Mohon tunggu...
Manatap Nadeak
Manatap Nadeak Mohon Tunggu... Freelancer - 基督大使

KUYPERMAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Empati dan Menghargai Kebijakan Pemerintah dalam Proses Legalisasi LGBT

8 Juli 2018   18:55 Diperbarui: 11 Juli 2018   12:37 2875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya prinsip menjadi warga negara yang baik adalah satu individu yang baik akan menciptakan keluarga yang baik, satu keluarga yang baik akan menciptakan masyarakat yang baik, dan satu masyarakat yang baik akan menciptakan kehidupan warga negara yang baik. Dengan kata lain, jika saya dan anda masih bertindak anarkis terhadap LGBT tanpa berusaha belajar mencari tahu kebenaran, mungkinkah saya dan anda dikatakan indvidu yang baik bagi negera kita?

Diakui atau tidak, faktanya yang sedang terjadi di negara kita adalah seringkali dalam menggapi setiap permasalahan saya dan anda selalu terjebak dalam berbagai tindakan-tindakan yang anarkis, brutal, egois, dan emosional tanpa mencerminkan landasan jati diri bangsa kita yang menjungjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 

Seringkali terjebak ke dalam konsep kebenaran yang relatif, yang menganggap segala sesuatu "salah" diluar keyakinan kita yang, akhirnya sulit kita mentolerir dengan bersikap empati terhadap polemic atau permasalahan yang sedang terjadi.

Tidak terkecuali polemik proses legalisasi LGBT yang sedang marak di negara kita. Berbagai macam bentuk tindakan kekerasan dan diskriminiasi dalam berbagai aspek cenderung menjadi pelampiasan terhadap komunitas minoritas ini. Dikucilkan, ditolak lingkungannya, dan tertekan secara fisik, psikis, dan batin menjadi gambaran kondisi yang mereka alami saat ini. 

Saya yakin, kita semua turut ambil bagian dalam tindakan ini, sederhananya dengan perasaan emosi kita seringkali menanamkan sikap kebencian terhadap keberadaan mereka dan berharap mereka dapat musnah dari muka bumi ini. 

Karena, kembali lagi penyebabnya kita selalu bertahan pada keyakinan dan kebenaran relatifnya kita dan tidak mau tau segala sesuatu di luar pandangan kita. Kita selalu berhenti dalam ranah LGBT itu salah menurut agama kita, LGBT itu tidak sesuai dengan kultur budaya kita, LGBT itu tidak sesuai dengan ideologi dan semboyan negara kita, LGBT itu dapat merusak generasi bangsa kita, dan komentar-komentar lainnya yang hari demi hari menciptakan neraka bagi mereka. 

Sehingga, kita selalu tidak pernah bersikap empati terhadap mereka dengan mencari tahu lebih dalam tentang latar belakang mereka dan dengan demikian berusaha belajar memahami keberadaan mereka. 

Oleh karena kita juga, adalah mayoritas masyarakat yang kontra terhadap mereka, sewenang-wenang mendiskriminasi mereka. Pada akhirnya juga, kondisi inilah yang mendorong kita melakukan demonstrasi anarkis terhadap kebijakan pemerintah menganggap selama ini lalai atau mungkin berpangku tangan dalam polemik ini. Sehingga, dengan mudahnya kita selalu memberikan kartu kuning atau peringatan terhadap pemerintah karena mereka lambat meresponi aspirasi yang kita berikan.

Keyakinan saya adalah dengan munculnya berbagai stigma dan persepsi antara pro dan kontra, baik itu anggapan yang salah atau benar seringkali kita kehilangan prinsip saling mengasihi khususnya terhadap mereka. 

Salah satunya adalah kebanyakan diantara kita seringkali kehilangan perasaan dan sikap empati terhadap mereka. Menanamkan sikap empati, perasaan senasib-sepenanggungan, sebuah perasaan yang membayangkan bahwa orang-orang yang disebut bagian dari LGBT itu tak berbeda dengan  saudara kita sendiri, prinsip inilah yang menolong kita semangat untuk memahami dan menolong korban atau komunitas LGBT dengan kekurangan mereka.

LGBT adalah penyakit kelainan jiwa, jika kita mencermati bagaimana proses legalisasi hukum LGBT di Amerika Serikat, bahwa dapat dikatakan LGBT dikatakan "terpaksa" dilegalkan oleh banyaknya teror dan desakan dari komunitas LGBT terhadap American Psychiatric Association yang akhirnya memutuskan LGBT adalah seperti manusia pada umumnya dan menghapus LGBT dari daftar penyakit kelainan jiwa, tanpa didasari bukti penelitian ilmiah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun