Mohon tunggu...
Yohana Damayanti Manao
Yohana Damayanti Manao Mohon Tunggu... lainnya -

Lulus dari Poltekkes Propinsi Bengkulu pada tahun 2008. Pernah bekerja di NGO Indonesia di Pulau Nias selama kurang lebih 5 tahun. Senang mengunjungi daerah-daerah baru dan bekerja bersama masyarakat terutama dalam peningkatan pengetahuan masyrakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Banyaknya Peran yang Dikerjakan Membuat Mereka Kesulitan Memberi ASI Eksklusif

21 Oktober 2014   17:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:15 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berperan sebagai isteri, ibu rumah tangga, pekerja sekaligus sebagai ibu bagi anak-anakadalah tugas utama yang diemban oleh banyak ibu-ibu di desa-desa kecil yang tersebar di pelosok Nias. Tugas-tugas yang mereka kerjakan semakin bertambah berat lantaran masih banyak diantara para suami yang memilih ongkang-ongkang kaki di kedai tuak daripada membantu pekerjaan isteri. Bagi para lelaki yang telah berumahtanggamerupakan hal yang memalukan diantara kaum lelaki bila mereka mengangkat beban yang lebih berat dari isteri apalagi membantu pekerjaan rumah tangga. Tak jarang bila bila kita amati di sore hari sepulang dari ladang, isteri mengangkat beban kayu, getah karet, dll, sedangkan suami hanya memikul sedikit sekali beban kadangkala malah hanya berjalan bersama parang yang sebelumnya dipakai ketika berladang. Potret tersebut memang sering kita temui namun masih ada beberapa dari para suami yangmau berbagi peran dengan isteri.

Peran yang sangat banyak itu akhirnya membuat para ibu ini tak mampu berbuat banyak untuk meningkatkan kesehatan anak-anak mereka dan juga kesehatan diri mereka sendiri. Tinggal dalam sebuah keluarga besar yang terdiri dari beberapa kepala keluarga membuat beban mereka semakin bertambah baik dari segi psikis maupun dari segi ekonomi. Belum lagi bila mereka masih tinggal bersama dengan mertua, praktis pengelolaan keuangan rumah tangga masih dilakukan secara bersama-sama dengan cara bagi hasil terutama jika masih mengolah lahan milik keluarga besar. Menurut beberapa ibu setelah menjual hasil ladang terutama getah karet pada saat pekan (market day), uang yang didapatkan akan diserahkan kepada ibu mertua terlebih dahulu. Setelah itu, ibu mertua akan membagi penghasilan dari pekerjaan yang telah dikerjakan selama seminggu lamanyamenurut kebutuhan rumah tangga.

Tingkat kesehatan yang rendah, pendidikan yang kurang dan tingkat ekonomi yang masih belum layak akhirnya menjadi keseharian mereka. Beberapa dari para ibu ini harus meninggalkan bayi-bayi mereka di rumah bersama dengan pengasuh dalam hal ini nenek atau kakak bayi yang lebih besar untuk bekerja menderes karet di kebun atau bekerja di sawah. Belum lagi jarak antara kebun dan rumah cukup jauh sehingga membuat ibu sulit pulang pergi ke rumah bahkan untuk menyusui bayi mereka. Bagi mereka memberikan makanan pendamping ASI lebih cepat merupakan sebuah keputusan yang tepat untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan bayi mereka. Belum lagi mitos tentang bayi yang lambat diberi makan akan mudah sakit, ‘tekifu dalu (perutnya tertutup)’, gampang sakit perut masih dipercayai di beberapa pedesaan. Bahkan ritual untuk gunting kuku saja baru boleh dilakukan setelah bayi berusia 3 (tiga) bulan.

Beberapa orang dari ibu- ibu ini bukan tidak pernah mendengarkan sosialisasi tentang ASI ekslusif atau cara perawatan bayi. Mereka sebenarnya cukup rajin membawa anak-anak mereka ke Posyandu untuk mendapatkan imunisasi dan juga melihat perkembangan kesehatan anak mereka. Pengetahuan itu mereka dapatkan tidak hanya dari kader posyandu melainkan juga dari tenaga kesehatan yang ada di desa mereka. Namun praktik pemberian ASI ekslusif masih sulit untuk dilakukan oleh mereka.

Seperti pengalaman ibu N Zalukhu (34 tahun), bertempattinggal di salah satu desa di kecamatan Botomuzoi, Nias, akrabdipanggil Ina Dita dan telah memiliki 6 orang anak ini. “Saat melahirkan bayi ke-6, suami saya menderita sakit yang cukup parah sehingga tidak bisa membantu menafkahi kami sekeluarga. Saya memiliki 6 orang anak-anak yang masih kecil. Anak sulung saya masih kelas 3 SMP sekarang. Biaya hidup cukup besar tidak saja untuk keperluan rumah tangga namun untuk biaya sekolah anak-anak juga. Setelah bayi saya R  Lase (L), yang lahir pada tanggal 19 Mei 2012 lalu berusia 2 minggu, saya lalu beri bubur instan kepadanya. Saya melakukan itu karena saya bekerja mencari nafkah. Lagipula dengan memberikan makanan lebih awal mmereka lebih sehat. Terbukti anak ke-2 sampai anak ke-6 lebih gemuk dan jarang sakit,” cerita Ina Dita.

