Mohon tunggu...
Mardianto Manan
Mardianto Manan Mohon Tunggu... Mengamati Kota Dan Daerah -

peduli kota dan wilayah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggantang Tata Ruang

17 September 2015   20:21 Diperbarui: 17 September 2015   20:30 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: www.shutterstock.com

Proses pembiaran terhadap konversi ruang di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau, telah berdampak yang sangat mengerikan bagi kita, sehingga kita sebagai ummat yang katanya paling sempurna, sekarang hidup terjajah oleh perilaku sendiri, kita tidak bebas lagi menghirup udara bersih, karena katanya kampung kita sendiri, sebagai tanah tumpah darah kita, sudah terjajah oleh serbuan asap yang tidak memandang kasta dan jabatan yang kita sandang. Bedanya Cuma ketika pejabat kota ini bisa lari ke Jakarta (rumah kedua), tetapi masyarakat tetap tersalai persis ikan salai yang menjadi maskot kota kita yang berada depan Kantor Walikota Pekanbaru, hahahaa.

 

Asap merajalelah masuk ke ruang ruang privasi di lingkungan kita, merusak secara perlahan dan pasti, kita akan balik arah lagi pada zaman baholak menjadi manusia homo asapiens (pinjam istilah Riau Pos 6/9/2015) yang merupakan visualisasi karikatural adaptasi manusia, terhadap lingkungan yang dicemari kabut asap selama puluhan tahun. Banyak pesawat batal terbang dan hinggap, di beberapa provinsi, tak terkecuali di Bumi Melayu ini, sehingga merugikan triliunan rupiah pada sektor jasa transportasi ini. Merusak masa depan anak bangsa, karena sekolah sekolah diliburkan, membunuh potensi anak didik kita masa depan. Apalagi bencana ini hampir mencapai puluhan tahun, artinya anak yang terlahir pada tahun 1997, berarti semenjak lahir mereka sudah menghirup asap ini setiap tahunnya.

 

Ah,,, terkesan berlebihan sekali, apalagi kalimat bahwa hal ini telah terjadi puluhan tahun, terlalu dibuat buat rasanya, karena konon kabarnya sapi-pun taklah akan mau masuk dua kali ke lobang yang sama, apalagi manusia. Tetapi hal itu dapat dibenarkan, karena kita pada tahun 2015 ini merupakan ulang tahun asap ke delapan belas tahun masuk ke Riau, bahkan ketika presiden SBY dulu, sudah pernah beliau bermarkas disini. Terakhir Presiden Jokowi dengan gaya khas busukannya eh,,, salah maksudnya blusukannya, juga sudah datang kesini dikala memperingati ulang tahun asap yang ke tujuh belas tahun, nah inilah bukti bahwa pembiaran tragedi asap puluhan tahun bakal akan kita capai nantinya.

 

Fenomena lain, dapat juga kita lihat dari luntang lantungnya pengesahan Rencana Tata Raung Wilayah (RTRW) Provinsi Riau ini oleh Pusat, ibarat menggantang asap, serba tak pasti dan terkesan mubasir, dengan berbagai macam dalih dan alasan, apakah berbenturan dengan TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan), ataupun karena banyak yang tumpang tindih dengan kabupaten kota dalam wilayah Provinsi Riau, dan lain sebagainya.

 

Padahal menurut kaca mata pribadi saya, melihat banyaknya persoalan ruang di Riau yang melibatkan para petinggi bangsa ini, yang berselingkuh dengan pengusaha pengusaha lokal regional bahkan internasional, bernaung dibawah asosiai “penguasaha”, untuk meluluh lantakkan lahan dan hutan basah yang ada di Riau ini, seakan akan mereka tak peduli dampak  yang sekarang sudah kita alami. Apalagi sekarang sudah hampir tidak ada lagi hutan yang mau dibakar, maka bergantilah lahan yang dibakar, makanya pemerintah saat ini telah merubah singkatan “Karhutla” menjadi “Karlahut” alias kebakaran lahan dan hutan, karena yang dominan terbakar sekarang adalah lahan terutama lahan gambut.

 

Dimanakah peran pemerintah mengatur ruang ? hampir tidak berperan positif, justru hutan hancur oleh para pengusaha perkebunan berkat izin pemerintah, sehingga legallah kayu dan hutan dibabat oleh para begundal begundal tersebut, maka dapatlah kita simpulkan bahwa hutan hancur saat ini, bukanlah disebabkan “illegal logging”, seperti yang sering dituduhkan pada rakyat yang mencari kayu untuk kebutuhan hidup dan budayanya sehari hari. Justru yang meluluh lantakkan hutan basah di Riau ini adalah “Legal Logging” bukanlah illegal logging yang sebenarnya, karena mereka punyai rebewes (izin) untuk meluluh lantakkan hutan kita, ada peran besarnya tetapi untuk peran legalitas penghancuran, maka Riau Akan Porak Poranda, seperti yang sering diplesetkan untuk nama perusahaan di Riau oleh warga.

 

Banyaknya tumpang tindih lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, lahan yang seharusnya gambut pada kedalaman lebih dari 3 meter dijadikan wajib lindung, tetapi karena keserakahan “penguasaha”, maka izin izin tetap saja dikeluarkan. Akibatnya lubuh lebaklah para pejabat kehutanan kita di Provinsi ini yang jadi korban, hampir semua Kepala Dinas Kehutanan berakhir di penjara. Tapi lucunya para penjabat setingkat di pusat, bahkan setingkat menteri tenang tenang saja, lagi lagi yang jadi korban kita di daerah, ini juga peran negara dalam melindungi pusat.

 

Alhasil setelah Undang Undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyahkan, yang memaksa semua Peraturan Daerah di Indonesia wajib di evaluasi, apalagi yang sangat urgen diperbaharui RTRW Provinsi Riau Perda no 10 tahun 1994 tentang RTRW Provinsi Riau, karena Riau masih satu peta dengan Provinsi Kepulauan Riau, maka tak ada alasan yang lebih kuat dari itu, bahwa Peta RTRW Provinsi ini, wajib segera di selesaikan, dan jangan lagi kita “menggantang tata ruang” sehingga berubahlah tata ruang menjadi “tata uang”, yang akibatnya semua ruang diuangke kata wong jowo, hancur riau nih pak cikk.

 

Namun bagaimana nasib tata ruang kita saat ini? Sehingga sudah banyak pula lahan yang tak “bertuan” dibakar oleh pengusaha pengusaha laknat tersebut, bahkan cobaab yang amat berat bagi Riau, sang gubernur yang getol memperjuangkan pengesahan tata ruang ini, justru dio pulak yang masuk ruang (ruang bui). Perda RTRW kita masih digantung tak bertali oleh pusat, apakah ini tidak dinamakan pembiaran ruang, agar semua bisa bermain di ruang abu abu tersebut, entahlah pak cik sosak ongok deyen, karena bencana kita di Pekanbaru berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sudah kategori yang paling berbahaya diatas ambang batas 615.

 

Bahaya Asap

Jika dilihat asal muasal asap ini yang dikutip dari berbagai sumber adalah, asap dihasilkan dari proses pembakaran yang terdiri dari polutan berupa partikel dan gas. Partikel itu adalah silika, oksida besi, dan alumina, gas yang dihasilkannya adalah CO,CO2,SO2,NO2, aldehid, hidrocarbon, dan fluorida. Konon khabarnya akibat polutan ini, berpotensi sebagai iritan dapat menimbulkan fibrosis (kekakuan jaringan paru), pneumokoniosis, sesak napas, elergi sampai menyebabkan penyakit kanker.

 

Berdasarkan Pedoman Departemen Kesehatan tentang pengendalian pencemaran udara, akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan, ditetapkan katagori bahaya kebakaran hutan dan tindakan pengamanan berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU

 

Sedangkan ISPU 300-500 dikatagorikan berbahaya bagi semua orang, terutama balita, ibu hamil, orang tua, dan penderita gangguan pernapasan. Saat seperti ini semua harus tinggal dirumah dan tutup pintu serta jendela, segera lakukan evakuasi selektif bagi orang beresiko seperti balita, ibu hamil, orang tua, dan penderita gangguan pernapasan ke tempat bebas pencemaran, angka pada ambang ini sudah sangat berbahaya, apalagi pada pagi ini 13/09/ 2015 sudah mencapai angka 690 (sumber; http://aqicn.org/city/indonesia/pekanbaru/). Seharusnya semua kita tanpa kecuali harus dievakuasi ke tempat yang aman, dan Provinsi Riau sudah masuk ranah kategori “Darurat Asap” Cuma lagi lagi peran pemerintah pusat tetap tak JOleee KOooo hikhik ...

 

Apa yang akan dilakukan

Persis setahun yang lalu tepatnya 18 oktober 2014, telah diadakan pertemuan nasional para ahli dan pakar perguruan tinggi program studi ketata ruang se Indonesia, di Kampus Teknik Planologi Universitas Islam Riau (UIR) yang menghadirkan 40 profesor di bidang keruangan (UIR, UGM, ITB, UI, USU, UNAND, bahkan dari Malaysia), yang pada akhir membuat sebuah “Deklarasi Pekanbaru” yang salah satu butir deklarasi yang berkaitan erat dengan persoalan asap ini adalah “Banyak kejadian goncangan dan bencana yang selama ini telah menimbulkan banyak korban, penderitaan, dan kerugian di Indonesia termasuk persoalan asap di Provinsi Riau dan sekitarnya, harus segera diatasi secara komprehensif, strategis dan nyata, diperlukan komitmen politik nasional, daerah dan masyarakat luas untuk segera mengambil langkah langkah nyata, konsisten dan terukur untuk mengatasi persoalan asap di Riau dan sekitarnya, termasuk memastikan landasan hukum tata ruang dan penegakan hukumnya. Persoalan asap di riau dan sekitarnya memerlukan komitmen dan konsistensi pemerintah pusat karena sudah merupakan persoalan nasional dan bahkan internasional” (Deklarasi Pekanbaru 2014 “Membangun Kota dan Wilayah yang Tangguh dan Berkelanjutan”).

 

Maka dari itu tuan tuan yang duduk di pemerintah pusat sana, kami tak bisa menuntaskan dengan cara kami saja, karena persoalan tersebut sudah merupan lintas ruang adminitrasi yang berbeda, dan tentunya tidaklah selevel pemerintah daerah yang dapat menuntaskan persoalan ini. Peran negar sudah sangat diharapkan dalam kasus ini, dan memerlukan langkah langkah yang pasti dan berkelanjutan, sehingga pada tahun berapa tragedi asap ini tidak akan terjadi lagi, tanpa menuggu angka ulang tahun asap yang duapuluh tahunnya. Apalagi menggaris bawahi Deklarasi Pekanbaru diatas tadi bahwa “Persoalan asap di riau dan sekitarnya memerlukan komitmen dan konsistensi pemerintah pusat karena sudah merupakan persoalan nasional dan bahkan internasional” semoga kita tidak menjadi ikan salai lagi, seperti maskot kota kito saat iko.

Mardianto Manan, Ketua Prodi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Islam Riau

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun