang, memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk memperpanjang jeda kebijakannya.
Gubernur Bank sentral  Perry Warjiyo telah mengisyaratkan pendekatan yang lebih hati-hati karena risiko global. Dia menjabat pada Mei tahun lalu, dan masa jabatannya belum berakhir hingga Mei 2023.