Anak pertamanya memang diberi ASI ekslusif. Menurutnya saat itu dia cukup lama tinggal di rumah dan merawat anaknya sehingga dia mampu memberikan ASI saja. “Setelah besar malah jadi lebih sering sakit. Ketika sudah masuk sekolah maunya belajar terus. Bila diminta untuk tidak sekolah dulu dan tinggal di rumah untuk menjaga adik-adiknya, dia akan menangis dan merengek-rengek supaya diperbolehkan berangkat ke sekolah. Berbeda dengan adik-adiknya. Dari anak ke-2 sampai ke-6, sejak mereka berusia 2 minggu telah saya perkenalkan makanan.Bila saya meminta mereka tinggal di rumah menjaga adik yang lebih kecil, dituruti saja,” kata Ina Dita sambil tersenyum.

Secara akademis memang diakui Ina Dita ada perbedaan antara anak pertama dan adik-adiknya. Nilai-nilai sekolahnya jauh lebih besar, sering masuk juara kelas di sekolah dan ketika kelas 1 SD cepat menulis dan membaca. Menurutnya itulah yang membedakan anak pertama dan adik-adiknya.

Pengalaman bekerja membantu perekonomian keluarga juga dirasakan oleh ibu O Mendrofa (35 tahun) yang akrab disapa Ina Niel. Setiap hari Senin hingga Sabtu, dia harus bekerja di ladang untuk membantu suami menderes karet dan menyiangi kebun. Kadang-kadang bila kembali ke rumah, kayu bakar dan getah garet ikut dipikul. Biasanya bila bekerja,anak-anak ditinggalkannya berrsama ibu mertua. Ibu yang telah memiliki 2 orang putra, 1 putri dan sedang hamil 8 bulan saat ini pernah menjadi kader posyandu di desanya di Lawa-lawa, kecamatan Hiliserangkai.

“Saya sering mendengar tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif dan manfaat yang didapatkan oleh bayi. Namun pekerjaan untuk menderes karet, dll yang dikerjakan membuat saya tidak mampu untuk melakukan pemberian ASI ekslusif kepada anak-anak saya. Biasanya pagi hari saya bangun dan mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak sarapan, mempersiapkan keperluan anak-anak, memandikan mereka, mencuci pakaian, dll. Saya berangkat ke ladang sekitar pukul 09.00 WIB dan kembali ke rumah antara pukul 15.00 atau 16.00 WIB. Kadang-kadang berangkkat pagi-pagi sekali, lalu pulang di siang hari. Sorenya pergi lagi ke ladang pulang sudah hampir jam setengah tujuh malam,” kata Ina Niel.

Anak-anak Ina Niel sedikit rewel. Mereka sering menangsi dan tidak tenang.Hal inilah yang mendorongnya untuk memberi makan. Menurutnya setelah di beri makan lebih tenang karena anak-anaknya telah kenyang. Permintaan ibu mertua yang meminta supaya anak-anak Ina Niel segera diberi makan juga membuat pilihan-pilihan sulit semaik banyak bagi dirinya. Belum lagi kebutuhan rumah tangga yang mendesak.

Setelah anak-anaknya berusia 2 bulan, Ina Niel memberi makanan pendamping ASI. Dia memang tidak memberikan susu formula mengingat harganya yang cukup mahal. Menyusui anak-anaknya masih tetap dilakukan. Dari segi kesehatan, anak-anaknya sering mengalami batuk pilek, demam dan diare. “Beda dengan Ina James (ibu lainnya yang satu desa), dia baru bekerja di ladang setelah anaknya berusia 6 bulan. Itulah sebabnya dia bisa memberikan ASI esklusif. Anak-anaknya memang lebih sehat dibandingkan dengan anak saya,” kata Ina Niel.

Dia pernah mencoba mempraktikkan pemberian ASI perah setelah mendapatkan konseling di Posyandu dan tenaga kesehatan tapi tidak diteruskan olehnya. Dia tidak sanggup melawan rasa nyeri yang timbul saat memerah ASI. “Rasanya sakit sekali saat saya memerah ASI. Jumlah ASI yang keluar juga sedikit sekali. Saya lalu berhenti untuk mencobanya. Jumlah ASI saya sedikit mungkin karena saya jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung nilai gizi yang tinggi.”

Ibu-ibu ini tak mampu berharap banyak. Jika Ina Dita sudah memasang KB dan tidak mau melahirkan lagi, Ina Niel berbeda. Dalam waktu dekat dia akan melahirkan bayi ke empatnya. Dia memang memutuskan untuk tidak hamil lagi setelah itu. Menurutnya dia mungkin akan meneruskan pemberian MPASI jika bayi ke empatnya berusia 2 bulan. “Lö sangai halöwögu. Da’ö wa ahulö ufolakhö khögu ndraono (tak ada yang membantu pekerjaanku. Itulah sebabnya saya cepat memberi anak-anak saya makan).

Dukungan semangat dan solusi yang tepatsesuaikondisi yang dialami oleh sebagian ibu-ibu ini sedang mereka butuhkan. Kunjungan rumah dan pendampingan yang diberikan kepada mereka akan mampu meningkatkan rasa percaya diri mereka seperti ibu-ibu lainnya yang telah berhasil memberikan ASI ekslusif bagi buah hati mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun